"Oh iya pa, tidak apa-apa. Aku dan Bu Evelin belum lapar." Sahut Sinto.
"Baguslah kalau begitu, tunggu sebentar lagi ya Nak." Balas Pak Bramana Putra.
Setelah pembicaraan itu ponselnya segera di tutup olehnya. Sedangkan Sinto pun baru menutup ponselnya, tahu-tahu sudah berdering lagi. Ia pun segera menerimanya.
Terdengar suara di seberang sana, ternyata suara mama Resty, "Halo Sinto, mama minta maaf ya. Karena papa kamu itu keterlaluan sekali, masa tiba-tiba rapat mendadak sih."
"Iya mama engak apa-apa kok." Sahut Sinto.
"Sudah dulu ya Sinto." Ucap mama Resty lagi.
Setelah pembicaraan benar-benar putus, "Wah, wah. Wanita itu sungguh-sungguh perhatian sekali ya." Kata Bu Evelin sambil mencibirkan bibirnya.
"Cemburu?!" goda Sinto sambil mencibirkan bibir pula.
Evelin langsung refleks mencubit lengan Sinto, ia pun berpura-pura kesakitan.
Ketika Bu Evelin memegang lengan yang ia cubit itu, kelihatanlah bahu belakang kiri Sinto berdarah.
Dengan wajah khawatir Evelin berkata, "Sinto, bahu kamu itu berdarah. Untung aku lihat, jika Pak Bram yang lihat mau bicara apa kita nantinya."
"Hayo lekas buka bajumu. Aku bersihkan dulu lukanya." Kata Evelin sambil mengambil perban dan botol alkohol.
Ia pun segera membersihkan luka tersebut, "Untung pelurunya tidak sampai menembus lenganmu Sinto." Ucap Evelin lagi.
"Terima kasih Anda sudah mengkhawatirkan saya." Ucap Sinto pelan.
"Nah, lukanya sudah bersih. Sebaiknya tuan muda mandi dulu. Setelah itu baru kita perban." Kata Evelin memberi saran.
"Mayat orang itu sudah di sembunyikan ke dalam kamar mandi, atau sebaiknya kita masukkan ke dalam karung dan kita geletakkan saja di jalan." Kata Sinto memberi usul.
Ia pun berjalan menuju ke kamar mandi. Begitu ia membuka pintu kamar mandi itu, betapa terkejutnya Sinto.
"Loh, mayatnya mana!" katanya setengah berteriak.
Bu Evelin yang baru saja hendak membuat laporan ke atasannya, terkejut mendengar teriakan Sinto. Sambil bergegas masuk, "Ada apa Sinto?"
Karena Bu Evelin terburu-buru, ia terpeleset dan hampir saja menubruk tubuh Sinto. Dan ia hilang kendali, tetapi dengan sigap Sinto menangkapnya. Sehingga wajah mereka begitu dekat, termasuk bibir mereka berdua.
"Inikah yang di namakan jatuh cinta?" tanya Sinto dalam hatinya.
Lalu ia teringat kembali akan mayat itu, maka dengan cepat ia menarik tubuh Evelin untuk berdiri tegap kembali. Mau tidak mau Sinto merasakan dadanya yang bertemu dengan dada wali kelasnya yang sekaligus anak buahnya. Bersamaan dengan itu kedua bibir mereka pun menyatu.
"Aku tidak boleh jatuh cinta kepada tuanku." Ucap Evelin kepada dirinya sendiri. Ia pun perlahan-lahan menarik dirinya dari tubuh Sinto.
Sinto juga merasakan hal yang sama, lalu katanya sambil menunjuk ke atas plafon kamar mandi itu, "Sepertinya para penyusup tahu betul denah bangunan ini, termasuk kamarku. Buktinya dia berhasil membawa kabur temannya lewat atas itu."
Selesai berkata demikian, Sinto pun segera naik ke atas plafon melalui pintu dan sedikit bertumpu ke pinggiran bak mandi. Begitu ia angkat tubuhnya ke atas plafon tersebut, tampak para penyusup itu baru bergerak menuju sebuah kendaraan yang diam tak jauh dari bangunan tersebut. ia memicikkan matanya, samar-samar ia melihat nomor pelat kendaraan tersebut. "B 3573 HD!" ucapnya dengan sedikit berteriak. Maksudnya agar Bu Evelin mengingatnya juga.
Tetapi setelah Sinto turun, "Tuan bicara apa?" tanya Bu Evelin ragu.
Sinto hanya tersenyum. Lalu katanya kepada Bu Evelin, "Anda mau mandi lagi bersamaku?"
