"Nah, tadi itu aku mau beritahu ke kamu sebelum kedatangan mobil yang ada bom di bawahnya." Ucap Evelin sambil menyalakan laptopnya lagi.
"Hayo kita makan dulu saja. Sudah lapar." Ajak Sinto sambil membuka bungkusan makanannya.
Begitu di buka, "Apa ini?" tanya Sinto bingung.
Melihat makanan yang di buka oleh Sinto, Bu Evelin tertawa pelan lalu katanya, "Jauh amat ya dari masakan jepang ke masakan padang."
"Ini masakan padang?" tanya Sinto dengan gembira.
"Lah, kok kamu terlihat senang di belikan masakan padang." Ucap Evelin sambil ikut membuka makanannya sendiri.
"Lumayan kan jadi irit. Uangku masih sembilan milyar sembilan ratus juta sekian lagi di pak Bram." Ucapnya sambil menyuap makanannya sendiri.
"Hati-hati pedas loh." Kata Bu Evelin mengingatkan. Kemudian matanya kembali beralih ke laptopnya.
Sesaat kemudian Evelin berkata, "Nomor mobil itu, adalah mobil sewaan. Mobil rental." Ucap Evelin sambil mengernyitkan dahinya.
"Bisa ke lacak ngak ya. Siapa yang memiliki rental kendaraan tersebut, lalu kita tanyakan siapa penyewanya." Kata Sinto memberikan arahan kepada Evelin.
"Bisa saja sih di lacak siapa yang punya rental kendaraan tersebut, tetapi mereka pasti tidak mau memberitahukan siapa yang menyewanya." Jelas Evelin kepada Sinto.
"Beda ya dengan di Jepang. Kalau di sana untuk sebuah kejahatan pasti akan di beritahu siapa yang menyewa kendaraan tersebut." kata Sinto lagi.
"Bukan Beda sayang. Di sini masalahnya yang kena teror adalah rumah Pak Bramana. Nah mau apa tidak orang itu lapor ke polisi untuk menyelidik siapa yang sewa kendaraan dengan nomor ini, sedangkan Pak Bramana sendiri tidak ada di rumah. Hanya kita berdua saja, nanti Pak Bramana akan bilang kalau kita berdua mengada-ada soal teror itu." Kata Bu Evelin menjelaskan duduk permasalahannya kepada Sinto atasan dan juga sekaligus muridnya itu.
Protes Sinto, "Tadi jelas-jelas kendaraan tersebut berada tepat di depan rumahnya sendiri. Sedangkan dia berada di jalan tepat mau masuk ke dalam pekarangan rumahnya. Masa sih ia tidak melihat dengan jelas kendaraan tersebut."
"Jangan-jangan dia malam berencana hendak membunuhmu Sinto." Kata Evelin dengan nada curiga.
"Tidak mungkinlah. Kalau dia hendak membunuhku, apa untungnya. Kalau mau, dari kemarin saja ketika aku dan paman Kotaro turun dari pesawat. Mereka menghabisiku." Ucap Sinto sambil menggelengkan kepalanya.
"Sudah di habiskan dulu makannya. Setelah itu tidur. Sudah hampir jam dua pagi." Kata Bu Evelin mengingatkan dirinya.
"Tapi." Protes Sinto.
"Tuan Muda, kalau tuan muda sayang sama saya tuan muda harus dengarkan saya." Kata Evelin dengan suara tegas.
"Iya, iya." Kata Sinto sambil cemberut.
Selesai makan dia benar-benar naik ke atas pembaringannya.
Lalu ia menoleh ke arah Evelin yang saat itu sedang memperhatikan dirinya.
Kemudian tanyanya kepada Bu Evelin, "Gimana kisah kelanjutan saudara ayahku si kenjiro itu, apa hubungannya dengan kematian ayahku serta paman Kotaro." Tanya Sinto yang memancing-mancing pembicaraan.
Mendengar itu Evelin hanya menarik nafas saja lalu dia malah merebahkan dirinya di sofa. Setelah sebelumnya semua ia rapikan dulu.
Kemudian ia mengambil selimut dan sebuah bantal dan di bawa menuju Bu Evelin.
Melihat itu ia sedikit terharu, baru ia hendak mengatakan terima kasih. Sinto terlebih dahulu berkata, "Ini perintah atasan terhadap bawahannya. Sebaiknya kamu tidur di kasur sana. Biar aku yang tidur di sofa.
"Baiklah." Kata wanita itu mengalah dan merebahkan tubuhnya di atas kasur yang berukuran besar.
