Chereads / Sang Amurwa Bhumi / Chapter 13 - 13. Kekacauan

Chapter 13 - 13. Kekacauan

Padmasari yang melihat kelakuan aneh Andika hanya bisa memandangnya heran. Ia sama sekali tidak bisa berkutik ketika melihat anaknya tantrum seperti saat ini. selama ini hanya Minah yang bisa mengendalikannya, namun Minah sedang cuti karena akan menikah.

Sudah satu pekan ini Minah pulang kampung ayahnya sakit keras dan ia terpaksa dinikahkan dengan pemuda pilihan ayahnya yang selama ini merawat ayahnya saat sakit. sementara hati Minah hanya terpaku pada Amurwa. Namun apa hendak dikata, nasi sudah menjadi bubur dan Minah hanya bisa menurut pada keinginan orang yang sudah membesarkannya selama ini.

"Kamu kenapa, Sayang?"

Padmasari mencoba mendekati Andika yang masih menutup tubuhnya dengan selimut. Andika yang endapatkan sentuhan mamanya hanya diam sembari mengibaskan tangannya, mengusir Padmasari agar tak mengurusi kepentingannya. Padmasari yang tahu bagaimana sikap Andika akhirnya menyerah. Ia sama sekali tidak mau mengusik privacy Andika, namun melihat anaknya dalam kondisi terpuruk, Padmasari benar-benar trenyuh.

"Sayang, apa yang terjadi padamu? Jangan siksa Mami seperti ini. jawab pertanyaan Mami, dong, Nak. Mami menyayangimu sepenuh hati, masa kamu tidak tahu?"

Andika membuka sedikit wajahnya dan mulai menatap Padmasari yang duduk di depannya. ia sangat kasihan pada wanita yang sudah melahirkannya namun ia sama sekali tidak mau wanita itu sakit hati.

"Maafkan Dika, Mami. Dika benar-benar tidak bisa menerima Papi yang selalu menyakitiku selama ini. Dia-dia kini sedang di luar kamar, tapi aku yakin sekali kalau papi tidak akan menghiraukan aku yang berlari menghindarinya."

"Terus?"

"Mi, aku ingin menemui Uncle di bawah, tapi di tangga aku melihat papi mendekat. aku takut lalu berlari. Papi benar-benar menyeramkan, Mi. Ampun aku sama sekali tidak mau membuat kemarahannya memuncak seperti dulu."

Padmasari mengangguk. ia paham benar bagaimana rasanya terabaikan. Kalau orang lain yang mengabaikan mungkin Padmasari akan memakluminya. Saat ini yang mengabaikannya adalah keluarga sendiri. Orang yang seharusnya mengayomi dan melindungi, memberi kasih sayang dan memperhatikan kepentingan keluarga. Bukan hanya memberi harta dan uang serta sangkar emas namun lalai dalam membangun keluarganya.

"Apakah kau sama sekali tidak merindukan Papi?"

Andika dan Padmasari yang masih saling menguatkan terpana menyaksikan kehadiran Tuan Kusuma di kamar itu. Mereka saling pandang, lalu menggeleng bersama-sama. Melihat keduanya menggeleng, Tuan Kusuma melotot. Nyaris saja ia banting pintu karena merasa ditolak oleh dua orang keluarganya.

"Baiklah kalau begitu. itu berarti aku harus memberi hukuman kepada orang yang kalian cintai. Bryan"

"Ya Tuan."

"Pecat Minah sekarang juga. Jangan beri ijin dia bekerja di sini dan jangan sampai ada keluarga yang mau menerima tenaganya sampai kapanpun."

Padmasari dan Andika saling pandang untuk kedua kalinya. Mereka tersenyum tipis seolah mencibir kebodohan Tuan Kusuma yang selalu tidak peduli dengan lingkungan sendiri.

Melihat senyum di kedua wajah anak dan istrinya, Tuan Kusuma memandang Bryan, seolah bertanya ada apa dengan mereka.

"Ampun Tuan, Minah sudah pulang ke kampung halaman."

"Apa? Siapa yang menyuruhnya pulang? Mengapa tidak ada pemberitaan padaku kalau dia keluar dari rumah ini?"

Bryan menarik napas dalam. ia sebenarnya frustrasi mendengar ucapan Tuan Kusuma yang seolah menyalahkan dirinya yang tak memberi laporan tentang keluar masuk pelayan. Bryan ingin mengatakan kalau dia sudah membuat laporan namun sampai hari ini tidak respon dari Tuan Kusuma. Bryan ingin memprotes, namun ia yakin, bukan menyesali kekeliruannya, Tuan Kusuma pasti akan menyalahkannya.

