Chereads / TRIGONOMETRI / Chapter 12 - Part 10

Chapter 12 - Part 10

Sih cokelat : Heh, lo dimana?

Antariksa tersenyum simpul melihat pesan masuk yang berasal dari Caramel. Ia pun langsung mengetikkan balasannya dan mengirimkan pesannya pada Caramel.

Alien Antariksa : Di rumah

Sih cokelat : Keluar enggak lo?! Gue dari tadi mencet nih bel enggak ada yang nyahut. Suara gue habis manggil-manggil elo. Keluar lo!

Antariksa tertawa membaca pesan balasan dari Caramel. Bukannya ia tidak tahu kalau gadis itu sudah berada di depan rumahnya, tapi hanya saja ia ingin sedikit bermain. Ingin membuat Caramel marah dan ia berhasil.

Menyenangkan sekali rasanya.

"Sialan lo!" Umpat Caramel kasar ketika Antariksa sudah membuka gerbang rumahnya.

"Gue ketiduran."

"Harusnya lo bilang kalau mau tidur dulu. Jadi gue enggak usah datang cepat-cepat!"

"Yang nyuruh lo datang cepat siapa?"

Caramel menggeram kesal. "Ngeselin ya lo?" Ketusnya yang memang sudah merasa kesal terhadap Antariksa.

Antariksa tertawa renyah, ia merangkul pundak Caramel dan membawanya ke dapur bersih di rumahnya yang besar itu.

"Iya gue salah. Gue yang nyuruh lo datang cepat." Kata Antariksa mengalah, tidak ingin mengerjai mood Caramel terlalu jauh karena gadis itu sangat berbahaya kalau sedang tidak dalam perasaan yang baik.

"Terus kenapa pakai acara ketiduran?" Sinisnya tak suka.

Antariksa mengedikkan bahunya tak peduli, lalu ia mengambil beberapa plastik yang dibawa oleh Caramel dan melihat isinya dengan teliti.

"Ini udangnya kenapa banyak banget?" Tanyanya ketika melihat udang yang di bawa Caramel begitu banyak, tidak seperti yang Antariksa katakan.

"Takut kurang."

"Tapi ini kebanyakan Caramel." Tekannya menegur.

Caramel hanya mengedikkan bahunya malas, kemudian ia berjalan ke kursi yang berada di hadapan Antariksa. Kursi yang Caramel tempati saat ini hanya dipisahkan oleh sebuah meja marmer yang panjang, layaknya seperti berada di bar.

"Lo ngapain duduk disitu?"

Lagi, Caramel mengedikkan bahunya malas. Hal itu membuat Antariksa mengacak rambutnya frustasi.

"Lo kalau masih marah sama gue mendingan pulang aja. Gue males ngajarin lo masak!" Katanya dengan susah payah menahan tawa ketika Caramel langsung berdiri dari duduknya dengan ekspresi terkejutnya.

"Iya-iya enggak. Ah, enggak asyik lo!" Katanya yang langsung menghampiri Antariksa.

"Udah enggak marah?"

"Enggak."

"Yakin?"

"Ck. Iya enggak!"

"Bagus, lebih baik sekarang kita mulai." Katanya yang sudah mengeluarkan bahan-bahan dari dalam plastik dan meletakkannya di dalam wadah.

"Lo yakin bakal enak?" Tanya Caramel ragu ketika Antariksa mulai memisahkan bagian-bagian bahan yang ia bawa.

"Lo ngeremehin gue?"

"Bukan gitu, gue enggak yakin aja."

Antariksa menyentil kening Caramel dengan gemas.

"Sama aja bego."

Caramel mengelus keningnya yang berdenyut sembari menatap Antariksa kesal karena diperlakukan sedemikian.

"Apa? Mau protes?" Kata Antariksa galak membuat Caramel ciut dan langsung menggelengkan kepalanya dengan dengan cepat.

Tanpa di suruh, Caramel meraih wortel yang telah dicuci. Lalu memotongnya dengan teliti.

"Hati-hat--"

"Aww..."

Refleks Antariksa menoleh pada Caramel. Ia berdecak kesal melihat jari telunjuk gadis itu teriris pisau dan darah segar langsung mengalir keluar dengan cukup deras.

"Udah gue ingatin hati-hati juga!" Bentak Antariksa kesal.

Caramel menundukkan kepalanya takut sembari menyodorkan tangannya pada Antariksa.

"Apa? Minta diobatin?" Tanyanya yang mendapat anggukan kepala dari Caramel.

