"Antariksa!"
Merasa dirinya dipanggil, Antariksa menghentikan langkahnya. Baru saja ia hendak memutar tubuh atletisnya, tiba-tiba seseorang sudah menariknya menjauh. Antariksa mengerutkan keningnya heran.
Caramel?
"Gue perlu ngomong sama lo." Katanya dengan nada serius.
"Ngomong aja, enggak perlu sampe narik-narik segala. Terus kita ngapain disini? Mau modus ya lo?" Kata Antariksa sambil memicingkan matanya pada Caramel.
Pasalnya gadis itu membawanya ke taman belakang sekolah. Tepatnya di sebelah gudang yang tak terpakai. Yang konon katanya tempat itu sangat angker.
"Enak aja! Gue tuh mau ngomong sama lo. Kalau kita ngomongnya di sembarangan tempat entar ada yang dengar." Katanya memberitahu.
"Yaudah langsung aja."
"Gini, kita punya kesepakatan bersama. Lo bantu gue dekat sama Galaksi dan gue turuti semua kemauan lo."
Antariksa mengerutkan keningnya.
"Terus?"
"Terus, gue enggak mau ada seorang pun yang tahu tentang hal ini. Terutama Vertur." Katanya sambil sedikit berbisik.
"Lo takut nama lo rusak?"
"Bukan! Lo tahu sendiri Vertur posesifnya gimana sama gue."
Antariksa menganggukkan kepalanya mengerti. "Gue enggak bisa jamin. Mungkin kita bisa menutupinya, tapi enggak ada kemungkinan dia akan tahu sendiri."
"Itu urusan belakangan. Intinya untuk saat ini kita jangan gegabah."
Antariksa tertawa mendengar perkataan yang keluar dari mulut Caramel. Lihatlah siapa yang mengatakan hal itu? Dirinyalah yang gegabah karena tidak bisa menyembunyikan cokelat-cokelat pemberian Antariksa, tapi ia malah memperingatinya?
Jika kalian bertanya, darimana Antariksa mengetahui hal itu? Tentu saja dari Caramel sendiri. Gadis itu langsung menghubunginya kemarin malam.
"Harusnya gue yang ngomong gitu."
Caramel mendengus kesal. "Terserah lo, tapi gue yakin Vertur lagi mencari tahu siapa sang pemberi cokelat itu."
"Gue orangnya kalau lo lupa." Kata Antariksa dengan santai yang langsung mendapat hadiah pukulan dari Caramel di lengan berototnya.
"Kok gue dipukul sih!" Protesnya.
"Gue tahu itu dari lo, tapi kita harus buat Vertur percaya kalau cokelat itu sama sekali enggak ada hubungannya di antara kita." Katanya menegaskan.
Antariksa mengusap-ngusap dagunya, terlihat sedang memikirkan sesuatu.
"Lo bukannya banyak penggemar ya di sekolah ini?" Tanyanya sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Hubungannya apa?"
"Bodoh."
"Gue enggak bodoh!"
"Terus apa? Lemot?"
"Antariksa!"
Antariksa tertawa renyah. "Iya-iya. Kalau lo mau masalah ini cepat kelar, gue punya solusi."
"Apa?"
Antariksa mengayunkan tangannya meminta Caramel mendekat. Caramel pun mendekat dan mendengarkan solusi yang dibisikkan oleh Antariksa. Seulas senyuman pun terukir di bibir manisnya Caramel.
"Lo pintar juga ya ternyata."
"Gue pintar udah dari lahir."
Caramel memutar bola matanya malas. "Enggak bisa dipuji dikit ya lo!" Ketusnya.
"Yaudah sana, keburu masuk." Usirnya.
Caramel menganggukkan kepalanya, lalu pergi.
***
Mata pelajaran pertama di kelas XII IPA 1 adalah olahraga. Hal itu membuat Caramel bahagia bukan main. Artinya, rencana yang diberikan oleh Antariksa sangat bisa ia manfaatkan. Caramel mengganti seragam putih abu-abunya menjadi pakaian olahraga, diikuti oleh seorang temannya.
"Lo yakin ini akan berhasil?" Tanya Cindy yang merupakan teman Caramel.
Ya, Caramel memberitahukan rencananya pada temannya itu.
"Kita lihat aja." Katanya sambil tersenyum miring, tanda kebanggaan.
Dan benar saja. Setelah mereka selesai olahraga, loker Caramel dipenuhi dengan banyak cokelat Caramel. Cindy yang melihat itu membulatkan matanya tidak percaya. Apa sepopuler itukah Caramel? Ah, jangan ditanya.
"Gila, ini mah bisa buat makan satu sekolahan Cara!" Pekiknya tak tertahan.
Caramel tersenyum penuh kemenangan. "Apa gue bilang?"
"Percaya gue, tapi ini seriusan buat lo semua? Enggak busuk tuh gigi lo makan cokelat sebanyak ini?"
