Dua remaja itu tertawa kecil sambil menuruni anak tangga. Sesekali seseorang menyapa Alzam dengan ramah lalu melenggang pergi. Basa-basi di lakukan kepada setiap anak populer di sekolah. Jika tidak populer, sudah jelas akan di asingkan, dan tidak di kenali oleh orang lain.
Apa lagi Ebi seorang siswi penerima beasiswa yang tidak memberikan prestasi pada sekolah. Tidak pernah mengikuti lomba, dan tidak pernah pula mendapatkan juara satu di kelas.
Gadis itu menoleh ke arah Alzam, memberikan senyuman ketika langkah mereka berhenti di depan kelas IPS.
"Nanti pulang sama siapa Ta?" tanya Alzam.
"Hm, kayanya nanti aku ngerjain tugas dulu deh Al. Abis ngerjain tugas baru aku pulang."
"Tugas apa sih Ta? Bukannya tiap pagi kamu sama aku ngerjain setiap tugas ya?" kening Alzam bertaut dalam.
Ebi menghela samar, senyumnya semakin lebar tanpa ada mimik wajah yang perlu di curigai.
"Ada tugas pokoknya, dari kemarin aku cicil ngerjainnya. Jadi, nanti jangan nungguin aku ya, kamu pulang sendiri aja!" jelas Ebi.
"Oke, take care ya Ta!" sahut Alzam sambil mengacak puncak kepala Ebi pelan.
Gadis itu mengangguk sebelum akhirnya melenggang pergi. Meninggalkan Alzam yang masih setia berdiri memperhatikan punggung kecil itu hingga duduk di tempatnya.
Cowok itu menghela panjang, tatapannya bertemu dengan manik mata cokelat milik Alfa. Membuatnya sedikit kesal, dan lebih memilih untuk pergi.
"Alzam ngapain?" tanya Alfa.
Ebi hanya meliriknya sekilas, kembali pada buku-buku tebal yang menurutnya jauh lebih menarik dari cowok itu.
"Na, alzam ngapain?" tanya Alfa lagi.
"Nganterin aku doang, terus nawarin buat pulang bareng," sahut Ebi tanpa menatap lawan bicaranya.
Cowok itu terdiam, memperhatikan gerak-gerik kedua tangan Ebi bersama buku-buku besarnya.
"Terus?"
"Terus apa?" kali ini gadis itu menoleh, tatapan lelah, dan kesal membuat Alfa sedikit terkejut.
"Lo kenapa? Gue ada salah apa sama lo?" tanya Alfa yang bingung.
"Kamu gak punya salah sama aku, cuman aku lagi kesel sama kamu."
"Iya, gue tanya lo kesel kenapa sama gue?"
"Kamu banyak nanya Alfa, aku lagi mau fokus ngerjain tugas bahasa Indonesia."
Tanpa membalas ucapan Ebi, Alfa langsung mengeluarkan buku tugasnya. Di berikan buku tipis itu pada Ebi, dan kembali fokus pada ponselnya.
Gadis itu terdiam, menatap buku tugas milik Alfa, dan pemiliknya secara bergantian. Tatapannya bingung dengan dahi yang bertaut tipis.
"Aku gak minta buat nyontek Alfa," ucap Ebi akhirnya.
"Gue yang nyuruh lo nyontek, gue yang ngasih tanpa nunggu lo minta," sahut Alfa yang masih fokus pada ponselnya.
"Kenapa? Kenapa kamu kasih padahal aku gak minta?"
"Biar lo gak capek Na, gue gak mau liat lo pusing cuman gara-gara tugas yang gak lo selesain semalem. Itu doang, gak ada yang aneh kan buat hari ini?" jelas Alfa sambil menatap lawan bicaranya, "Udah kerjain! Gue tahu lo sibuk semalem."
Ebi kembali terdiam. Ia tidak mau menyontek, ingin mengerjakan dengan usahanya sendiri, tapi waktu yang tidak memungkinkan. Membuatnya harus mau untuk mengambil alih buku yang sudah tergeletak di sampingnya itu.
"Makasih," ucap Ebi lirih.
Mendengar ucapan itu membuat Alfa tersenyum tipis.
Gadis itu mulai menyalin tugasnya dengan cepat. Sesekali melihat ke arah jam dinding, memastikan akan waktu yang dia miliki masih cukup banyak.
