Sinar matahari yang menembus gorden tipis jendela kamar Sari, membelai wajahnya sehingga memaksa ia membuka mata. Sari duduk terdiam mengumpulkan nyawanya yang separuh masih di alam mimpi, perlahan ia meregangkan sendi-sendi tubuhnya yang kaku.
'kok jadi sakit-sakit gini ya' ringis Sari saat meregangkan otot-ototnya.
Ia beranjak dari kasur mungilnya yang setia menjadi alas baginya, dan merapikan sprei pink bermotif hati kesukaannya, hari ini hari senin yang berarti hari libur untuk mereka semua.
Badan Sari terasa pegal semua, entah karena jarang berolahraga atau karena tersentuh angin malam tempat jahanam semalam, sepertinya hari ini ia akan setia pada kamar kecilnya ini dan bermalas-malasan.
'hmm.. mas Abra lagi ngapain ya, kangen.' desah Sari melihat kontak nama bertuliskan pangeranku pada ponselnya.
Hari ini hari libur Sari, ia berharap bisa bertemu dengan Abra melepas rasa rindu yang sudah seminggu menyiksanya, tapi ia hanya bisa menunggu Abra yang mengajaknya, karena ia tak punya keberanian untuk mengungkapkan kerinduannya pada Abra.
Drrt..drtt..drtt
Ponsel Sari bergetar, tampak bacaan Pangeranku memanggil di layar.
'pucuk dicinta ulam pun tiba,' gumam Sari tersenyum dan segera meraih ponselnya.
"Hallo," ucap Sari malu-malu.
"Hai Sari, baru bangun ya?" goda Abra di seberang sana.
"Nggak kok sudah dari tadi," Sari tersipu malu.
"Ah masa, biasanya cewek itu kalau tau akan libur pasti bangunnya siang," Abra masih menggoda Sari.
"Haha…. Mas tahu aja ya, jadi malu." Refleks Sari menutup mulutnya dengan tangan.
"Ya tau dong… eh tapi semalam ga begadang kan?" Lanjut Abra.
Deg.. Sari terkejut," eh.. itu ya gak lah mas," Sari terpaksa berbohong.
"Iya bagus, mas ga suka ya kalau pacar mas tidurnya larut malam," Abra menasihati Sari.
Sari terdiam dan merasa bersalah karena telah membohongi laki-laki yang menjadi kekasihnya saat ini ' maafin aku uda bohong ya mas' gumam Sari dalam hati.
"Sari.. Sari.." Abra memanggilnya.
"Eh iya mas, maaf"
"Yasudah, mas mau ngecek usaha mas dulu ya," Abra mematikan sambungan telepon.
"Oke mas."
Sari tak ingin mengulangi kesalahannya membohongi Abra, Sari ini memang bucin ya, kalau sudah sayang sama satu orang, ya bakal sayang banget dan susah untuk berpaling hati.
Tak terasa hari semakin siang, Sari segera beranjak dari singgasananya, ia pun mulai gerah dan risih akan aroma tubuhnya sendiri, biasanya kalau libur ia akan memulai ritual luluran dan creambath rumahan demi menjaga kecantikannya.
Satu jam lebih Sari bersemedi di kamar mandi, hari ini karena di rumah saja, ia cukup mengenakan tanktop putih dan hotpant pink nya saja.
"Duh laper euy," Wati memegang perutnya yang keroncongan.
"Iya ihh, makan apa ya enak?" Sahut Ica.
Sari asyik dengan ponselnya, entah melihat sosial media atau ia sedang balas chat seseorang, tiba-tiba Sari bergegas keluar dari rumah.
"Lho mas, kamu bawa apa?" Sari terkejut namun bahagia melihat sang pujaan hatinya di samping tembok asramanya.
"Sssttt.. sini, mas bawain makan siang buat kamu sama teman-teman," Abra menunjukan beberapa kotak makanan siap saji.
Sari tersenyum bahagia, ia merasa tersanjung akan perhatian Abra padanya. Segera Sari mengambil kotak-kotak makanan itu.
"Eitss.. kok buru-buru sih" Abra menghentikan langkah Sari.
"Kenapa mas," Sari heran akan tingkah kekasihnya ini.
Abra mengambil kotak-kotak di tangan Sari dan meletakkan di atas meja teras, lalu ia kembali menuntun Sari ke samping tembok.
"Emang ga kangen ya sama mas,? Goda Abra sambil memegang kedua tangan Sari.
Sari tersipu malu," emang nggak," jawab Sari.
Abra langsung cemberut mendengar jawaban Sari dan ingin segera pulang meninggalkan Sari, tapi Sari menahannya segera.
"Gak sedikit mas, tapi banyak."
"Kamu ya, uda berani candain mas ya," Abra mencubit hidung Sari manja.
Mereka pun saling tatap, mengungkapan kerinduan masing-masing, tiba-tiba..
Cup..kecupan ringan mendarat di bibir merah Sari.
"Maaf ya nggak bisa lama-lama, mas ada kerjaan hari ini," Abra memberi pengertian kepada Sari.
"Iya mas, lagian takut ada yg keluar tiba-tiba, lihat mas disjni," sahut Sari.
