Chereads / Janji Suci / Chapter 2 - Bos Galak

Chapter 2 - Bos Galak

Pekerjaan yang akan dilakukan oleh Yusuf telah ditetapkan oleh Lidya selaku bosnya. Kemarin ia telah mentandatangani kontrak kerja sebagai asisten pribadi Lidya.

Isi kontrak itu menyebutkan, Yusuf akan melakukan pekerjaan yang berhubungan di kantor dan di rumah Lidya. Seperti; mengantar wanita itu bekerja, menyiapkan semua keperluan kerja, termasuk memasak makanan untuk wanita itu di rumah.

Yang lebih memalukan lagi menyiapkan pakaian setiap paginya. Itu lah yang membuat Yusuf pusing jika sudah berurusan dengan pakaian wanita itu.

Yang lebih membuatnya heran lagi adalah, perbedaan sikap Lidya yang berubah drastis setelah mengetahui umur mereka hanya beda setahun saja. Katanya tidak perlu memanggil Yusuf dengan sebutan 'mas' itu sangat tidak enak didengar katanya. Ah, ada-ada saja.

Menghadapi sikap wanita itu yang otoriter dan mudah meledak-ledak membuat Yusuf pusing tujuh keliling agar tetap terlihat rapi dalam bekerja. Salah sedikit saja itu akan membahayakan telinganya yang ditempa dengan celotehan Lidya yang tidak berkesudahan.

"Yusuuuuuuuf!" teriak Lidya dari kamarnya di lantai atas.

Nah kan! Baru juga diomongin orangnya sudah menampakkan tanda-tandanya. Yusuf segera berlari ke atas menghadap sang majikan yang galaknya seperti nenek sihir jika sudah berang. Telat sedikit potong gaji. Bisa mati Yusuf kalau gajinya hanya habis dipotong setiap harinya. Haha, becanda. Tidak setega itu bos cantiknya melakukan itu.

"Iya mbak! Aku meluncur! …. I'm comiiiiiing."

Dengan kecepatan langkah seribu Yusuf berlari ke atas hingga sampai di pintu kamar wanita itu.

"Mbak! Aku di sini," kata Yusuf di depan pintu kamar Lidya.

Ia tidak berani asal membuka pintu saja. Asal_asalan buka pintu, bisa dilempar pakai celana dalam oleh wanita itu kerena, pernah kejadian di awal tinggal di rumah itu.

Saat itu Lidya memanggilnya, dan Yusuf langsung membuka pintu kamar. Dan yang didapatnya adalah lemparan bra yang langsung mendarat tepat di matanya. Bisa dibayangkan bagaimana Yusuf saat itu, berkacamatakan benda keramat wanita itu.

"Kamu masuk saja. Saya di kamar mandi," teriak Lidya dari dalam.

Akhirnya Yusuf membuka pintu dan segera melangkah masuk. Didapatinya kamar wanita itu sangat berantakan seperti selesai bergelut. Aha. Jangan bayangkan bergelut dengan pria di ranjang ya. Itu tidak akan pernah terjadi, karena Lidya orangnya kaku sama seperti dirinya. Tidak pernah berpacaran, hanya sibuk dengan buku-buku setiap harinya.

"Yusuuuf! Kamu dengarkan, aku?" teriak Lidya lagi

Ini orang doyan banget teriak-teriak ya. Udah seperti kucing kawin saja itu suara saking lengkingnya, kata Yusuf mengurut dada.

"Iya, mbak! Aku dengar. Kenapa?" kata Yusuf, mendekat ke depan pintu kamar mandi.

"Kamu tolong siapkan pakaian saya. Coba buka pintu di samping kanan , di sana tempat khusus lemari baju semua," kata Lidya.

"Kamu dengar, tidak!"

Nah kan! Inilah yang ditakutkan Yusuf kalau sudah berurusan dengan pakaian wanita itu. Bukan takut tertangkap basah mengambil pakaian wanita, tetapi ia tidak berani melihat benda keramat Lidya yang pernah meyang tepat di mukanya itu.

Dengan suara lemah Yusuf menjawab, "Baik mbak."

Hanya itu yang dikatakannya. Setelah itu ia melangkah membuka pintu yang telah dikatakan wanita itu. Tangannya menarik ganggang pintu dan tiba lah ia di ruangan yang akan menodai kesucian matanya sebentar lagi. Secara Yusuf yang sayang ibu-bapak, dan tidak sombong, tidak terbiasa dengan hal- hal yang berbau wanita.

Cukup ibunya saja. Dengan berat hati dibukanya lemari besar itu.

Dan jeng! Jeng! … semua pakaian wanita itu tersusun rapi berjejer sesuai warna dan pasangannya. Jantung Yusuf dag dig dug seer melihat benda keramat yang berbentuk gunung kembar itu.

Disebelahnya terpampang jelas benda segitiga yang bisa dijadikan layang-layangan siap untuk terbang.

"Ini kok mirip gambar yang sering ucup lukis ya?" kata Yusuf, memperhatikan bra berwarna hijau lumut di laci-laci kaca.

Setelah itu, ia beralih menatap ke celana dalam berenda-renda, "Nah, satu ini kok mirip layangan?" ujarnya lagi.