Caramel tertawa mendengarnya. "Kalau lo mau ambil aja." Katanya yang langsung diterima oleh Cindy dengan senang hati.
"Wah, makasih Cara. Tahu aja deh." Katanya sambil tertawa pura-pura malu.
"Ah, iya!"
Caramel lantas mengambil ponselnya dan memfoto cokelat Caramel yang menggunung di lokernya dan langsung saja ia mengirim gambar itu pada Vertur.
Annoying sister🍭 : Send a picture.
Annoying sisiter🍭 : Gue dapat cokelat banyak! Gila, enggak nyangka hari ini lebih banyak dari kemarin-kemarin Tur.
Vertur yang sedang berada di kelas, langsung membuka pesan yang baru saja masuk ke ponselnya. Ia mengerutkan keningnya melihat apa yang dikirim Caramel padanya.
"Jadi dari fansnya dia?" Gumamnya melihat gambar yang dikirim kepadanya.
Vertur menutup ponselnya, kemudian ia mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Dimana di bawah sana terdapat banyak murid yang sedang berolah raga.
"Gue salah sangka ya?" Gumamnya lagi.
Vertur menghelakan napasnya kasar. Kemudian ia pun memilih untuk tidur, tidak ingin memperumit pikirannya.
***
Bel pulang sekolah berbunyi. Para murid berbondong-bondong keluar kelas, menuju ke parkiran untuk mengambil kendaraan mereka. Begitu pula dengan Caramel dan Vertur. Keduanya berjalan beriringan menuju ke parkiran.
"Jadi lo percayakan?" Tanya Caramel sambil tersenyum penuh kemenangan.
Vertur mendengus tak suka. "Tapi tetap aja lo bohong. Semalam lo bilang beli bukan dikasih sama fans lo!"
Masih ingat aja dia!
"Memang. Yang semalam gue beli cuman dua. Selebihnya dari fans gue." Jawabnya kembali berdusta.
"Dan gue harus percaya?"
Jujur, sebenarnya sangat sulit untuk mempercayai Caramel, tapi di sisi lain Vertur mulai mempercayainya. Lagi pula, sangat mungkin jika Caramel hanya membeli dua dan sisanya dari orang lain.
"Ih, harus Vertur!"
"Terserah." Jawabnya cepat dan langsung masuk ke dalam mobil.
Caramel mengikuti Vertur untuk masuk ke dalam mobil.
"Harus percaya Vertur!"
"Kok maksa?"
"Habisnya lo nuduh gue yang enggak-enggak."
"Emang gitu? Gue enggak nuduh lo."
Caramel menggeram tertahan. "Lo nanya cokelat itu dari siapa. Itu artinya lo nuduh gue!"
"Gue cuman nanya."
"Tapi lo menyudutkan gue!"
Vertur mendengus kesal. "Sebenarnya gue menuduh apa menyudutkan elo sih?"
"Bisa enggak kalau ngomong itu yang jelas?"
"Harusnya gue yang ngomong gitu anjir!"
"Gue kakak lo Vertur!"
Cukup. Habis sudah kesabaran Caramel. Vertur memang sangat sulit untuk di lawan, tapi mau gimana pun Caramel yang akan selalu menang.
Vertur mencoba menenangkan dirinya. Mengambil napas dalam-dalam, lalu membuangnya secara perlahan.
"Iya gue percaya."
Caramel refleks memutar badannya menghadap ke Vertur.
"Lo bilang apa?"
"Gue percaya."
"Terus?"
"Terus apa?!"
Caramel memukul kepala Vertur kesal. "Maafnya mana?" Celetuknya.
"Untuk apa? Gue enggak salah."
"Lo udah enggak sopan sama gue."
"Bagian yang mana gue enggak sopan sama lo?"
"Tinggal bilang maaf aja apa susahnya sih?!"
Lagi, Vertur kembali mencoba untuk menenangkan dirinya.
Dia kakak lo Tur. Sabar. Sabar.
"Maaf."
"Apa?"
"Gue minta maaf!" Bentak Vertur tak terkontrol.
Bukannya marah, Caramel malah tertawa dengan kencangnya. Hal itu membuat Vertur kembali kesal. Pasalnya, Caramel pasti sangat menginginkan hal ini terjadi. Dirinya memang selalu kalah jika berdebat dengan Caramel.
"Ingat ya, Caramel itu kakak kamu. Walaupun dia lebih pantas jadi adik kamu, tapi dia kakak kamu. Kalau sekali saja mama lihat dia nangis atau ngadu sama mama, kamu mama sunat habis!"
Vertur bergidik ngeri membayangkan hal itu. Itu adalah perkataan mamanya ketika dulu ia pernah mendorong Caramel ke dalam kolam berenang dan ancaman demi ancaman terus ia dengar jika ia mengganggu Caramel kembali.
Sial.
"Gitu dong dari tadi. Jadi sayang deh sama Vertur." Katanya dengan manja sembari memeluk lengan Vertur mesra.
***