Chereads / Terjebak Dendam Masa Lalu / Chapter 11 - Bab 11-Reuni yang Menyedihkan

Chapter 11 - Bab 11-Reuni yang Menyedihkan

-Terjebak Dendam Masa Lalu-

Tidak ada yang lebih sakit dibandingkan saat melihat suamimu sendiri bergandengan tangan dengan wanita lain. Yang notaben mantan kekasih di masa lalu.

Seperti badai yang tiba-tiba menerjang di kala cuaca sedang cerah-cerahnya. Benar-benar kejutan yang menyedihkan.

Naomi tidak tau lagi harus mengatakan apa. Dadanya terasa ditusuk-tusuk dengan sebilah pedang, berulang kali di tempat yang sama. Menciptakan luka menganga yang tidak mungkin akan sembuh dalam waktu cepat.

Terasa seperti de javu. Naomi merutuki kebodohannya yang tidak melihat kenyataan sekali lagi. Alfian berkhianat. Jelas sudah kejadian di Mall dua bulan yang lalu bukan hanya kebetulan.

Bohong jika suaminya mengatakan lagi tentang ketidaksengajaan atau hanya penglihatannya saja. Karena ini sungguhan.

Alfian dan Airin, keduanya benar-benar sudah sukses membohonginya. Membohongi mentah-mentah.

"Alfian ..." gumam Naomi pelan, nyaris meringis.

Wanita itu menggigit bibir bawahnya. Menahan agar ia tidak keceplosan atau mengamuk seperti kejadian di Mall dua bulan yang lalu.

Naomi belajar dari masa lalu. Jika dia membentak keduanya di depan umum lagi. Alfian bisa mendiaminya lagi seperti dulu.

Selain itu mungkin tidak akan percaya padanya. Status Naomi abu-abu. Dia seorang istri tapi dia juga ragu status itu diketahui oleh orang lain.

Alfian menghentikan langkahnya. Manik hitamnya menatap diam ke arah Naomi.

Alfian syok. Raut bahagia yang ia pancarkan langsung menghilang seketika. Berubah jadi dingin dan terdiam.

"Naomi," bisiknya pelan.

Tidak ada yang mendengarnya termasuk Naomi sendiri. Kecuali Airin yang memang berada di samping Alfian, memeluk mesra lengan Alfian.

Airin ikut mengalihkan pandangannya. Wanita itu menatap Naomi dengan pandangan berbeda. Menyeringai penuh kemenangan.

Airin semakin memeluk erat lengan Alfian. Seakan mengatakan pada semua orang dan Naomi sendiri, bahwa Alfian adalah miliknya dan semua orang mendukung itu.

"Hai, semuanya. Lama tidak bertemu." Airin menyapa dengan lembut. Tidak ada yang tidak senang dengan sapaan sang tuan putri satu-satunya keluarga Matthew itu.

Naomi merasa kecil hati. Tubuhnya membeku saat mengetahui fakta orang-orang tampak senang dengan hubungan keduanya.

Naomi kalah. Bahkan sebelum ia berperang terang-terangan.

Waktu bergerak lambat, tapi Alfian sama sekali tidak berniat menyapanya. Laki-laki itu ikut menghilang menemani Airin untuk menyapa teman-teman yang lainnya.

Sedangkan Naomi terdiam, membatu di tempat yang sama. Menatap punggung lebar suaminya yang menghilang di balik kerumunan.

Naomi menekan dadanya pelan.

'Rasanya lebih sakit dari pada yang ia bayangkan selama ini.'

Begitu sakit sampai ia tidak merasakan air mata yang sudah menggenang di pelupuk, membuat pandangannya kabur dan berair.

Naomi terisak pelan. Dengan cepat ia menghapus air matanya yang nyaris terlihat orang lain.

'Jangan menangis! Jangan menangis, please ... kau hanya membuat keadaan terlihat lebih menyedihkan!' pikir Naomi cepat.

"Naomi? Kau baik-baik saja?" Suara Mona membuat Naomi tersadar. Wanita itu dengan cepat menghapus sisa air mata dan berbalik cepat. Berusaha tersenyum walaupun perasaannya sedang menangis kencang.

Naomi mengeling, ia tersenyum kecil. "Eh! A-aku baik-baik saja," ucapnya.

"Kau menangis? Matamu memerah."

Naomi tersentak kaget. Dengan cepat mengubah keadaan, "Err ... tidak, i-ini mungkin karena kelilipin," kilahnya.

Mana mungkin Naomi mengatakan yang sebenarnya tentang Alfian yang merupakan suaminya sedangkan banyak dari mereka yang lebih mempercayai Alfian sebagai pasangan abadinya Airin.

