Sejak saat itu, tak lagi aku menganggap wanita yang duduk sambil memandang daun dengan raut muka tak peduli sebagai ibuku. Dan tak lagi hati ini mengakui bahwa laki laki yang memintaku untuk mengambil Buku Masa Depan putrinya sebagai ayahku. Dan untuk Mana, mungkin lebih baik untuk kita tak saling mengenal sahaja.
Ditengah rasa kesepian ini, hujan masih saja turun. Bukan untuk menghiburku, melainkan untuk menertawakanku. Kesedihan masih saja melingkupi hidupku, aku tak apa saat menerima itu, karena itu adalah takdirku sebagai pemilik dua buku masa depan. Tapi masih saja kucari informasi tentang apa yang sedang terjadi ditubuh ini. Masih saja kucari informasi tentang kutukan ini. Masih saja kucari informasi tentang Eiji yang telah pergi.
Hari demi hari berlalu, berlalu tanpa jeda seolah tak membiarkan diri ini untuk menghela napas. Kisah demi kisah kulalui, kesedihan demi kesedihan kulalui, tapi tetap saja aku merasa ada yang hilang, seolah aku telah meninggalkannya disuatu tempat.
Mungkin yang menghilang adalah hatiku, yang sirna adalah perasaanku. Tak lagi diriku dapat tertawa lepas, dapatkah kau tertawa saat semua yang kau perjuangkan dan semua yang harapkan menghilang? Hanya orang orang kuatlah yang melakukan hal itu. Rasa sedihku perlahan menjadi abu, simpati yang dulu selalu kumiliki kini perlahan menghilang karena terbakar kesedihan. Dengan berlalunya waktu, kurasakan diriku tak lagi menjadi manusia seutuhnya. Karena kehilangan hatiku, kurasa aku sudah menjadi moster yang takkan peduli pada orang lain lagi.
Akhir akhir ini aku sering sekali berjalan kesana kemari untuk mencari jawaban. Jawaban yang hilang dari pertanyaan "Siapa sebenarnya diriku?", "Kenapa aku dikutuk?","Pantaskah aku mendapat penderitaan itu?", "Apakah Eiji dapat menyembuhkan kutukanku?". Tapi tak ada jawaban yang kuperoleh. Bahkan aku sudah menanyakannya pada orang orang yang ahli dalam hal tersebut, tetap saja tak ada jawaban yang sesuai.
"Apakah kau tahu apa arti kutukan itu?" tanyaku suatu hati pada pemimpin di Dunia Lain.
"Nona pasti sedang bercanda, tak ada yang namanya kutukan yang nyata didunia ini. Itu hanya digunakan untuk menakut nakuti orang lain" dia menjawab pertanyaan konyolku dengan tawa yang terdengar renyah. Bahkan tak ada didunia ini yang mempercayai kalimatku.
"Apakah kau pernah melihat seorang remaja pria dengan rambut hitam panjang dan bermata merah? Kalau tidak salah namanya Eiji" tanyaku pada para penduduk Dunia Lain yang kukenal. Kuharap salah satu dari mereka mengerti siapa yang kubicarakan.
"Lelaki berambut panjang? Warna matanya merah? Dia pasti terkerna karma. Dia pasti sudah terkutuk" hanya itu yang kudapatkan dari bertanya tentang Eiji. Mereka berbisik bisik seolah Eiji adalah makhluk yang dibenci oleh semua orang. Padahal mereka baru mendengar ciri ciri tentangnya, tapi kenapa mereka memiliki kebencian sebesar ini terhadapnya?
Dan akhirnya tetap sama, tak ada yang menganggap serius kata kataku. Mereka berpikir mungkin aku orang gila atau apa, mereka tak percaya tentang Eiji dan tentang kutukan yang kuceritakan.
Hingga akhirnya aku menemukan sebuah petunjuk, satu satunya petunjuk yang mengarahkanku pada jawaban yang sebenarnya. Itupun kutemukan secara tak sengaja saat sedang jalan jalan.
