Hingar bingar klub malam Medieval terdengar sampai keluar. Klub yang dimiliki oleh salah satu kembaran pengusaha terkenal King adalah salah satu yang terbesar di New York. Turis, pendatang bahkan warga New York dari pengusaha, selebriti, olahragawan bahkan politisi semua berlomba untuk bisa masuk ke sana.
Langkah kaki seorang pria keluar dari balik salah satu pintu belakang klub malam itu berjalan melewati koridor yang diawasi oleh beberapa orang anggotanya. Ia berjalan melewati sedikit kubangan air bekas rembesan pipa air atau mungkin hujan memang turun tadi sore. Entahlah, Medieval menyajikan surga dunia 24 jam non stop tanpa jeda.
Sekali seseorang masuk ke dalam klub itu maka ia bahkan tak akan menyadari pergantian waktu, cuaca, bahkan hari sekalipun. Tapi pria itu tetap keluar dari klub maha megah itu dengan raut wajah tak bersahabat sama sekali.
Di depannya, beberapa orang anggota gangster sudah menunggunya. Ia berhenti tepat di depan salah satu pria yang menyebut dirinya sebagai pemimpin SRF (Sanchez Reign Freedom) dari Meksiko. Jumlah mereka makin bertambah di belakang pria yang berjanggut dan berjambang cukup lebat itu. Ia memandang pria di depannya dengan pandangan angkuh.
"Escuché que puedes hablar español?" (Aku dengar kamu bisa berbahasa Spanyol) ujar si pemimpin SRF. Pria berambut pirang di depannya hanya diam dengan pandangan dingin.
"No!" (tidak) jawabnya berbohong masih menatap tajam. Wajahnya memang tak seperti orang Spanyol meskipun sesungguhnya benar.
"Kami tidak menjual kokain di sini. Lebih baik kalian cari tempat lain saja!" pria yang mengaku sebagai pemimpin SRF itu lantas tertawa sambil terbahak.
"Klub sebesar ini? Rasanya tidak mungkin!" pria berambut pirang itu memilih untuk tak mau banyak bicara. Ia berbalik dan berjalan lagi menjauh dari orang-orang itu.
"Berhenti ..." ujar pemimpin SRF itu lagi.
"DIJE ALTO!" (aku bilang berhenti) sambil melepaskan peluru tepat mengenai lantai blok tempat pria berambut pirang itu tengah berjalan. Ia pun berhenti tapi tidak menoleh ke belakang lagi. Sekarang ia tahu bahwa pria di belakangnya tengah menodongkan senjata ke kepala belakangnya.
"Aku akan membunuhmu sekarang!" pria berambut pirang itu sebenarnya sedang kesal. Ia tahu kelompok SRF sedang tak mengincar wilayah narkoba tapi sebuah daftar rahasia yang mereka buru bertahun-tahun.
"Aku tidak akan pernah memberikan wilayah ini pada kalian!" ucap si pria pirang itu lagi. Tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan yang ditarik dengan paksa ke koridor itu. Si pria berambut pirang langsung berbalik karena ia kenal benar suara gadis itu.
"Lepaskan dia!" ujar si pria rambut pirang dengan keangkuhan di wajahnya yang memudar.
"Kenapa? Kamu kenal dia?" sebuah senjata ditodongkan pada kening gadis itu. Dengan mata tertutup dan tangan terikat, gadis itu tak bisa melihat siapa di depannya.
"Lepaskan dia, dia tidak ada hubungannya dengan ini!"
"Kak Jupiter!" panggil gadis itu dengan nada ketakutan meraba-meraba suara yang ia dengar. Pria pirang itu tak menjawab.
"Jadi benar kamu adalah Jupiter King, pemilik klub Medieval?" pria yang dipanggil Jupiter itu tak menjawab. Ia lebih memilih langsung mengeluarkan senjata dan menembak cepat tiga orang di depannya sekaligus.
Suasana seketika kacau saat dua anggotanya ikut dalam perkelahian dan penembakan tersebut. Kesempatan itu diambil oleh si pirang untuk menarik si gadis bersamanya. Dengan tangan terikat, gadis itu ditarik oleh si pirang keluar dari koridor sambi ia terus berkelahi lalu menembak.
"Ayo!" mereka keluar dari koridor dan mulai berlari di jalan sambil berpegangan tangan. Bukan adegan romantis tapi lebih seperti adegan kejar-kejaran mempertahankan nyawa yang bisa melayang karena desingan peluru.
"KEJAR MEREKA!"