Di tanya seperti itu wajah Evelin langsung wajahnya memerah dan ia segera berlari keluar.
Melihat itu Sinto tertawa pelan. Ia pun segera membasuh diri. Ketika lukanya terkena air ia menahan nafas agar tidak berteriak. Akhirnya selesai juga dia mandinya.
Selesai mandi ia langsung keluar dan melihat Bu Evelin sedang memeriksa di laptopnya.
"Kamu sedang periksa apa?" tanya Sinto langsung duduk di sebelah bu Evelin.
"Nomor yang tadi kamu kasih ke aku. Kamu pikir, aku tidak tahu dan tidak hafal ya." Ucap Bu Evelin sambil mencibirkan bibirnya.
"Iya deh, dirimu memang the best dah dalam semua hal. Beruntung kalau aku jadi..." Sinto langsung diam tidak melanjutkan kalimat perkataannya.
"Jadi apa?" desak Evelin sambil menyenggol bahu Sinto dengan bahunya.
"Jadi apa ya.." ucap Sinto pelan dan kali ini wajahnya yang terlihat memerah.
"Hayo, jadi apa ya..." ucap Evelin sambil menoleh ke arah Sinto dengan tatapan mesra.
"Jadi pasangan hidup." Ucap Sinto pelan lalu menundukkan kepalanya.
Mendengar itu, Bu Evelin agak terkejut dan ia memegang kedua tangan anak itu, dan ia mendekatkan bibirnya ke bibir Sinto.
Baru saja mau menyatu tiba-tiba mereka berdua di kejutkan dengan bunyi klatson mobil dengan kerasnya.
Mereka berdua langsung tertawa saat itu juga. Dan Sinto pun bergegas turun, "Pasti papa." Ucapnya sambil lari.
Sesampainya di bawah ia melihat sebuah mobil diam tak bergerak, pintunya pun tidak tampak terbuka. Melihat hal itu firasat Sinto mengatakan, "Sepertinya ini bukan papa."
Kemudian ia bergerak perlahan-lahan maju hingga pintu kaca rumah yang seperti di mal itu.
Sinto memperhitungkan segala kemungkinan. Walaupun dia sudah berada di balik pintu orang-orang yang berada di dalam kendaraan tersebut tidak turun juga.
Ketika ia sedang mengamati, tampak Bu Evelin turun sambil bertanya, "Sinto siapa mereka?"
Sinto segera memberikan tanda agar ia segera menunduk.
Evelin pun ikut menunduk dan tidak berani datang mendekat, karena juga di cegah oleh Sinto dengan tanda dari tuan mudanya itu.
Akhirnya setelah yakin, Sinto pun segera keluar dengan membawa senjata andalannya yaitu double stick. Ia melakukan gerakan koprol sehingga pintu depan rumah seperti mal tersebut segera tertutup kembali.
Setibanya di depan di dekat kendaraan tersebut, tetap tidak ada reaksi apa pun.
Sinto penasaran, ia mengelilingi kendaraan tersebut, yang saat bersamaan Bu Evelin kebetulan melihat ada lampu di bawah kendaraan tersebut.
Melihat lampu kecil berwarna merah yang kedap-kedip itu tahulah ia, kalau di dalam kendaraan tersebut ada bomnya.
Evelin segera berlari keluar dan segera menarik tangan tuan mudanya menjauh dari kendaraan tersebut sambil berkata, "Tuan muda, di bawah kendaraan itu ada bomnya."
Mendengar itu, malah Sinto segera menepis tangan Evelin sambil berkata, "Di dalam kendaraan tersebut ada Pak Bram dan keluarganya. Aku harus menyelamatkan mereka semua."
"Tapi bagaimana caranya." Kata Evelin ragu dan bingung.
Justru yang menenangkan adalah Sinto sendiri dengan berkata, "Tenang, tarik nafas dulu perlahan-lahan." Ucapnya sambil memberi contoh. Mau tidak mau Bu Evelin mengikutinya.
Mereka menarik nafas perlahan beberapa kali.
Setelah Bu Evelin sudah terlihat tampak tenang. Sinto mencoba menjelaskan kepada Evelin, "Aku akan coba ke bawah kendaraan ini dan mencari kabel sensor bomnya."
Sinto pun mulai merangkak ke bawah kendaraan tersebut berbekal pisau lipat yang ada di sakunya.
Begitu ia tepat di bawah bom tersebut, ia melihat sisa waktunya tinggal dua puluh menit lagi.
"Gila, aku harus menjinakkan bom ini dalam waktu dua puluh menit. Caranya saja aku belum pernah tahu." Gumamnya pada diri sendiri.