Chereads / Marriage with Soldier / Chapter 12 - 12. Ahjussi Sayang

Chapter 12 - 12. Ahjussi Sayang

"Ahjussi, perutku terasa sakit." Kata Saukilla seraya memegang perutnya.

Kemudian Kapten Sean yang tengah memasak ramen serta tteokgalbi atau yang kerap disapa daging iga bakar pun menoleh ke arah perempuan tersebut. Memang, sejak tadi Saukilla terus memegang ujung kemeja loreng milik Kapt Sean.

"Itu karena kau belum makan sama sekali."

"Tapi Ahjussi, lihatlah ada darah di sini." Tunjuk Saukilla pada area kenikmatannya.

"Itu adalah darah dari lukamu, sudah tak apa." Nada bicara Kapten Sean pun begitu lembut tampak datar tak dingin seperti biasanya.

Kapten Sean tampak sangat sempurna, selain seorang penulis, ia juga abdi negara yang baik. Sikapnya yang manusiawi mungkin akan membuat Saukilla jatuh hati jika keadaannya tak seperti ini.

Mungkin rasa ibanya masih belum hilang pada Saukilla. Ia masih terus asik memasak sampai tidak menggubris perkataan Saukilla yang terus menunjuk darah pada organ kewanitaannya.

"Ahjussi! ini rasanya begitu sakit sakit."

"Kalau begitu duduklah. hampir tiga puluh menit kau terus berdiri."

"Baik Ahjussi."

Nora Saukilla Ekualen, perempuan muda dengan karir yang luar biasa tersebut pun kini berubah sikap layaknya anak kecil usia lima tahun. Namum fisiknya tidak berubah, Saukilla tetap cantik dan mempesona bahkan tak ayal jika dada Kapten sean terus berdegup kencang kala bersama Killa

Tak lama kemudian empat prajuritnya pun datang menghampiri mereka di dapur dekat sauna arang. Praka Renjat bersua saat melihat tetesan darah yang keluar dari kewanitaan Saukilla.

Ia sedikit terkejut dan mengamati lebih dekat. Saat menyadari apa yang telah terjadi pada perempuan itu, praka Renjana pun beralih pada Kapten Sean.

"Kapten Apa kau tidak menyadari sesuatu pada perempuan ini?"

"Sesuatu apa?" sahut Kapten Sean tanpa mengindahkan keberadaan Praka Renjana. Ia masih asik mengolah masakan unik Saukilla dan rekan lainnya.

"Lihatlah, darah segar ini. Sepertinya dia sedang kedatangan tamu bulanan nya."

Pisau yang ada di tangan kiri Kapten Sean pun kontan terjatuh begitu saja. Beruntung tidak mengenai kaki pria tersebut. Capt Seab mendelik, kemudian menoleh ke belakang melihat sosok Saukilla yang sedang memainkan jarinya.

Perempuan itu agaknya memang tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya saat ini. Saat Kapten Sea menoleh dan segera Saukilla pun berlari untuk memeluk Kapten Sean.

"Ahjussi, ada apa apakah? Apa kau akan memberikanku permen?"

"Astaga. Jadi yang dimaksud darah oleh perempuan ini adalah-"

"Benar Kapten. Kenapa kau baru menyadarinya."

"Praka Renjana, bisakah aku meminta tolong padamu?"

"Katakan apa yang bisa kubantu," jawab Praka Renjana dengan sesekali mengerlingkan mata kirinya, "Selagi aku masih bernapas dan kakiku masih bisa digunakan untuk melangkah, maka permintaanmu akan kukabulkan Kapten."

"Tolong carikan kain, potong menjadi persegi panjang dengan ukuran 20 cm."

"Kain untuk apa?"

"Bisakah kau berhenti menanyakan sesuatu yang tidak perlu ditanyakan?" Kata Kapten Sean. Kemudian Praka Renjana pun seketika terdiam dan ia gegas meninggalkan dapur tersebut.

"Tunggu aku, lima menit lagi akan kembali!" Teriak Praka Renjana seraya berlari.

****

Malam sudah kembali menyapa, mulai gelap gulita. Bandung masih diguyur hujan meski tidak sederas sore tadi. Mereka masih terdiam sejenak memikirkan tentang Keluarga Saukilla. Apalagi sifat Kak Genta serta istrinya yang berhati nenek sihir.

"Kalian tidak perlu memikirkan Kak Genta atau pun keluarga Saukilla. Karena saya juga bagian dari keluarga itu, benar kan Merr?"

"Bisa dibilang seperti itu. Jadi kau akan benar-benar mengirim pasukan elit dari Belanda itu?"

"Demi Saukilla, Mer. Aku akan melakukan apa pun bahkan jika hal ini tetap tidak membuahkan hasil aku pun akan mengerahkan seluruh pasukan elit di setiap penjuru dunia. Kita tidak pernah tahu kan keajaiban Tuhan ada di mana."

