Tetapi, dengan cepat Nara Dega ikut-ikutan bersin juga, sehingga ia mampu mengelabui jenderal besar yang hampir curiga.
"Tunggu, Jendral Besar. Suara itu ada di sekitar sini!" sahut Sersan Dal Mi dengan cepat.
Tapi beruntung saat itu Pratu Nara Dega sedang terserang flu. Bahkan ia terus saja bersin dan mampu membuat argumen bahwa yang bersin adalah dirinya, bukan Saukilla.
"Maafkan saya, Jenderal besar, Kapten Sean dan yang lainnya, saya harus undur diri sebentar untuk menghangatkan tubuh. Sepertinya saya terserang flu dan ini benar-benar menyiksa," kata Pratu Nara Degs. Ia tidak berdusta rupanya, memang sebenarnya ia benar-benar sedang terserang flu akibat dinginnya salju.
"Oh jadi kamu yang bersin?"
"Benar, Jenderal besar, mohon izinkan saya untuk undur diri sebentar."
"Baiklah-baiklah, segera hangatkan dirimu di sauna arang. Jangan lupa minum minuman hangat, istirahat yang cukup karena Abdi negara tidak boleh sakit, Kamu paham!" Kelakar Jendral Besar tersebut.
"Paham, Jenderal besar!"
Tak lama kemudian, Jenderal besar pun meninggalkan kamar milik Kapten Sean. Tidak dengan Sersan Dal Mi yang masih mematung di tempat. Ia pun masih tidak yakin jika yang baru saja bersin adalah pratu Nara dega.
'Aku yakin jika Kapten Sean tengah menyembunyikan perempuan itu disekitar sini!'
Sebelum Serda Dal Mi menyusul jenderal besar, Ia pun menyempatkan diri untuk berujar pada Kapten Sean.
"Saya yakin jika perempuan itu pasti ada di sekitar sini. Saya akan terus menunjukkan keburukanmu pada jenderal besar," kata Serda Dal Mi dengan air muka penuh emosi.
Praka Renjana pun menyahut, "Sudahlah, sebaiknya Anda lekas pergi dari sini. Anda bisa kami tuntut atas dasar penuduhan sesuatu tanpa bukti. Seharusnya Anda bisa lebih hormat pada Kapten Sean!" gertak Praka Renjana. Kemudian Sersan Dal Mi mendengus kesal.
"Bagaimana saya bisa hormat jika Kapten saja tak memberi contoh baik!"
"Sebaiknya Sersan Dal Mi segera tinggalkan kamar saya. Ini adalah waktu istirahat untuk team kami, mohon melaksanakan atas dasar senior dan bawahan," pinya Kapten Sean.
Merasa diserang oleh mereka, Sersan Dal Mi pun gegas meninggalkan kamar tersebut. Usai Sersan Dal Mi menjauh, ketiga prajurit Kapten Sean pun ikut bergabung.
Mereka begitu mengkhawatirkan keadaan perempuan itu, mengingat tidak adanya ventilasi udara di ruang bawah tanah milik Capt Sean.
"Kapten Sean, perempuan itu sudah lebih dari tiga puluh dua menit berada di ruang bawah tanah," kata Praka Renjana.
"Astaga! ini benar-benar gawat. Lekas bantu saya menaikkan perempuan itu." Sahut Kapt Sean seraya membuka pintu ruang bawah tanah.
Benar saja rupanya, Killa tampak terkulai lemas, Kapten Sean baru menyadari jika ruang bawah tanahnya tidak memiliki penerangan. Ia pun bergegas membawa perubahan itu naik ke atas dengan sedikit kewalahan.
"Kapten Sean, bagaimana ini, apakah perempuan tersebut meninggal?"
"Tidak, dia masih hidup. Hanya saja kekurangan oksigen."
Pratu Chic Ko pun menyahut, "Lantas apa yang harus kita lakukan. Sepertinya perempuan ini bukan dari Korea Selatan, agaknya dia berasal dari Indonesia. Yang saya takutkan jika perempuan ini belum mampu beradaptasi dengan udara dingin hujan salju."
"Benar, Kapten. Bisa saja perempuan ini mengalami hipotermia," sahut Hwang Jung Min.
"Lihat saja, sekujur tubuhnya begitu dingin serta bibirnya pucat pasi," lagi, Hwang Jung Min bersua
Ucapan ke empat prajuritnya membuat Kapten Sean berpikir, ucapan Chic Ko serta Hwang Jung Min memang ada benarnya. Lantas untuk mencari oksigen serta penghangat rasanya tidak mungkin, karena Desa militer tersebut yengah diselimuti hujan salju yang begitu lebat.
