'Dasar manusia laknat! Kau pikir kebahagiaan yang kau rampas akan bisa membuatmu bahagia dan damai! Jangan mimpi manusia laknat, jangan mimpi! Cih!'
****
Saukilla terus menghirup aroma khas dari daging iga bakar. Sesekali, ia berusaha untuk mengingat sesuatu ketika mencium aroma tersebut. Bukan tidak asing lagi sebenarnya, itu memang salah satu makanan favorit Saukilla dan top menu di restoran miliknya.
"Ahjussi, apakah daging iga bakar ini diberi bumbu kayu manis serta rempah dari Indonesia," tanya Saukilla.
"Apakah minyak wijen yang digunakan?"
Kapt Sean yang sedang mengunyah pun meletakkan paksa sumpitnya dan ia menatap ke arah Saukilla heran. Semua yang ada di meja makan pun juga melakukan hal serupa seperti Kapten Sean. Pertanyaan Saukilla menerbitkan tanda tanya.
"Jenius juga indera perasa perempuan ini," sahut Praka Renjana.
"Dari mana kau tahu, Nona?"
"Entahlah, Ahjussi, yang jelas aku merasakan rempah-rempah dari Indonesia. Apa kau tahu Indonesia itu di mana? Dan kenapa aku bisa mengenal nama Indonesi?"
Praka Renjana pun menyahut, "Wah sepertinya perempuan ini dulunya merupakan chef. Seperti chef yang pernah aku kagumi. Namanya chef Renata, dia juga berasal dari Indonesia. Segala masakannya the best. Masuk ke dalam deretan makanan ternikmat Nusantara."
"Oh, jadi pacarmu namanya Renata, Ahjussi?" tanya Saukilla.
"Bukan, Nona. Sudahlah, aku tidak ingin berbicara denganmu. Nanti ujung-ujungnya akan bikin pusing. Kau tidak akan pernah paham apa yang aku katakan. Otakmu 'kan sekarang sedang bermasalah. Pasti, kau hanya akan memancing emosiku saja," ketus Praka Renjana. Ia memang selalu berbicara seperti itu, sesuka hatinya tanpa memikirkan ujungnya.
Setelah Praka Renjana mengatakan hal itu pada Saukilla, perempuan itu pun menunduk dengan wajah yang ditekuk. Saukilla merajuk layaknya balita.
"Kau kenapa?" tanya Capt Sean.
Pria itu sejak tadi memang terus mengamati perempuan di hadapannya. Apalagi saat ini Saukilla tengah menunduk serta menitikkan air mata. Sudut kelopak matanya kian berembun, basah kian berjatuhan. Dan hal itu membuat Kapten Sean serta yang lainnya pun bingung.
"Kau kenapa?"
"Kapten, apa yang terjadi dengan perempuan ini?" sahut Praka Renjana.
"Entahlah."
"Apa karena ucapanku tadi? Padahal kan tadi saya hanya bergurau saja. Ck! Perempuan ini ya!"
"Sudah kubilang kan, jangan membuat perempuan ini marah. Emosinya belum setabil. Kita belum bisa membaca apa yang akan ia lakukan jika sudah seperti ini." Kapten Sean sontak membeo dengan intonasi yang terdengar dingin.
"Nona, katakanlah ada apa?"
Kemudian Saukilla gegas menunjuk ke arah Praka Renjana serta terus tersedu.
"Ahjussi, dia nakal!" seru Saukilla.
"Hey, Nona! kau sudah memfitnahku, sejak kapan aku menakalimu?"
"Tadi kau bilang jika aku hanya membuatmu pusing," loroh Saukilla dengan bibir dan wajah datar.
"Itu hanya becanda. Astaga! Kau ini ya!"
"Tidak, kau tadi tidak bilang becanda!" kekeuh Saukilla. Ia lucu sekali, menerbitkan sebuah ketertarikan pada diri salah satu pria di sana.
Kapten Sean tak tahu harus berbuat apa untuk menenangkan perempuan di hadapannya. Saukilla kian terisak seru dan membuat ke lima pria itu bertepuk jidat. Sedangkan Praka Renjana, ia panik. Merasa bersalah sekaligus geregetan.
"Lihat, wajahmu berubah menjadi biru. Itu karena kau terus saja menangis. Hentikan, Nona. Kau mau dijuluki ratu bengek?" kata Praka Renjana.
"Diam! Aku tidak ingin bicara dengan Ahjussi!"
Saukilla terus menangis layaknya anak berusia lima tahun. Tangisnya mungkin akan terdengar sampai ke luar rumah sehingga memaksa Capt Sean untuk harus segera menangkan Saukilla.
"Nona, Apa kau ingin permen?" tanya Kapten Sean. Saukilla pun bergegas mengangguk.
"Aku ingin permen, Ahjussi! berikan aku permen! Ayo Ahjussi berikan aku permen!"