Terlalu panjang jawaban yang di tulis Alfa membuat Ebi mengantuk. Apa lagi ia merasa sedikit kesulitan untuk mencari jawaban lain agar tidak terlalu sama persis.
"Jawab aja Na, samain persis juga gapapa!" ucap Alfa tiba-tiba.
Ebi menggeleng cepat, memberikan buku tugas Alfa sambil berkata, "Engga, itu gak boleh. Nanti guru tahu, terus aku di hukum."
"Gak akan."
"Kok bisa?"
"Soalnya nanti gue gak ngumpulin tugas."
"Mana boleh kaya gitu, nanti kalau kamu di hukum gimana?"
"Cuman lari doang, apa susahnya sih?"
"Ih! Alfa, tetep aja gak boleh!"
"Woy! Di suruh ke kelas seni sama pak anas, udah di tunggu!" teriak Andy lantang, berdiri di ambang pintu kelas.
Seluruh siswa yang ada di dalam kelas itu segera berlari keluar, terkecuali Ebi. Ia hendak keluar, tapi Alfa mencegahnya agar gadis itu keluar bersama dengannya tanpa perlu merasa terburu-buru.
"Santai aja, gak akan kiamat kalau jalan santai!" ucap Alfa.
"Tapi nanti gak dapet meja!"
"Kata siapa? Banyak meja Na, gak mungkin gak kebagian."
"Biasanya aku gak kebagian," sahut Ebi lirih.
"Minta di jitak satu-satu anaknya udah bikin lo bolos kelas," sahut Alfa.
Ebi langsung mendongak dengan kedua mata yang membulat, "Kamu ini kenapa sih? Suka banget main fisik."
"Abisnya mereka ngebuat gak adil sama lo."
****
Ini kali ketiganya ia menghela panjang. Menopangkan dagu pada telapak tangan kirinya sambil terus memperhatikan benda pipih berwarna hitam itu.
Alzam merasa bosan, kelas kosong dengan teman-teman yang tidak asik membuatnya ingin segera pergi meninggalkan kelas, dan bermain bersama Ebi. Namun, itu semua hanya angan, karena hari ini jadwal milik gadis itu sangat padat.
Terlalu banyak jadwal, dan tugas sekolah membuatnya harus menahan diri untuk bertemu dengan Ebi. Alzam takut menjadi beban untuk gadis itu. Konsentrasi yang seharusnya bisa terbagi dengan rapi menjadi buyar jika dia ikut masuk ke dalam urusan Ebi.
"Sayang?"
Suara familiar itu membuat kedua bola mata Alzam memutar. Lagi-lagi gadis yang tidak di inginkannya datang dengan kedua antek-anteknya yang sama sekali tidak berguna.
"Kelasku juga lagi jam kosong loh Al, gimana kalau kita pergi aja? Ke mall, atau nonton konser? Aku punya dua tiket buat nonton film hari ini," ucap Stella begitu semangat setelah duduk di atas meja milik Bobby.
"Gue gak mau," sahut Alzam tanpa menatap lawan bicaranya.
"Kalau gitu temenin aku belanja aja yuk! Aku udah bosen di sekolah, pengen pergi berduaan sama kamu."
"Gue sibuk, sama yang lain aja!"
"Ih! Gak mau, aku maunya sama kamu!"
"Stella, lo udah di gituin masih aja ngarep sama Alzam. Udah sama gue aja, apa pun yang lo pengen bakal gue turutin!" sahut Anang yang sok ganteng itu.
Stella menatapnya sinis, dan kembali memberikan senyuman manis pada Alzam yang jelas-jelas tidak meliriknya sama sekali.
"Ayo! Dong sayang kita pergi, nanti pulangnya kita dinner bareng sama mama kamu, terus orang tua aku juga," bujuknya.
Alzam mendengus, menatap Stella kesal, "Gue udah bilang engga, lo paham bahasa yang gue pake gak sih? Kenapa sih lo ngejar gue terus? Gue capek!"
"Soalnya gue cinta sama lo!"
"Itu bukan cinta, itu bukan cinta Stella!"
"Ini cinta Alzam, lo aja yang udah gak cinta sama gue. Gue tahu lo suka sama nerta, tapi ini hak gue buat terus perjuangin cinta lo," jelas Stella kesal.
"Gue minta udah, cukup sampai di sini! Jangan bikin hati lo tambah sakit, tolong pinter dikit!" ucap Alzam sebelum melenggang pergi meninggalkan kelas.
"Gue gak akan nyerah!!"