****
Menjelang pagi sekitar pukul empat pagi, di tengah malam Bu Evelin terbangun karena anak itu rupanya mengigau memanggil-manggil, "Ayah! Ayah! Ibu! Kalian jangan tinggalkan aku."
Bu Evelin pun mengguncang-guncangkan tubuh anak itu agar bangun dari mengigaunya
Begitu Anak itu terbangun, Shinto langsung masuk ke dalam pelukan Bu Evelin.
Tak lama kemudian di depan kamar terdengar suara Bu Resti memanggil-manggil, "Shinto! Shinto! Kau baik-baik saja kan."
"Ah Ibu. Aku baik-baik saja Bu. hanya mimpi buruk." sahut Shinto dari dalam.
Masih dari luar kamar, Resty agak sedikit protes kepada Evelin.
"Evelin. Seharusnya Kau bisa jaga di dengan baik di dalam kamar itu. Kan Kamu guru wali kelasnya." Ucap Bu Resti dengan nada menyalahkan wanita itu.
"Maaf Bu." ucap Bu Evelin dengan nada yang terdengar tidak enak.
Tetapi Shinto membela wanita yang kini menjadi sahabatnya itu dengan berkata, "Bu. jangan salahkan Bu Evelin. Aku yang terlalu ke bawa perasan Bu."
"Baiklah kalau begitu. Cobalah tidur lagi. Nanti jam enam pagi kamu sudah harus siap-siap berangkat ke sekolah lagi." Pesan Mama Resty
"Baik Bu." balas Shinto.
Setelah tidak terdengar suara Bu Resty. Shinto yang masih mendekap di pelukan wali kelasnya. Menatap wajah dan mata wanita itu.
Mereka saling menatap satu sama lain.
"Aku tahu apa yang kamu pikirkan." Ucap Bu Evelin sambil tersenyum.
"Memangnya, Ibu tahu apa yang Aku pikirkan saat ini?"
Bu Evelin segera mengambil laptopnya dan segera menyalakannya.
Setelah itu, ia mencari saluran berita televisi langsung dari Jepang.
Akhirnya ketemu juga. Kebetulan sekali berita itu masih membicarakan tentang kematian ayah Shinto yang bernama Kenjiwa itu.
Tetapi, sekali lagi. Belum ada satu pun yang mengaku sebagai kelompok yang bertanggung jawab atas kematian Ayah Sinto itu.
Melihat berita itu, Sinto terlihat kembali merasa sedih. Pada saat ia sedang memikirkan semuanya. Tiba-tiba ia dikejutkan dengan ponselnya yang berdering. Muncul nomor yang tidak Ia kenal sama sekali.
"Angkat saja Shinto. Eh maaf Tuan Muda. Mungkin itu telepon penting." Kata Bu Evelin menasihatinya.
Shinto pun segera menekan tombol on pada ponselnya.
"Halo." terdengar suara wanita di seberang sana.
"Mama." seru Shinto dengan haru. Ketika ia dapat mendengar kembali suara mamanya itu.
"Nak. Maafkan mamamu ini, Mama dengan terpaksa menggunakan nomor lain. Agar tidak terlacak, tetapi mama hanya boleh sebentar saja berbicara denganmu. Kamu baik-baik saja di sana? Bagaimana perlakuan paman Kotaro. Apakah Dia baik denganmu? Dan juga keluarga Bramana Putera. Apakah mereka baik semuanya. Terhadap dirimu?"
"Ma. Aku baik-baik saja. Paman juga baik-baik saja. Ma, waktu itu ada berita. Kalau mobil yang mama naiki saat kembali dari bandara. Kendaraan itu ditembaki pula oleh sekelompok orang. Apakah mama baik-baik saja? Dan apakah mereka juga yang telah membunuh Ayah."
"Terima kasih atas perhatianmu, Nak. Mobil ayah itu mobil anti peluru. Jadi orang-orang itu tidak dapat mencelakakan kami berdua. Untuk pelakunya sampai saat ini belum ada yang mengakuinya. Oh iya sudah dulu ya. Nanti kalau kamu tidak bisa bicara dengan mama, kamu cari Pamanmu yang bernama Gintada, ya. Beliau saat ini sedang bersama mama." Belum sempat memberi tahu nomor telepon paman Gintada, pembicaraan mereka sudah langsung terputus.
Shinto segera kembali berusaha mencoba beberapa kali menghubungi nomor yang masuk tadi. Tetapi sia-sia. Karena mesin operator telepon itu terus mengatakan, "Nomor yang Anda hubungi tidak terdaftar."
"Ada apa Shinto?" tanya Bu Evelin ketika melihat wajah anak itu berubah sedih lagi.