"Lantas apa yang harus saya lakukan?" Kapten Sean pun mendadak blank jika dihadapkan dengan perempuan.
Kelima pria tersebut pun terdiam, mereka saling bersitatap. Memang baru pertama itu mereka dihadapkan dengan seorang perempuan yang tengah berperang melawan maut.
Namun keheningan, tak berlangsung lama saat Praka Renjana bersua.
"Berikan saja perempuan ini napas buatan!"
"Siapa yang akan memberikannya?" tanya Pratu Chic ko.
Mereka berempat saling bersitatap, kemudian mengarahkan satu tatapan pada Captain Sean. Perasaan tidak menentu pun menyelimuti dirinya, dia yang introvert harus dihadapkan dengan kerumitan ini.
"Captain Sean. Ya, Captlah yang harus memberikan napas buatan kepada perempuan ini."
Iya pun tercengang, "Kenapa harus saya?"
"Kalau saya jelas tidak mungkin, Capt. Larena saya sudah memiliki kekasih di Indonesia sana," kata Praka
Renjana berdalih. itu memang benar, kemudian ketiga prajurit lainnya juga memberikan alasan.
"Kalau Kami bertiga rasanya tidak mungkin juga, Kapten. Sebab usia Kami lebih muda dari perempuan ini. Rasa-rasanya ia seumuran dengan Anda."
Mereka berlima masih berdiskusi hingga tak menyadari Killa tengah dalam bahaya. Bibirnya kian berwarna pucat pasi, badannya gemetar serta ia hendak melepaskan pakaiannya. Mungkin hipotermia yang ia alami sudah memasuki tahap bahaya atau di mana kesadaran seseorang tersebut hilang.
Serta adanya sugesti lain dari dalam diri.
Tanpa menunggu lama lagi, Kapten Sean pun gegas memberikan napas buatan untuk Saukilla. Ia benar-benar tidak habis pikir jika takdir membawanya ke jalan seperti ini.
Setelah detak jantungnya kembali normal, tugas Kapten Sean pun belum juga usai. Ia harus menormalkan suhu tubuh Saukilla yang hampir hilang kendali. Killa bahkan hampir melepaskan pakaiannya sendiri, ia terus berkata panas dan gerah.
Hipotermia kerap kali dijuluki sebagai pembunuhan secara diam-diam namun mematikan. Saat Saukilla hendak melepaskan pakaiannya, kelima pria tersebut sontak berteriak.
"Nona! Jangan lakukan itu! Kapten Sean, lekas lakukan sesuatu!" seru Hwang Jung Min.
"Tolong siapkan teh hangat serta ramen ya. Saya akan membawa perempuan ini menuju Sauna Arang." Dalih Kapten Sean, ia pun gegas membopong tubuh Saukilla seraya berlari.
Setibanya di sauna arang, Saukillla tak juga sadar. Rupanya upaya tersebut tidak berhasil sehingga membuat Kapten Sean semakin panik. Dan mengingat segala ilmu alam yang pernah ia dapat.
"Aku tidak mungkin melakukan hal tersebut untuk menyelamatkan nyawa perempuan ini. Bagaimana pun juga itu akan melanggar hukum dan aturan," kata Kapten Sean.
Ke empat serdadunya pun tiba, mereka membawa teh hijau hangat serta ramen seperti yang di pesan oleh Kapten Sean. Killa, ia dudukkan sejenak, kemudian Kapt Sean membantu perempuan tersebut untuk menegak teh hangatnya.
"Bagaimana, Captain? Apakah berhasil?" tanya Hwang Jung Min. Kapten Sean pun bergeleng kepala.
Saya pernah mendengar cerita dari kekasih yang ada di Indonesia. Rekannya pernah mengalami hipotermia kala di puncak gunung Argopuro, dan mereka pun memeluk tubuh korban dengan sangat erat. Pun ada lagi kata kekasih saya, yakni dengan cara membuat korban hipotermia terangsang," jelas Praka Renjana dengan serius.
Mereka yang ada di sana mulai bertanya-tanya dengan apa yang baru saja didengar. Kapten Sean pun tentu akan berpikir dua kali kala harus membuat Killa terangsang. Ia pun membatin.
'Membuatnya terangsang?'
"Memang kenapa harus membuat korban terangsang?" tanya Pratu Hwang Jung Min penasaran. Pertanyaan tersebut mewakili rasa penasaran pada diri Kapten Sean.