Antariksa mencoba tenang. Menarik napasnya dalam, lalu membuangnya secara perlahan.

"Sakit." Cicit Caramel ketika Antariksa menyuci jarinya yang teriris pisau di wastafel.

"Tahan."

"Shh, sakit Anta." Lirihnya yang sudah mengeluarkan air matanya begitu saja.

"Ck. Lo cengeng banget sih!" Gerutunya.

Setelah mencuci jari Caramel, Antariksa membawanya untuk duduk di kursi yang tadi di duduki oleh gadis itu sebelumnya.

"Masih sakit?" Tanya Antariksa ketika sudah selesai memberikan pertolongan pertama.

Antariksa juga sudah membalut jari itu menggunakan perban putih yang ia ambil di kotak P3K. Jari Caramel teriris cukup dalam, sehingga harus diperban. Untungnya tidak terlalu parah, apalagi harus sampai di jahit segala.

Caramel mengangguk pelan dan hal itu membuat Antariksa tidak enak hati. Entah mengapa hatinya ikut teriris melihat Caramel yang hanya diam menahan sakitnya. Tipe wanita seperti Caramel ini pasti sangat jarang mendapat luka barang sedikit pun karena Vertur selalu overprotektif padanya.

"Lo boleh nangis." Kata Antariksa memperbolehkan karena tidak tega melihat Caramel menahan kepedihannya karena kekesalan Antariksa padanya sebelumnya.

Sebenarnya Antariksa tidak marah, sama sekali tidak. Ia hanya merasa kesal pada dirinya karena Caramel bisa hilang dari pandangannya dan mengakibatkan jari gadis itu terluka. Antariksa pikir Caramel akan kembali menangis, tapi nyatanya tidak. Alih-alih menangis, Caramel malah tersenyum padanya.

"Makasih ya Anta." Katanya membuat Antariksa terdiam membeku.

"What's wrong with you, Anta?" Batin Antariksa yang sama sekali tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi padanya.

"CAKRAWALA PULANG!" Teriakan Cakrawala yang memekakkan telinga membuat Antariksa tersadar dari lamunannya.

"Wah ada Caramel ternyata!"

Caramel tidak mengindahkan pekikan Cakrawala, ia sibuk mencuri pandang ke arah belakang Cakrawala dan mencari keberadaan Galaksi, tapi sepertinya pria itu tidak ada di belakang sana.

"Nyari bang Galak ya?" Tanya Cakrawala dibarengi senyuman menggodanya.

"Enggak bareng?" Tanya Antariksa.

"Bareng kok, tuh anaknya." Tunjuk Cakrawala pada Galaksi yang baru saja masuk ke dalam rumah dan menghampiri mereka di area dapur.

Caramel tersenyum simpul mendapati keberadaan Galaksi. Ia berjalan menghampirinya, kemudian menarik lengan Galaksi dengan lembut.

"Gue masakin lo sushi." Kata Caramel terlihat antusias.

Caramel pun memposisikan Galaksi di kursi yang ada di meja makan.

"Lo suka sushi udangkan?" Tanyanya yang tidak di gubris oleh Galaksi.

Antariksa dan Cakrawala saling berpandangan melihat sikap dingin nan cuek Galaksi. Mereka hanya bisa menghelakan napas dengan kasar, Galaksi memang terlalu dingin untuk di dekati.

"Cobain deh." Caramel mengambil sepotong sushi buatan Antariksa, lalu mendekatkannya pada wajah Galaksi dan mencoba memberi sebuah suapan.

Galaksi hanya diam. Melihat keterdiaman Galaksi, Caramel memberanikan diri untuk menyentuhkan sushi itu ke permukaan bibir Galaksi. Dengan menahan kekesalannya, Galaksi mencoba berbuat baik. Ia memakan sepotong sushi itu dan mengunyahnya secara perlahan.

Caramel tersenyum senang.

"Gimana? Enak?"

Bukannya menjawab Galaksi malah berdiri dari duduknya. Menatap tajam Caramel dengan tatapan menusuk.

"Ke...kenapa? Enggak enak ya?" Tanyanya gugup mendapati tatapan Galaksi yang menatapnya marah.

"Lo selain suka cari muka, ternyata suka bohong juga ya?" Sindirnya sembari tersenyum sinis.

Caramel mengernyitkan keningnya bingung.

"Pura-pura enggak tahu apa memang bego!" Bentak Galaksi yang sedari tadi bersusah payah menahan kekesalannya.