"Hei, kamu dapat ramalan apa?" tanya seorang gadis tak jauh dari tempatku berdiri. Dia sedang mengobrol dengan teman sebayanya. Dengan wajah berseri seri dia bertanya, sedangkan temannya juga tak tak kalah senang.
"Aku dapat ramalan keberuntungan," ucapnya dengan raut muka bahagia. Disampingnya ada seorang gadis lagi, dia nampaknya tak sesenang kedua temannya.
"Jangan mudah percaya dengan ramalan ramalan tak jelas itu, paling itu cuma kebetulan saja" sambil memasang muka cemberut, dia mengatakan itu. Tapi kedua temannya yang lain hanya bisa menahan tawa melihat dirinya yang cemberut sendirian.
"Kamu bicara seperti itu karena mendapat ramalan sial kan? Masa kamu marah cuma karena itu" celetuk salah satu diantara mereka. Yang lainnya mengangguk sambil menutup mulut.
"Aku tak marah karena itu! Aku marah karena dia menipu kita semua! Dasar penyihir gadungan, bisa bisanya dia merampas semua uang kita! Lain kali aku pasti akan membongkar identitas penyihir itu! Biarkan semua orang tahu, lagipula memangnya benar benar ada sihir didunia ini?" perkataan panjang lebar keluar dari mulutnya. Lagi lagi yang bisa dilakukan kedua sahabatnya hanyalah menertawakan kemarahan kekanak kanakan gadis itu.
Tapi itu berbeda denganku. Sedari tadi aku mendengarkan percakapan tak jelas mereka dengan raut muka serius. Seketika telingaku berdiri tegak mendengar kata penyihir dan ramalan. Setidaknya dua kata itu mendekati apa yang kucari selama ini.
"Nona, bisakah kau memberitahuku dimana penyihir yang sedang kalian bicarakan?" tanyaku sambil menepuk bahu salah satu diantara mereka agar menghadap kearahku. Awalnya mereka menatapku bingung, tapi itu hanya sesaat karena tak lama kemudian.
"Jadi kau juga tertarik dengan hal seperti itu? Aku yakin kau pasti orangnya menarik" salah satu diantara mereka berseru antusias sambil memegang tanganku. Aku hanya bisa tersenyum tanpa kata, sepertinya mereka salah paham.
"Tak kusangka, selain kita berdua ternyata ada orang lain yang juga tertarik" kata salah satunya lagi. Merekalah yang tadi mendapat ramalan keberuntungan. Tapi berbeda dengan reaksi gadis yang mendapat ramalan buruk. "Astaga, lihatlah betapa banyak orang bodoh yang percaya ramalan itu" dia menghembuskan napas kesal karena melihat dua sahabatnya yang asyik denganku.
"Biarkan saja dia, dia masih kesal. Kalau kau bertanya arahnya, pergi lurus saja... Lalu bila bertemu simpang tiga maka kau hanya perlu belok kanan. Jalan beberapa langkah dari sana, kau akan langsung menemukan tempatnya" ucapnya semangat sambil menunjuk arah dimana aku harus pergi. "Kau akan langsung menemukan tempatnya, tempatnya terlihat misterius dan keren, seperti rumah seorang penyihir" tambah gadis disampingnya.
"Dan berhati hatilah karena ternyata penyihir itu palsu, kau takkan mendapatkan apapun jika mengunjunginya. Memangnya benar benar ada penyihir didunia ini? Itu hanyalah dongeng semata" lagi lagi gadis yang mendapat ramalan buruk berkata ketus yang langsung mendapat sikutan keras dari kedua temannya. Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkah mereka yang ceria, entah kenapa tiba tiba aku langsung teringat Mana.
"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu" ucapku sambil tersenyum dan melambaikan tangan. "Hati hati dijalan" balas mereka berdua. Lalu yang ketiga,"Hati hati nanti kau kena tipu" dengan raut muka memperingatkan. Dan sayangnya dua sahabatnya langsung menjitak kepalanya.