Merry yang mulai memasukkan benda persegi ke dalam tasnya tersebut pun tersenyum. Ia memang sejak tadi sudah setuju dengan usulan David.

"Good bless you, Semoga Tuhan memberkatmu, Dev. Kalau begitu kita bisa akhiri pertemuan hari ini. Mungkin bisa dilanjutkan akhir pekan yang akan datang. Karena aku baru ingat jika pagi tadi belum sempat melihat daftar omset harian di Restoran milik Killa." Namum, sebelum benar-benar meninggalkan basement, Merry pun membuka tutup botol air mineral dan ia menegaknya hingga tandas.

Dokter muda tersebut menatap ke arah Dev, sembari berdiri Ia mengikat rambutnya.

"Kau mau ikut, Dev?"

"Boleh. Pakai mobilku saja, Merr."

Marry pun mengangguk dan mereka bergegas menuju ke restauran milik Saukilla. Dalam perjalanan, mereka justru tak banyak bercengkerama seperti tadi. Mungkin insiden jatuh masih membuat keduanya malu.

Sejak tadi Merry terus menatap objek di pinggir jalan. Tangannya mulai dibanjiri dengan keringat dingin, memang tak seharusnya Ia seperti itu. Merry mengingatkan bahwa David adalah calon suami sahabatnya.

"Merr, Kenapa tumben sekali kamu ke kaku?"

Merry pun menoleh ke arah pria di belakang kemudi, "Tak apa, Dev. Aku hanya sedang memikirkan jadwal operasi esok."

"Oh ya, bukannya esok adalah hari Minggu. Bukannya setiap hari Minggu kamu libur?"

'Ya Tuhan kebohongan macam apa ini.' Merry pun merutuki dirinya sendiri yang memang tidak pandai berbohong.

"Iya, tapi besok ada jam tambahan sih."

David hanya tersenyum dan mengangguk, tak lagi bersuara iya terus memacu kendaraannya dengan kecepatan sedang. Aspal hitam tampak licin sebab guyuran air hujan.

Sesekali Merry terus menatap ke arah Dadiv, Ia memang mengagumi pria tersebut sejak pertemuan pertamanya kala di gunung Argopuro tahun 2014 lalu.

Di mana insiden heboh membuat ketiganya bersahabat, tetapi takdir tak membawa Merry pada dermaga milik David. Kabar kematian sahabatnya sempat membuat Merri merasa bahagia karena rencana pernikahan sahabatnya dengan David mungkin akan gagal.

Tapi setelah kesadarannya kembali pulang, ia merutuki menyesal dengan pemikiran gilanya. Toh ia sudah memiliki kekasih juga meski belum pernah jumpa di dunia nyata. Pria dengan rahang tegas serta ditumbuhi sedikit rambut halus, dia memiliki darah Belanda namun ibunya asli bilangan Bandung.

"Kenapa ngelihatin aku seperti itu?"

Rupanya Merry terpergok saat mengagumi pria disampingnya, "Bagaimana, Dev?"

"Kamu kenapa ngeliatin aku seperti itu?"

"Sejak kapan aku lihatin kamu. Aku hanya menatap objek di depan sana saja." dusta Merri, tak mungkin membenarkan ucapan pria tersebut.

"Merr, Jangan biarkan dirimu terbawa oleh suasana dan keadaan."

"What! Apa maksudmu, Dev?"

"Usiamu sudah dua puluh tujuh tahun. Tentu kamu mengerti apa maksud ucapanku tadi. Ah sudahlah, kita sudah tiba, mari turun."

Merry turun lebih belakangan, ia masih terbayang-bayang dengan ucapan pria tadi. 'Jangan biarkan dirimu terbawa oleh suasana dan keadaan, apa maksudnya. Apa David mengetahui jika Aku diam-diam mengaguminya?'

Ia terlalu lama membatin sehingga siluet David pun sudah hilang, pria itu sudah tiba di dalam. Tak selang berapa lama, Merry juga ikut turun. Saking seringnya dia bertandang ke restoran tersebut beberapa karyawan Saukilla pun begitu hafal padanya.

"Malam Mbak Merri," sapa waiters dengan kaos merah yang berlogo matahari.

"Malam, Ce"

"Mau dibuatkan menu apa Mbak?"

"Terima kasih, tapi sepertinya malam ini saya absen makan terlebih dahulu."

"Oh baiklah kalau begitu. Saya permisi dulu, Mbak."

Merry tak bersama David, mungkin pria itu sedang menuju kamar Saukilla. Hal itu adalah kebiasaan baru David pasca meninggalnya Saukilla. Di Kamar sana, berjajar rapi kenangan mereka seperti foto dan yang lainnya.