Caramel tersentak terkejut mendapat bentakan dadakan itu dari seorang Galaksi.

"Gue salah lagi ya?" Tanyanya ragu.

"Lo memang enggak pernah benar!"

"Bang Galak!" Intrupsi Cakrawala menengahi.

"Lo diam!" Alih-alih memilih diam, Galaksi malah membentak Cakrawala.

"Lo-- Apa lo enggak pernah jera?" Tanya Galaksi dengan nada menusuk.

Caramel memberanikan diri untuk menatap mata Galaksi yang seakan ingin memutilasinya sekarang juga.

"Iya gue enggak akan pernah jera! Tapi apa lo ingat apa yang lo katakan? Apa lo udah lupa sama ucapan lo sendiri?" Kata Caramel mencoba melawan, setidaknya ia tidak akan terlihat takut dan lemah walaupun hatinya terasa sakit saat ini.

"Gue enggak pernah lupa."

Caramel tertawa sumbang.

"Kalau lo enggak lupa kenapa lo sekasar ini sama gue?! Apa enggak bisa bersikap lebih baik, ralat. Apa enggak bisa lo bersikap lebih sopan? Setidaknya jadilah tuan rumah yang baik!" Bentak Caramel yang tidak bisa menahan lagi rasa kesalnya.

Caramel sudah bersusah payah, tetapi Galaksi malah memarahinya. Ya, walaupun Antariksa yang melakukannya, tapi tetap saja Caramel telah melakukan yang terbaik sampai jari telunjuknya terluka.

Galaksi terdiam, ia bahkan tidak mampu lagi berkata-kata.

"Gue enggak pernah minta supaya lo bisa suka sama gue, tapi gue lagi usahain itu. Apa enggak bisa lo ngerhargain gue? Hati lo itu terlalu keras kayak batu!" Tambah Caramel lagi.

"Lebih baik lo sekarang pergi." Kata Galaksi dengan nada datarnya.

"Galaksi!" Panggil Antariksa dengan suara keras.

Antariksa tidak bisa mendiamkan hal ini terus terjadi. Ia pun berjalan menghampiri keduanya.

"Lo enggak seharusnya mengatakan itu. Be a gentle man Lak!" Katanya memberitahu.

Caramel kembali tertawa. Entah untuk apa ia tertawa di situasi seperti ini, tapi rasanya lebih baik dari pada harus menangis di depan Galaksi yang tidak memiliki hati itu.

"Tanpa lo suruh gue juga akan pergi!" Katanya memutuskan, lalu berjalan keluar dari dapur.

"Caramel tunggu!" Panggil Cakrawala.

Antariksa menggeram marah melihat itu. Ia mencengkram kemeja yang dikenakan oleh Galaksi dengan kuat.

"Dimana hati lo?! Apa enggak bisa lo sedikit menghargai orang lain? Sedikit aja Lak!" Bentaknya tepat di depan muka Galaksi.

"Gue enggak sebaik itu." Jawabnya dengan datar pula.

"Setidaknya sama Caramel lo bisa."

Galaksi tersenyum sinis. "Kenapa lo yang marah?"

"Lo enggak akan tahu gimana Caramel dengan susah payah buatin lo sushi. Bahkan dia melukai jarinya sendiri Lak!" Kata Antariksa yang sedang di penuhi rasa emosi karena perlakuan buruk Galaksi terhadap Caramel.

Antariksa sama sekali tidak bisa membaca ekspresi datar yang ditunjukkan oleh Galaksi saat ini, tapi hatinya mengatakan kalau abangnya itu peduli. Hanya saja Galaksi terlalu dingin untuk menunjukkan rasa kepeduliannya.

"Lepas!" Galaksi menghentakkan tangan Antariksa yang masih berada di kerah kemejanya dengan kasar.

"Benar kata Caramel. Hati lo keras kayak batu!" Kata Antariksa membuat Galaksi menggeram marah.

"Lo enggak tahu apa-apa!"

"Apa yang gue enggak tahu?! Gue tahu semuanya!"

"Lo bahkan sama sekali enggak tahu apa pun, bodoh. Ingat satu hal, lo akan berterima kasih sama gue nanti." Katanya, kemudian pergi meninggalkan Antariksa sendirian di dapur dan meninggalkan kekacauan yang ada.

Antariksa menatap kepergian Galaksi dengan tatapan datarnya. Punggung tegap itu lama-kelamaan menghilang dari pandangannya.

"Sebenarnya apa yang gue enggak tahu?"

***