"Setahu saya, saat manusia mulai terangsang maka suhu dalam tahap akan naik drastis. Terlebih bagi seorang perempuan ia akan lebih cepat mengalami kenaikan suhu tubuh kala kulitnya disentuh. Rangsangan-rangsangan itu kemudian akan berubah menjadi rasa hangat. Tapi, penjelasan benarnya entah bagaimana. Yang jelas seperti itu, Kapten."
Kondisi Saukilla menjadi tak terkontrol, ia tak lagi mampu merespon sentuhan atau pun suara dari luar. Ke lima pria tersebut semakin panik, tak lain halnya dengan Kapten Sean. Hanya ialah satu-satunya harapan untuk menyelamatkan nyawa Saukilla.
"Suhu tubuhnya kian meningkat, Kapten!" Seru Pratu Hwang Jung Min.
"Nona!"
"Nona!" seru Pratu Chic Ko.
"Nona, kau bisa mendengar suaraku?"
Pratu Chic Ko pun menatap Kapten Sean. Dari tatapan pria tersebut, Pratu Chic Ko amat sangat ingin menolong perempuan yang diselamatkan oleh Kapten Sean. Pratu Chic Ko pun menatap lekat wajah Kaptennya.
"Kapten, kita tidak bisa hanya berdiam diri seperti ini. Jika terus berasumsi tanpa aksi, rasanya kurang etis. Ini nyawa seseorang, jelas sudah kita belum mengetahui asal-usul. Barangkali, ada seseorang atau keluarga yang menantinya." Tutur Pratu Chic Ko. Pria yang dua bulan lagi menginjak dua puluh delapan tahun.
Pratu Chic Ko kembali bersua, "Jika kalian semua keberatan, maka izinkanlah saya untuk merangsang Nona ini, Kapten."
Rasa tidak rela dan cemburu tiba-tiba saja datang memenuhi relung hati Kapten Sean. Awalnya, ia berat hati untuk merangsang pertumbuhan itu, namun lain lagi ceritanya saat Pratu Chic Ko menawarkan diri untuk melakukan hal itu.
"Tidak. Biarkan saya saja."
"Saya akan menolong perempuan ini." Ujar Kapt Sean seraya cekat membopong tubuh kurus Saukilla.
Ia kembali berjalan tegap dengan langkah cepat. Kapten Sean menuju kamarnya lagi, Setibanya di sana Kapt Sean segera menidurkan Saukilla yang tengah kedinginan.
Kapt Sean termenung sejenak, ia hanyut dalam pikiran sendiri. Namun, tangannya mulai tergerak untuk melepaskan seragam dinas lapangannya. Pelan, Kapt Sean menindih tubuh Saukilla dengan dada polos tanpa benang.
"Maafkan saya, saya tidak ada maksud lain selain menolongmu," ujarnya.
Suhu dingin dalam tubuh Saukilla benar-benar menembus hingga pori-pori kulitnya. Kini, tangan kekar seorang Sean Dewa Anggara sudah menjelajah ke jengkel tubuh Saukilla.
Lima menit sudah berjalan, Rupanya usaha Kapten Sean membuahkan hasil juga. Killa mulai menggeliat dengan mata terpejamnya. Tanpa sadar, perempuan tersebut mulai mendesah halus, tangannya juga membalas menggerayangi tubuh Sean.
"Kapten Sean, apakah ini kamu?"
"Kapten?" seru Saukilla kembali.
Kapten Sean agaknya mulai terbawa oleh arus rangsangan tersebut, apa lagi saat pakaian yang dikenakan Saukilla mula dilepasnya. Ia masih diam, namun tangannya tak berhenti bergerilya.
"Kapten Sean?" seru Saukilla lagi.
"Ah, Kapten, dingin sekali."
Usai mereka berdua polos tanpa sehelai benang, Kapten Sean pun gegas memeluk tubuh polos Saukilla dengan erat, perempuan itu pun merasakan kehangatan dari efek rangsangan.
Kesadaran Saukilla mulai berdatangan, ia tak lagi merasakan dingin seperti tadi. Namun tubuh polos seorang pria yang tengah memainkan lidahnya pun membuat Saukilla terkejut.
"Apa kau Kapten Sean?" tanya Saukilla.
Namun Sean tak menimpali, ia sudah jauh terangsang sehingga hendak melakukan penyatuan pada diri Saukilla.
"Apa yang hendak kau lakukan padaku?" tanya Saukilla saat milik Sean hendak menerobos gawangnya.
_ Bersambung _
kasih banyak atas apresiasinya terhadap karya ini Love you All dan see you next part.