Naomi menghela nafas panjang. 'Jangan cari mati!' pekiknya pada diri sendiri.

"Ya sudah. Setelah ini kita pulang, sebentar lagi acara utama dimulai." Mona memberitahu.

Naomi mengangguk paham. Keduanya mengikuti langkah taman-teman lainnya untuk mendekati area panggung.

Dari tempat berdirinya sekarang Naomi bisa melihat sosok Alfian yang juga menatap ke arahnya.

Pandangan mereka bertemu. Saling satu sama lain. Naomi ingin sekali berteriak, tapi lidahnya mendadak kelu.

Sampai pandangan mereka terputus. Alfian tersentak ketika Airin menariknya ke atas panggung.

'Ada apa?' bisiknya.

Tepukan bergemuruh berlangsung bersamaan ketika keduanya naik keatas panggung, bergandengan tangan sambil menyunggingkan senyuman terbaik.

Naomi mengerut bingung.

"Hari ini hari jadi mereka, katanya begitu." Mona memberitahu dengan setengah berbisik.

"Ku dengar Airin pernah mengalami kecelakan di hari ini juga kan?" seseorang berseru. Mona hanya mengangguk tidak yakin.

"Aku tidak tau. Apa parah?" tanyanya.

"Tidak juga. Buktinya dia baik-baik saja. Lihat!!"

Naomi dan yang lainnya menoleh ke arah panggung seketika. Matanya melotot sempurna.

'Apa-apaan ini!' Naomi berteriak keras di dalam hatinya.

Tepukan bergemuruh orang-orang yang bersorak gembira berbanding terbalik dengan tekanan kasar di dalam hati Naomi.

Tangannya mengepal, menggenggam ujung renda gaun. Pelupuk matanya terasa berair, dengan pandangan sedikit kabur.

Naomi tidak bisa berkata apa lagi saat ini. Suaminya sedang berciuman dengan sang mantan tepat di hadapannya. Dan kali ini benar-benar berciuman.

Naomi bergegas menyingkir dari tempat itu. Berada terlalu lama di sana. Akan membuat perasaannya semakin kacau. Naomi berlari sambil mendekap mulutnya sendiri.

"Naomi!"

Teriakan Mona sama sekali tidak ia hiraukan. Wanita itu berlari secepat yang dia bisa.

Rasanya ingin menangis dan mengamuk, tapi tidak bisa. Naomi tidak pernah menyangka jika seperti inilah jadinya.

Benar-benar di luar dugaan.

Brukk ....

"Ish! Hati-hati Nona. Minumannya bisa tumpah."

Naomi tersentak. Dia baru sadar jika nyaris saja menabrak pelayan yang tengah membawakan napan minuman.

"Err .... Maaf. Saya tidak sengaja, Maaf," seru Naomi pelan.

Pelayan itu menghela pelan dan mengangguk paham. Itu bukan urusannya juga kan, pikir si pelayan. Saat dia ingin melanjutkan langkahnya Naomi memanggil.

"A-apa minuman ini untuk umum? Err maksudku siapa saja boleh mengambilnya." Naomi sebenarnya ingin bertanya apa itu gratis. Berhubung dia sendiri tidak membawa dompet.

Si pelayan mengerutkan alisnya. Apa maksud wanita di depannya ini benar-benar menanyakan tentang wine yang dia bawa.

"Ya," jawabnya.

"Terima kasih." Naomi mengambil segelas minuman dan meneguknya langsung sampai habis.

Naomi mengerutkan dahinya saat merasakan sedikit aneh pada minuman yang dia minum.

Di saat bersamaan Mona sudah menyusulnya.

"Kau kenapa?" tanyanya khawatir.

Naomi langsung mengeling, "Bisakah kita pulang? Aku ingin pulang."

Mona terdiam dalam beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk mengiyakan.

Sebenarnya dia sedikit curiga dengan sikap aneh yang tiba-tiba itu. Tapi Mona hanya berpikir positif. Mungkin temannya itu memang benar-benar ingin pulang. Salahnya juga tadi membujuk Naomi untuk hadir padahal Naomi sudah menolak.

"Baiklah aku antar. Kau duluan ke parkiran. Aku berpamitan terlebih dulu dengan yang lainnya."

Naomi mengangguk paham. Ia langsung melangkah ke tempat parkir dengan perasaan tidak nyaman. Kepalanya tiba-tiba terasa pening.

"Ayo!" Mona muncul dan membantunya perlahan. "Kau benar-benar baik-baik saja? Wajahmu memucat."

Naomi tidak menjawab. Wanita itu hanya mengeling.

Bersambung ....