Saukilla menjulurkan tangannya ke arah Kapten Sean. Berharap pria itu gegas memberikan kepadanya gula gula tersebut.
"Kalau kau ingin permen, berhentilah menangis."
"Aku akan berhenti menangis, Ahjussi." Kata Saukilla seraya mengusap air matanya menggunakan pergelangan tangan.
Setelah Saukilla mendapatkan permen tersebut, ia pun gegas tersenyum dan mendekatkan pucuk kepalanya ke arah pria matang tersebut. Awalnya Kapten Sean bingung kenapa perempuan itu menjulurkan kepalanya.
Namum, Saukilla terus saja begitu hingga Kapten Sean mengerti apa maksudnya. 'Astaga, perempuan ini sungguh-sungguh' kata Kapten Sean membatin.
Kemudian Ia pun bergegas mengusap pucuk rambut Saukilla dengan halus. Dan benar saja, perempuan itu pun kembali seperti semula. Tak lupa Saukilla pun menyematkan kalimat terima kasih pada Kapten Sean.
"Terima kasih Ahjussi."
"Ahjussi, jangan berteman dengan orang ini ya." Kata Saukilla seraya menunjuk ke arah Praka Renjana.
"Siapa juga yang ingin berkawan denganmu!"
Gegas, Kapten Sean pun mengisyaratkan pada Praka Renjana untuk diam dan berhenti menjahili Saukilla.
Usai makan malam, Saukilla mengikuti Kapten Sean untuk mencuci piring. Dua piring sudah ia pecahkan. Kapten Sean hanya bergeleng kepala dan mencoba melarang perempuan tersebut agar tidak membantunya.
'Astaga, perempuan ini ya!' batinnya sedikit kesal.
"Nona, hentikan pekerjaanmu. Kau tidak perlu membantuku seperti ini jika hanya memecahkan piring," ujar Kapten Sean. Namun, Saukilla tetap tak menghiraukan ucapan pria matang tersebut.
"Tidak, Ahjussi. Aku ingin membantumu."
Prraaang ....
Mangkuk kaca pemberian dari orang tua Sean yang dari Indonesia pun pecah. Ini sudah kali ketiga Saukilla memecahkan perabot milik Kapten Sean. Hingga Kapten Sean sedikit geram dan memutuskan untuk mendekat Saukilla.
Dengan paksa Kapten Sean pun mengangkat paksa tangan Saukilla dari genangan air yang ada di bak. Saukilla pun terkejut. Namun Ia tetap mengikuti gerakan Capt Sean.
"Kau memang ya! Susah diberitahu masih tetap saja. Ayo segera ikuti saya."
"Ahjussi, Aku tidak ingin jauh darimu aku takut."
"Kau tidak perlu takut, Nona. Duduklah di situ aku akan menyelesaikan pekerjaan ini."
****
Merry tengah duduk di ruang pribadinya. Di sana ia terus memikirkan David yang mana merupakan calon suami sahabatnya sendiri, Saukilla. Ia duduk di kursi putar, kakinya terjuntai sampai ke bawah seraya disilangkan.
Hari itu Merri mengenakan rok pendek mekar payung berwarna hitam dengan blouse rajut berwarna senada. Jas dokternya tergantung rapi di tempatnya.
Sejak insiden kemarin di markas, mereka pun terus memikirkan David hingga ia lupa bahwa sudah menjalin hubungan dengan seorang tentara nasional Korea.
"Ya Tuhan, kenapa aku terus kepikiran David. Ini bahkan tidak seperti biasanya."
"Tidak Merr, sadar, Merr ! David adalah suami sahabatmu sendiri. Ingat kamu sudah memiliki kekasih."
Lamunan Merry pun terhenti saat suara ketukan pintu menggema di penjuru ruang pribadi nya. Merry pun gegas mengenakan jas dokternya dan meminta tamunya untuk segera masuk.
"Masuk."
"Selamat pagi dokternya, Merry."
"Pagi."
Merry gegas menoleh ke arah sumber suara, Ia pun terkejut sebab tamunya adalah pria yang sedang mengganggu pikirannya berapa hari ini.
"David!"
"Hai!"
"Ngelamun saja, Merr."
"Ini aku bawakan sarapan pagi untukmu." David pun meletakkan beberapa bungkusan di atas meja.
"Kamu tahu saja kalau aku belum sarapan."
"Tuh kan benar apa dugaanku." Kata David seraya membuka bungkusan makanan itu.
Kali ini Merry begitu deg-degan sebab pria tersebut tiba-tiba datang dan membawakan sarapan pagi untuk dirinya. Itu adalah hal langkah, dalam hati Merri ia merasa begitu senang akan perhatianmu David.
"Nih sarapan dulu. Dibiasakan, Merr. Sebelum berangkat kerja sarapan pagi dulu. Kasihan kesehatanmu kalau nggak dipedulikan."
"Iya, Dev. Thanks. Tadi buru-buru, makanya nggak sempat sarapan."