Ya seperti biasa, Merry berjalan-jalan memantau perkembangan restoran.

"Saya mau pesan Charcoal Battered Prawns & Dabu Dabu Croissant." kata pengunjung restoran tersebut. Mamun tak selang beberapa lama waiters mengatakan bahwa pesanannya sedang kosong.

"Maaf Bu pesanan yang anda minta sedang kosong," jawabnya lirih

"Ya sudah kalau begitu saya pesan seperti biasanya ya."

"Menu tersebut juga kosong."

"Hah, kosong lagi?"

"Benar, Bu."

"Kalau begitu saya pesan Pan Seared Salmon with Yoghurt Herb Sauce. Jangan bilang kalau menu itu juga sedang kosong!"

"Maafkan kami, Bu. Karena memang stok bahan dasar di restoran sedang kosong."

"Seharusnya jangan sampai hal tersebut terjadi, apalagi ini merupakan restoran besar." Pengujian tersebut pun akhirnya memaki, kemudian Ia memutuskan untuk pergi dengan raut muka penuh ke kekesalan.

Sedangkan dari kejauhan Merri mengawasi kejadian tersebut dengan tangan yang bersedekap. Ia membatin Kenapa beberapa stok bahan masakan sampai kosong seperti itu.

Perempuan tersebut hendak mendatangi waiters, namun hal itu pun terjadi tepat di bangku belakangnya.

"Sudah jauh-jauh ke sini tapi banyak yang kosong! semakin hari pelayanan di sini semakin mengecewakan!"

"Sudahlah sebaiknya kita sekarang pergi saja!" Kata perempuan tersebut, Ia pun bergegas mendorong meja sedikit kasar dan pergi meninggalkan area.

"Apa yang sebenarnya terjadi kenapa semua seperti ini," ujar Merri seorang diri.

Merr pun segera berjalan menghampiri waiterss di sana.

"Ada apa. Kenapa banyak pelanggan yang pergi?"

"Maaf Mbak Merry, beberapa pelanggan pergi karena menu yang mereka cari tidak ada."

"Tidak ada, maksudnya?"

enu yang mereka pinta bahan-bahannya kosong," kata waiters tersebut. Ia tampak menunduk, mungkin merasa sedikit takut dengan perempuan di hadapannya.

"Kok bisa sih, perasaan dulu dulu kasus seperti ini tak pernah terjadi."

"Seharusnya dari jauh hati segera belanja untuk menghindari hal semacam ini." Sambung Merry lagi, mereka pun masih tetap terdiam dan menunduk.

Kemudian salah seorang waiters bergabung dan ia mulai bersua.

"Bagaimana kita bisa berbelanja, Mbak. Uang hasil penjualan setiap hari diambil oleh Pak Genta dan istrinya."

"Diambil sama Kak Genta?"

"Iya, sudah sejak insiden kecelakaan pesawat itu setiap pagi setelah Mbak mirip berangkat ke rumah sakit, Pak Genta dan isinya pun datang dan ia meminta hasil penjualan yang ada."

Merry pun membatin sejenak, 'Bisa-bisanya mereka mengambil uang yang bukan haknya. Kalau hal ini dibiarkan terus-menerus mungkin restauran yang di bangun mati-matian oleh Saukilla akan bangkrut' gumamnya dalam batin.

"Boleh lihat daftar omset hariannya?"

"Sebentar, Mbak. Akan saya ambil terlebih dahulu."

Merry pun duduk dengan pikiran bercampur aduk. Tak lama kemudian waiters tersebut datang dan memberikan sebuah map yang mana merupakan daftar omset penjualan harian.

Lembar pertama yang ia baca adalah tanggal di mana usai pemakaman jenazah Saukilla, di restoran tersebut telah mendapatkan omzet sekitar tiga puluh juta, hingga hari ini seharusnya totalnya mencapai delapan puluh lima juta.

"Imi benar totalnya sama hari ini

delapan puluh lima juta?" Ia terus meneliti, bertanya perihal kejanggalan yang ada. Ke dua waiterss tersebut pun mengangguk memberikan sebuah isyarat melalui fisik.

"Terus uangnya ada segitu sampai hari ini?"

"Uangnya sudah diambil oleh Pak Genta dan Bu Riana. Kini hanya tersisa lima belas juta saja dan itu tidak cukup untuk membeli bahan makanan w

Western Java."

"Lagi pula setiap kami melarang untuk tidak mengambil uang hasil penjualan, mereka marah dan terus memaksa dan kemarin saya sempat didorong hingga terjatuh."

Merry pun mengangguk hari ini ia benar-benar tahu kejahatan Kak Genta kakak kadung sahabatnya. Rasanya ia ingin segera mengusut kasus ini namun apalah daya. Ia hanya sebatas teman bukan keluarga yang memiliki hak lebih atas itu.

Bersambung ya guys ...