Hidung Yusuf mengeluarkan darah. Darah! Haha, Yusuf mimisan ternyata. Ini masih dalam tahap melihat-lihat, bagaimana kalau sudah dipengangnya. Bisa-bisa keluar kedua bola matanya menahan rasa malu. Saat ini wajahnya jangan ditanya lagi, sudah seperti kepiting rebus saking merahnya.

Dipejamkannya mata rapat-rapat. Setelah itu diambilnya sapu tangan di saku untuk dilapiskan ketangan, mengambil benda keramat Lidya yang sudah siap terbang bersama pemikiran nakalnya.

Bibirnya komat-kamit merapalkan doa yang diyakininya bisa menolak bala.... Bala? karena semua ini musibah bagi keperjakaannya yang selama ini dijaganya dengan sesuci-sucinya. Ampun deh sama tingkah lelaki itu.

"Yusuuuf! Udahan? Saya mau keluar nih!" Lidya sudah tidak sabar ingin keluar kamar mandi.

"Iya! Iya."

Yusuf bergegas meletakkan semua pakaian Lidya di atas meja yang telah di khususkan untuk pakaian yang akan dikenakan wanita itu setiap harinya.

"Sudah, mbak!" teriak Yusuf dan bergegas keluar kamar.

Setelah selesai mengurus pakaian. Sekarang lanjut menyiapkan sarapan, karena di rumah sebesar dan semewah itu tidak ada pembantu, jadi lah Yusuf yang mengurus semuanya. Ini tidak bisa dibiarkan nih! Bisa peyot duluan Yusuf, sebelum merasakan gunung kembar Lidya. Nah kan? Hayoo, Yusuf sudah dirasuki setan mesum nih.

Harus dirukiyahkan segera!

Tidak ingin berlama-lama, Yusuf telah menyiapkan semua makanan untuk dihidangkan kepada Lidya yang sebentar lagi akan landing dari menara Eiffel. Bukan menara sungguhan ya. Maksudnya mendarat dari kamarnya di lantai atas.

"Selamat pagi bos!" sapa Yusuf berdiri di samping meja makan dengan posisi hormat ala prajurit.

Karena terlalu menghayati peran seperti prajurit siap tempur, tidak terasa perutnya bergemuruh.

Bruuuut ….

Bruuuut …

Bruuuut … put.

Bunyi meriam sudah mulai mendakan tang perut Yusuf masuk angin.

"Yusuuuuuf! Ya ampun! Jorooook … uweeek!"

Lidya muntah mencium bau kentut Yusuf yang seperti telur ayam busuk.

Muka Yusuf memerah malu. Di depan wanita cantik yang menjadi bosnya itu, ia terkentut. Dan parahnya, kentutnya tidak mau direm seperti roda sepeda. Dengan setengah berlari ia segera ke belangkang.

Bruuuut ..

Bruuuut …

Bunyi kentut Yusuf tidak bisa ditahan sampai ia berlari ke belakang. Lidya sudah tidak berselera makan lagi. Perutnya sudah kenyang dengan bau kentut Yusuf. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan asisten ajaibnya itu.

Setahunya Yusuf adalah lulusan sarjana, tetapi kenapa tidak mencerminkan tingkah lakunya seperti orang berpendidikan, dan malah sebaliknya.

"Mbak, maaf ya. Semalam aku telat makan, jadi pagi ini aku sakit perut."

Yusuf datang dengan wajah tertuduk malu. Tidak berani menatap wajah Lidya untuk saat ini.

"Kamu gimana sih! Saya kan sudah kasih uang buat belanja, kenapa tidak dipakai?" kata Lidya setengah kesal.

"Sekarang kita berangkat ke kantor. Saya sudah telah nih!" kata Lidya melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan.

"Baik mbak."

Yusuf segera mengambil kunci mobil yang tergantung di patung kuda di atas meja. Ia segera melangkah menuju bagasi di samping rumah mengeluarkan mobil Toyota Supra merah yang sering digunakan Lidya untuk bekerja. Melihat mobil semahal itu membuatnya beristigfar berulang kali, karena sayang dengan harganya.

Untung Yusuf pernah belajar mengendari mobil sport bersama temannya dulu, jadi ia tidak takut mobil itu akan lecet. Melihat warna mobil merah itu, mengingatkannya pada warna lipstik Lidya yang sering berwarna serupa. Apa Lidya penyuka warna merah ya, katanya menimbang-nimbang sendiri.

"Aduh! Apa yang kupikirkan? Kok jadi ingat bibir merah mbak Lidya," ujarnya menggelengkan kepala.

"Hey, ngapain kamu, buruan!" bentak Lidya yang tiba-tiba menepuk pundaknya.

Yusuf tersadar dan buru-buru masuk mobil. Setelah itu ia melajukan mobil menyusuri jalan raya menuju kantor wanita itu. Pagi ini cukup membuat wajah gantengnya tercoreng dengan ulah kentutnya yang kurang dihajar. Hahaha hajar saja induknya. Yusuf menoleh ke arah Lidya berada di sampingnya.

"Apa kamu lihat-lihat," kata Lidya dengan membulatkan separuh matanya.

Yusuf buru-buru mengalihkan pandangannya ke depan melihat jalanan yang cukup ramai. Dia sudah kehilangan muka pagi ini, setelah ini dia berdoa agar selamat dari hal yang memalukan lagi. Semoga saja aman ujarnya dalam hati.