"Mengapa diam, Bryan? Apakah semua orang di rumah ini memang sudah menganggap kalau aku ini sudah tidak ada?'

Bryan menunduk. ia sama sekali tidak ingin mengucapkan kalimat bantahan karena bekerja dengan Tuan Kusuma sudah membuat dirinya stress dan kehilangan kesempatan bersama dengan keluarganya. Ia sudah berusaha untuk memberikan yang terbaik, namun tetap saja tidak ada yang benar di mata laki-laki itu.

"Bryan."

"Ma-maaf, Tuan. Sebenarnya saya sudah membuat laporan. Tapi sampai hari ini belum ada jawaban dari Tuan Kusuma Yang Terhormat. Kondisi ayah Minah sudah sangat parah dan mereka mendesak agar mengijinkan Minah pulang, Tuan. Saya mohon maaf melangkah tanpa persetujuan Tuan."

Tuan Kusuma memandang Bryan lalu memandang Padmasari dan Andika yang masih saling peluk, menguatkan satu sama lain seolah dia adalah monster mengerikan yang mampu menghancurkan mereka kalau tidak berpelukan.

"Kalian apa-apaan ini? Kau ingin membuatku gila melihat sikapmu selama ini kepadaku?"

"Sikap yang mana yang membuat Tuan Kusuma Yang Mulia gila? Aku merasa telah memberikan perhatian lebih kepada suamiku, namun apa yang aku terima sungguh di luat ekspektasiku. Aku diabaikan dan sama sekali tidak diperhatikan. Aku bisa apa? Aku ini siapa aku juga lupa."

Plak

Sebuah tamparan mendarat di wajah Padmasari. Andika menderit dan mencoba mengelus wajah mamanya yang memerah. Andika menatap wajah papanya mencoba membela mamanya namun ia segera menundukkan kepala. Ia tahu tidak akan ada gunanya melawan Tuan Kusuma. Ia sudah merasakanamukan papanya dan ia sama sekali tidak ingin mengulanginya.

"Kau bahkan selalu memakai tanganmu yang bersih itu untuk menamparku, Tuan. Apa salahku selama ini? Apa karena aku telah menjadi beban dalam hidupmu?"

Tuan Kusuma mengangkat tangannya mencoba menampar Padmasari kembali namun tangannya segera dicekal oleh tangan kekar milik Bryan.

"Lepaskan tanganku, Bryan. aku sama sekali tidak suka kalau ada orang luar campur tangan urusan keluargaku."

"Mohon maaf, aku memang orang luar, tapi ijinkan aku membela orang yang teraniaya oleh laki-laki arogan seperti Tuan. Aku tidak akan mentolerir seorang laki-laki yang melakukan kekerasan kepada wanita dan anak-anak walaupun wanita itu istri Tuan sendiri."

"Kau berani melawanku? Amurwa!"

Suara Tuan Kusuma yang menggelegar di ruangan atas membuat semua pelayan yang sedang melakukan tugasnya diam tak bersuara. Mereka sudah paham apa yang sedang terjadi dengan tuan mereka. Bryan segera berdiri di tengah-tengah antara Padmasari, Andika dan Tuan Kusuma. Ia rela membentengi kedua manusia lemah dan rela menjadi korban. Ia sudah tidak memikirkan resiko apapun yang akan dia terima nanti.

Amurwa yang masih berdiri di tempatnya, menunggu kehadiran Andika merasakan hawa aneh. Ia melangkah menuju rumah utama dimana Tuan Kusuma dan keluarganya sedang bertengkar di atas. Langkahnya mantap menaiki anak tangga dan mendekati kamar Andika. Ia pandang semua orang yang sedang ada di sana, sambil mempelajari situasi yang terjadi saat ini. Ia tidak ingin salah langkah. Niat hati ingin menyelamatkan yang lemah, jangan sampai membuat yang Kuat menginjak-injak harga dirinya.

"Apakah ada yang bisa kubantu?"

Semua yang sedang bersitegang di kamar Andika memandang ke arah Amurwa yang berdiri gagah di depan pintu. Tuan Kusuma yang merasakan ada hawa hangat masuk ke ruangan tersebut menunduk. Ia tidak ingin mengambil resiko terlalu banyak karena ia tahu yang datang saat ini ke kamar mereka adalah Sri Rajasa.