Beberapa bahan makanan sudah siap di meja dapur, semalam sebelum pulang mereka menyempatkan diri berbelanja kebutuhan masak hari ini, iya 'empek-empek' makanan khas palembang yang menjadi menu masakan mereka hari ini.
"Bahannya sudah lengkap semua kan?' Dita membuka plastik belanjaan diatas meja.
"Aku sih gak paham, tanya Wati yang ahlinya!" sahut Sari yang masih mencuci piring.
Iya ternyata chef kita hari ini Wati, waw diam-diam Wati punya bakat terpendam pandai memasak lho.
"Uda lengkap kok," Wati memulai aksinya.
Sari dan Dita takjub melihat kesigapan Wati menyiapkan dan mencampur bahan demi bahan.
"Kamu kok jago si ti, kan kamu orang jawa?" Tanya Sari.
"Iya aku jawa, tapi mboku orang palembang jadi aku sering diajakin bikin makanya aku paham". Jelas Wati.
"Keren bisa jualan ni kayanya," goda Dita.
Ica tampak baru keluar dari kamarnya dengan penampilan rapi, tak lupa parfum melati khas yang sangat disukainya.
"Mau kemana ca?" Tanya Wati.
"Pergi ada janji sama teman dari seminggu yang lalu," jawab Ica.
"Lo ga bantuin kita masak ca?" Tanya Dita.
Ica tersenyum, "maaf ya aku gak bisa, sisain aja nanti ya hehe," Ica segera pergi.
"Hati-hati ca," Sari berteriak.
Ini kesempatan langkah untuk Ica, saat teman-temannya asyik memasak ia akan berjumpa dengan Abra, sesuai janjinya menemani Ica berenang.
Ternyata Ica sudah menyusun rencana, kalau ketiga temannya itu berkunjung ke rumah saudara Dita sehingga tak bisa ikut berenang bersamanya dan Abra.
Tak sulit bagi Ica, karena tak mungkin Sari menghubungi Abra, karena Ica tau betul sifat Sari yang pemalu dan pendiam.
'Abra mana sih lama banget,' gumam Ica yang sudah tak sabar menunggu kedatangan Abra.
Dengan wajah sumringah Ica segera menaiki mobil Abra yang menjemputnya, ia merasa senang karena rencananya berduaan dengan Abra hari ini berhasil.
*Di kolam renang*
Ica begitu percaya diri tampil dengan bikini marun yang menempel di tubuhnya kini, ia mengikat rambutnya menjadi satu agar tak mengganggunya saat berenang kelak.
Suasana kolam renang nampak nyaman dan tenang, karena memang mereka memilih tempat yang cukup pribadi agar tidak terganggu oleh keramaian orang lain.
Ica menikmati matahari pagi yang memanjakan dirinya, sambil ia memainkan sebagian kakinya yang tergenang air. Takjub.. mungkin itu yang Ica rasakan saat ini, terperangah akan keindahan laki-laki yang hanya memakai celana renang di depannya ini.
Ia tak berkedip saat Abra menampakkan diri di depannya, tubuh atletis dan warna kulit eksotis begitu indah dipandang, Ica hanya menelan ludahnya.
"Ca kenapa yang lain gak ikut?" Tanya Abra.
"Mereka pergi ke rumah saudaranya Dita mas, udah ku ajak tapi gak mau?" Jawab Ica berbohong.
Abra sedikit kecewa karena Sari tak jadi ikut, namun ia tak ingin mengekang kemana Sari hendak pergi, selagi itu masih bersama temannya dan tidak mengganggu hubungan mereka.
"Mas, ayo kita berenang!" Ajak ica menarik tangan Abra.
Kini mereka asyik berenang di kolam yang jernih itu, namun Abra asik sendiri, sepertinya ia memang suka berenang terlihat ia sangat menikmati dan memanfaatkan kesempatannya bisa bermain air hari ini.
Wajah Ica mulai bosan, ia merasa tak diacuhkan oleh Abra, memang ia sudah berhasil pergi bersama Abra, namun ia belum berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan, Ica pun mulai memikirkan bagaimana caranya agar bisa berdekatan dengan Abra.