"Ya sudah buruan dimakan."
David tampaknya membelikan Merry nasi goreng. Itu adalah makanan kesukaan Merri. Setelah kotak makan tersebut tersaji di hadapan Merry, David mempersilakan perempuan itu untuk segera memakannya.
"Kamu nggak makan, Dev?"
"Aku sudah sarapan, Merr. Habiskan."
"Jadi kamu beli sarapan hanya untukku, Dev!" tanya Merri penasaran seraya memasukkan satu sendok nasi goreng ke mulutnya.
David pun mengangguk. dalam hati Marry ia merasa begitu senang. Entahlah kesenangan macam apa yang sedang singgah di hatinya. Seharusnya itu tidak terjadi.
"Wah terima kasih, Dev. Tapi kamu tahu dari mana kalau nasi goreng adalah favoritku!"
"Kan kamu sahabatnya Saukilla."
Tak disangka jawaban David membuat Merri sedikit kecewa. Entahlah kecewa seperti apa yang Merry rasakan. Yang jelas hati Merri tak sebahagia tadi saat pria yang merupakan tunangan sahabatnya begitu perhatian pada diri Merry.
Ruangan Merry tak begitu besar. Namun tampak begitu rapi. Di dinding sebelah kiri tercantol frame gambar foto mereka berdua Saukilla dan Merry.
David melirik kemudian ia tersenyum. Itu adalah foto Merry dan Saukilla di gunung Argopuro serta di Gunung Rinjani pada tahun 2016.
"Saukilla begitu cantik ya, Merr."
Merry pun mengikuti arah pandang pria di hadapannya. Sejenak ia terdiam mulai mengendalikan rasa.
"Iya."
"Seharusnya hari ini aku dan dia menikah. Padahal aku sudah menyiapkan hadiah pernikahan yang mewah untuk Saukilla. Tapi rupanya takdir kami berbeda. Mungkin Tuhan Yesus sedang menguji kesetiaanku," kata David berdalih.
Ucapan itu membuat Merry terdiam. Seketika ia menghentikan acara makannya. Hal itu pun membuat David curiga dan ia mencoba melontarkan sebuah pertanyaan.
"Kau kenapa Merr?"
"Tidak, Dev. akiu hanya sedang kepikiran Saukilla saja."
"Oh, sabarlah, Merr. Kau tahu kan kalau Saukilla itu adalah perempuan kuat. Aku yakin dia pasti masih hidup."
David berkata seperti itu seraya mengusap rambut Merri. Sesuatu yang aneh menyelimuti perasaan perempuan yang memiliki gelar dokter spesialis bedah jantung tersebut.
****
Pagi itu Kapten Sean mendapat tugas dari Jendral besar untuk mengawasi daerah perbatasan lagi. Saukilla yang hendak ditinggal kembali menangis. Ia berkata tak ingin ditinggal sendiri dan Saukilla pun ingin ikut dengan Kapten Sean.
"Aku ingin ikut denganmu," kata Saukilla.
"Tidak, kau tidak boleh ikut. Kau harus di rumah. Di luar bahaya, Nona."
"Tapi aku begitu takut di rumah sendiri."
"Aku tidak akan lama."
Saat Kapten Sean memaksa diri untuk meninggalkan Saukilla, perempuan itu gegas mengejar Kapten Sean. Gegas Saukilla pun memeluk tubuh Capt Sean dari belakang dengan begitu erat.
"Apa, Ahjussi marah padaku?"
"Ya! Aku marah padamu," bohong Kapt Sean iseng.
"Apa kau marah padaku, Ahjussi?"
"Iya, Nona. Aku marah padamu!"
"Maafkan Aku, Ahjussi. Aku hanya takut di rumah sendiri," katanya.
Saukilla tak berbohong, terlihat begitu jujur aura yang terpancar dari kedua manik matanya.
Kemudian Kapten Sean membalikkan tubuh Saukilla dengan paksa. Dan ia mulai mencekal kedua lengan perempuan tersebut begitu erat. Tak lupa manik matanya terus menatap lekat wajah Saukilla.
"Aku akan memaafkanmu jika kamu tetap diam di rumah. Aku takkan lama, Nona."
"Apa kau benar, Ahjussi?"
Kapten Sean pun mengangguk, kemudian Saukilla gegas memeluk tubuh Kapt Sean dengan erat. Tak disangka ternyata dada Kapt Sean kian berdesir tak beraturan. Baru kali ini ia merasakan sesuatu yang lain dari biasanya.
Sebelum bertemu dengan Saukilla, Kapt Sean begitu tertutup dengan perempuan lain. Seperti anak dari Jenderal Mayor misalnya. Ia tak pernah tertarik dengan perempuan lain. Namun, kali ini begitu berbeda.
"Aku sayang Ahjussi."
'Hah! Sayang padaku?'
_Bersambung_
Jangan lupa untuk review dan tambahkan ke perpustakaan kalian ya