Sari masuk ke dalam dengan wajah sumringah, bagaimana tidak obat penawar rindunya baru saja ia konsumsi.
"Heii kamu bawa apa tu?" Tanya Wati
"Ini makan siang buat kita," jawab Sari
"Habis dari mana?" Tanya Ica heran.
"Itu tadi dibeliin sama customer langganan aku, ni ambil kita makan siang," ajak Sari.
Sari membawa makanannya ke dapur untuk segera disantap, sementara Ica bergegas keluar rumah memastikan siapa yang baru saja mengantar makanan.
'Abra' desis Ica melihat mobil Abra yang sudah hampir dua meter dari rumah.
'ada hubungan apa Sari sama Abra ya' Ica makin penasaran.
Ica tak puas atas dugaannya, ia berencana menyelidiki hubungan Abra dan Sari sebenarnya, bukan karena cemburu, tapi Ica merasa kalah saing dengan Sari yang bisa dekat duluan sama Abra, jiwa playgirlnya merasa tertantang ingin merebut perhatian Abra.
Biasanya ia bisa meluluhkan hati lelaki dengan keseksian dan kemanjaannya, tapi kali ini ia didahului Sari gadis pemalu yang polos dibandingkan dia.
Diam-diam Ica sudah menyiapkan dirinya untuk pergi keluar sendiri hari ini.
"Mau kemana ca, dah rapi aja?" Wati menyapa Ica.
"Keluar sebentar ketemu teman," ica segera meninggalkan Wati.
"Hati-hati ca" Sari berteriak karena Ica yang pergi tanpa pamitan.
*Cafe Abra*
Ternyata Ica mendatangi salah satu cafe milik Abra, rupanya ia mencari tahu keberadaan cafe Abra dari sosial media, dan kebetulan Abra baru saja update status kalau ia sedang berada di cafe itu.
"Mas aku mau rasa tiramisu ya satu" suruh Ica ke salah satu karyawan di tempat itu.
"Oke" jawab karyawan lelaki itu.
Ica asik menikmati minuman tiramisu yang manis, seperti tampilannya saat ini, namun target utamanya bukan minuman ini melainkan bertemu Abra.
Abra nampak keluar dari ruangan pribadinya, ia memang cukup simple dengan kaos abu-abunya dan celana jeans nya ia sudah menawan karena memang wajah dan badannya yang menunjang.
Ica merapikan rambutnya, dan memastikan penampilannya sudah oke saat kelak bertemu dengan Abra.
Abra yang hendak keluar dari cafe tak sengaja melihat Ica yang sendirian di sudut sana, dan Ica pun tersenyum melihat Abra dan melambaikan tangannya.
Sebenarnya Abra malas mendekati Ica, karena Abra teringat sikap Ica yang over agresif saat di pantai itu, namun ia tak enak hati bagaimanapun Ica adalah karyawan kakaknya, yang berarti dia sebagai adik harus menghargai karyawan kakaknya itu.
"Hai ca, udah lama," tabya Abra basa-basi.
"Lumayan mas,"
"Lho yang lain kemana, kok gak ikut?" Tanya Abra.
"Pada tidur tadi mas, aku ga biasa tidur siang jadinya pergi sendiri, " ica menghisap kembali minumannya.
"Naik apa tadi?"
"Naik ojek mas,".
Abra serasa menyesal menanyakan itu, sama saja membuka peluang Ica untuk bisa pulang bersamanya.
"Saya duluan ya, atau kamu…"
Belum selesai bicara Ica langsung menyambung perkataan Abra, " kalau saya nebeng boleh gak mas?" Ica berdiri meraih tasnya.
"Ya boleh, boleh kok.. " Abra pasrah.
Ica bukan gadis yang jelek atau tak menarik, hanya saja Abra lebih merasa tertantang saat mendekati gadis yang pemalu, pendiam dan polos seperti Sari, ya meskipun harus diakui Ica tak kalah menarik dibanding Sari.
Sepanjang perjalanan Ica selalu memandang Abra yang fokus menyetir, entah mengapa Ica sangat terobsesi akan bibir menawan Abra, dan Ica sangat ingin merasakan pelukan hangat dari tubuh Atletis Abra.
"Mas.. kapan-kapan berenang yok!" Ajak Ica.
Ica tipe gadis percaya diri, yang berani mengungkap keinginannya dan mengharuskan keinginannya terwujud.
"Oh.. ya.. boleh nanti ya saya atur jadwal dulu," jawab Abra.
"Janji ya mas," pinta Ica manja.
"Boleh, tapi kamu kasih tahu dulu teman-teman yang lain mereka suka berenang atau gak?" Sahut Abra.
"Aku maunya kita berdua aja mas yang berenang, gak sama mereka," jawab Ica
"Oh..itu..anu.. oke..nanti saya atur," Abra tergagap akan perkataan Ica.
'yes' akhirnya aku bisa berduaan sama Abra, lihat aja nanti akan aku buktiin ke Sari kalau aku juga bisa dekat sama Abra, kalo aku uda rasain gimana hangatnya pelukan mas Abra, terserah deh Sari mau dekat atau gak sama Abra, bukan urusan gue lagi' desis Ica dalam hati kecilnya sambil tersenyum sinis akan rencananya.