"Mas minum dulu," ajak Ica membawakan nampan yang berisi dua orange jus dan beberapa cemilan yang bisa menemani mereka saat santai.
Ica memilih tempat menyerupai pondok disudut dekat kolam itu, Abra pun menghampirinya dan menyeduh minuman yang disiapkan Ica.
'apa-apaan si Ica, gak bisa dia memakai handuknya saat duduk bersamaku,' desis Abra dalam hati.
Tanpa diminta, Ica kini tengah memijat mijat pundak Abra dengan lembut. Abra tampak menikmati sentuhan Ica hingga tak sadar kini ia telah terbaring di pondok itu.
Sentuhan Ica semakin tak jelas, kini ia menyentuh bagian leher dan wajah Abra, dan tak lama Ica sudah terbaring di samping Abra dan memeluk tubuh Abra yang dihiasi bulir-bulir air bening.
"Mas pasti dingin kan, aku peluk ya biar hangat," Ica berbisik tepat di telinga Abra.
Abra yang merasakan hembusan nafas Ica di telinganya tiba-tiba terasa bergetar, belum sempat ia menjauhkan dirinya, Ica lebih dulu membungkam bibir pucatnya dengan hangat.
Abra merasakan hasratnya bergetar dan membuat badannya merinding, terlebih saat Ica menjadikan leher Abra fantasi bagi indra perasanya. Tak dipungkiri Abra terbawa suasana, ia pun menerima dan merespon belaian demi belaian dari perempuan penggoda di depannya ini.
'akhirnya aku bisa merasakan hangatnya bercinta denganmu mas, tinggal sedikit lagi,' desis Ica tersenyum menarik sudut bibirnya saat Abra kehilangan kendali menikmati bagian tubuh ica yang berhiaskan anting di pusarnya.
'ayo mas.. terus..sedikit lag!,' desah Ica yang terbuai akan sentuhan Abra, bahkan kini ia nampak terpejam dan siap membukakan kedua kakinya, tiba-tiba Abra menghentikan cumbuannya.
"Kenapa mas?" Ica nampak kesal akan hasratnya yang menggantung.
"Maaf ca, aku hilang kendali."
Abra membuang pandangannya ke arah langit, ia terbayang wajah Sari saat mencumbui Ica, tapi untung dia segera sadar kalau yang di depannya ini bukan Sari. Sementara Ica menatap sinis pada punggung Abra, 'sial padahal sedikit lagi,' titah Ica kesal.
Tok..tok.. Ica mengetuk pintu kamar Sari, ia mempersilahkan Ica masuk, walaupun kadang ia kesal dengan tingkah Ica, tapi Sari tetap bersikap ramah dan asik kepada Ica, ia tak ingin hubungannya dengan Abra menjadi perusak pertemanannya, jadi sebisa mungkin ia menyingkirkan rasa cemburunya.
"Kamu dari mana ca tadi? Kok ga ngajak-ngajak sih," ledek Sari.
"Aku berenang sama mas Abra."
Mata Sari sedikit membesar mendengar nama Abra, namun ia tetap tenang seolah tak masalah baginya Ica pergi dengan siapapun.
"Abra itu romantis juga ya ri, dia ngajakin aku berenang di kolam yang bagus banget, dan itu hanya kita berdua," Ica memulai aksinya memanasi hati Sari.
Deg..dada Sari terasa sesak, ia merasa Abra hanya mempermainkannya, ia berusaha membendung air mata yang memenuhi pelupuk matanya.
"Sekarang aku udah gak penasaran lagi sama Abra, soalnya aku udah tau gimana rasanya mesraan sama dia hahaha," Ica menceritakan kemenangannya.
"Maksud kamu ca?" Sari bingung.
"Ia kemarin aku sempat kesal karena kamu bisa dekat duluan sama Abra, dan aku ga terima donk, jadinya aku gas dehh biar tau rasanya bercinta duluan sama dia," kali ini tertawa Ica lebih keras.
Sari terdiam kesal, tak habis pikir kenapa temannya ini begitu mudah bermesraan dengan laki-laki termasuk laki-laki tak dikenal di diskotik dulu, tapi ada sedikit perasaan legah karena Ica tak menginginkan hubungan lebih bersama Abra.