Si pirang itu menarik si gadis masuk ke sebuah lorong gelap. Entah terlalu bodoh atau lugu, si gadis tak terpikir untuk menarik penutup matanya sama sekali. Ia menurut saja ditarik ke sana kemari dengan kasar. Sampai tubuhnya di dorong ke balik sebuah tembok dengan tangan si pirang menghalangi perutnya.
"Kak, Putri takut!" gumam si gadis sembari terengah.
"Ssstt ... jangan bicara, Dek!" desis si pirang memperingatkan gadis itu. Tangan gadis itu hendak membuka penutup matanya tapi tangannya kemudian dicekal oleh si pirang.
"Lebih kamu gak liat apa pun. Kakak akan bawa kamu pergi dari sini!" sambung si pirang itu lagi memperingatkan. Lebih baik ia tak tahu sedang bersama siapa sekarang atau melihat desingan peluru di sekitar.
Si pirang mulai melepaskan tembakan saat anggota SRF mendekat. Setidaknya pelurunya berhasil membuat mereka tak meringsek lebih dekat.
Tangan gadis itu menggenggam erat tangan kekar yang tengah memegangnya. Entah apa yang dipikirkannya, di tengah kekalutan seperti itu, ia malah memeluk pria yang tengah menolongnya.
"Ayo!" ajak si pirang itu lagi. Sempat menyelamatkan diri, ia kemudian dihalangi oleh kelompok kedua. Kali ini moncong senjata berasal dari salah satu pria yang sangat di kenal si pirang.
"Andy!" gumam si pirang pelan. Pria itu sedikit menyengir dengan ujung bibirnya lalu menembaki anggota gangster yang tengah mengejar si pirang. Beberapa anggota gangster yang mendekat lantas makin mendekat lalu menembak dan hal yang tak diinginkan pun terjadi. Saat si pirang tahu jika gadis yang sedang dibawanya akan ditembak jadi ia berbalik agar si gadis tak terkena.
Sayangnya peluru itu meluncur cepat melewati pundak si pirang dan tembus serta bersarang pada tubuh si gadis.
"NNOOO!" si pirang dengan panik berteriak. Matanya melihat pada pria bertato yang tengah menolongnya.
"Bawa dia pergi, CEPAT!" sahut pria bertato itu.
Si pirang tak membuang waktu untuk menarik gadis itu dengan menggendongnya sambil berlari menjauh. Ia tak peduli jika bahunya tengah terluka meskipun darahnya sudah membasahi separuh tubuhnya. Sampai ia tak kuat lagi dan akhirnya berhenti di sebuah klinik perawatan hewan.
Dengan rasa panik dan takut kehilangan, ia menggedor pintu klinik hewan tersebut dengan keras. Seorang dokter hewan wanita lantas keluar dan membesarkan matanya. Si pria tak meminta ijin masuk. Ia langsung meringsek ke dalam membawa gadisnya masuk.
"APA-APAAN INI!" teriak dokter hewan itu sambil mengikuti pria yang langsung masuk ke dalam tempat praktiknya. Dokter itu langsung menutup mulut dengan kaget saat melihat gadis yang dibawa pria itu. Gadis itu adiknya.
"Apa yang udah kamu lakuin, Ares!" hardiknya pada pria yang menyelamatkan adiknya. Tubuhnya penuh darah yang bercampur satu sama lain.
"Tolong Mila ... tolong aku! Putri tertembak! Tolong!" pinta si pirang memohon dengan air mata yang jatuh. Dokter itu lantas membantu menaikkan adiknya ke atas ranjang.
"Jaga dia, aku ambil peralatan dulu! Sadarkan dia, jaga jantungnya jangan berhenti!"
Pria itu lantas mendudukkan gadis yang selalu ia cintai itu di depannya. Sambil terengah dengan kedua tangan yang terkena bercak darah ia memegang kedua pipi gadis yang bernama Putri itu. Ia pun ikut membuka penutup mata Putri.
"Lihat Kakak, Sayang. Bangun ... jangan tutup mata kamu! Tolong ..." si pirang mulai menangis. Putri kehilangan banyak darah tapi saat itulah ia membuka matanya perlahan.
"Kak ... A-Ares ... " gumamnya pelan menyebut nama si pirang.
"Iya, sayang. Ini Kak Ares," bisik Ares lalu mencium bibir Putri dengan lembut. Sementara Mila yang berdiri di depan pintu membesarkan matanya melihat adiknya, Putri Alexander dicium oleh mantan cinta pertama Mila, yaitu Ares Cirillo King.