-Terjebak Dendam Masa Lalu-
Malam itu guyuran air hujan turun ke bumi dengan derasnya. Membasahi semua tempat. Nyaris tidak ada tempat untuk berteduh. Halte-halte dan pos-pos tampak basah oleh rembesan air hujan.
Naomi mendekap tubuhnya sendiri ketika merasakan hembusan angin dingin. Pohon-pohon yang ia lewati, menari-nari terbawa angin yang semakin kencang.
Naomi memejamkan matanya beberapa saat. Di tengah derasnya hujan itu Naomi tetap melangkah membelah jalan walaupun hujan deras terus mengguyur tubuhnya.
Langkah kakinya setengah terseret,, bergetar tanpa mengenakan alas kaki sedikit pun. Matanya memerah, menahan perih saat air hujan ikut masuk.
Naomi menggigit bibir bawahnya. Menahan getaran yang mendera tubuh demi tekadnya yang sudah bulat. Hujan badai pun tidak akan bisa menghentikannya.
Naomi sudah bertekad untuk menemukan putrinya yang dibawa oleh Alfian bukan hal yang mudah. Meskipun ia mengetahui rumah Alfian tapi tetap saja untuk sampai kesana membutuhkan waktu yang lama mengingat Naomi tidak memiliki sepeser uang pun yang dia bawa.
Naomi lari dari rumah sakit tanpa membawa dompet ataupun ponselnya. Bahkan pakaian yang ia kenakan masih pakaian pasien rumah sakit.
Setelah berjalan cukup lama. Naomi berhenti tepat di depan pagar yang menjulang besar. Pandangannya menatap rumah besar itu dengan tatapan tidak terbaca.
"Mau cari siapa ya malam-malam begini?" salah satu penjaga menghampiri dan menanyainya sambil sebelah tangan memegang payung.
Naomi refleks menoleh. Wanita itu menyipitkan matanya yang terasa buram oleh tetesan air hujan.
"Sa-saya ingin bertemu dengan Alfian, bisa tolong panggilkan dia, Pak!" pinta Naomi.
Naomi sendiri tersentak kaget ketika mendapati suaranya yang bergetar hebat.
Penjaga itu mengerutkan alisnya. Refleks melirik penampilan Naomi yang tampak mencurigakan.
Pakaian pasien rumah sakit, basah kuyup tanpa alas kaki sedikitpun. Hanya orang tidak waras yang akan melakukan itu, hujan-hujanan di malam berbadai ini.
"Tolong Pak, saya ingin menemui bayi saya. Alfian membawanya." Naomi kembali memohon.
Wanita itu merasa si penjaga tidak akan membiarkannya masuk, apalagi saat ini menatapnya dengan pandangan curiga.
"Maaf Mba. Ini sudah malam, dan saya tidak yakin tuan ingin menemui wanita asing ... seperti anda." penjaga itu kembali memandangnya. Ada rasa khawatir dan juga kasihan. Tapi mau bagaimana lagi, dia hanya menjalankan perintah.
Naomi mengeling, "Tolong Pak, bantu saya. Saya ingin mengambil anak saya, hanya itu." Naomi menghentikan perkataannya. Menatap sayu ke arah penjaga yang ditaksir seumuran dengan orangtuanya mungkin.
"Pak, tolong biarkan saya masuk kalau begitu. Saya sendiri yang akan memanggil Alfian, tolong. Saya hanya ingin anak saya kembali, Alfian sudah merampasnya tanpa sepengetahuan saya."
Si penjaga terdiam. Tadi siang dia memang melihat majikannya membawa seorang bayi yang masih kecil, mungkin baru saja dilahirkan.
Ada rasa kebingungan yang mendera dalam pikiran beberapa penjanga yang menyambut tuan Alfian saat itu.
Yang mereka ketahui Nyonya Airin, istri dari majikan mereka sama sekali tidak hamil dan kenapa tuan Alfian malah datang membawa bayi yang baru lahir.
Apa jangan-jangan yang dikatakan wanita di depannya itu adalah sebuah kebenaran. Majikannya merampas bayi itu dari ibunya.
"Tolong Pak!"
Penjaga itu mendongak dan menghela napas, "Tapi jangan lama-lama ya Mba. Setelah masalahnya selesai Mba langsung pergi."
Penjaga itu berseru sambil membuka kunci pagar dan membuka nya lebar agar wanita aneh itu bisa masuk.
Naomi mengangguk secepat yang dia bisa. Wanita itu ingin berteriak senang sebagai ucapan terima kasih. Tapi mengingat perjanjiannya untuk cepat menyelesaikan masalah Naomi langsung berlari masuk ke halaman, menuju pintu utama.
Buk.. buk...
"Al!! Alfian!! Buka pintunya!" Naomi mengetuk dengan keras pintu depan rumah Alfian. Seluruh tubuhnya basah kuyup. Hujan mengguyur tempat itu dengan sangat deras. Naomi kembali mendekap dirinya sendiri. Bibirnya sudah membiru dan gemetaran.
"Alfian!!" teriak Naomi lebih keras lagi. Dia tidak boleh menyerah sedangkan Angel-nya sudah ada di depan mata.
Krak ....
Seorang pria muncul di depan pintu. Menatapnya geram. "Bagaimana kau bisa sampai ke sini," pekiknya.
"Kembalikan bayiku!!"
Alfian mendengus pelan. "Naomi! Kita sudah membahas tentang ini sebelumnya."
Naomi mengeling dengan cepat. "Aku tidak menyetujuinya Al! Tidak akan pernah. Sampai kapanpun bayiku tidak akan ku serahkan pada kalian. Aku lebih memilih bercerai."
Alfian tidak bereaksi. Rautnya masih tetap dingin tak terbaca.
"Ayo kita bercerai, Al. Aku tidak akan mengganggu kehidupanmu dengan Airin, tapi biarkan aku bersama Angela. Dia milikku satu-satunya."
'Keluarga yang tersisa,' lanjut Naomi di dalam hati.
Kehidupannya sudah sangat buruk selama ini. Bahkan kehidupan percintaannya juga sangat buruk. Jika tanpa putrinya juga mungkin Naomi akan gila.
"Please Al! Berikan Angela padaku."
"Siapa yang datang Al? Apa kak Nathan sudah datang?"
Seorang wanita cantik yang elegant muncul sambil menggendong seorang bayi dalam dekapannya. Naomi menatap penuh binar, batinnya bergemuruh saat menatap wajah putrinya yang berada dalam gendongan Airin
"Bayiku!!" pekik Naomi.
Wanita itu menutup mulutnya menahan isakan yang tiba-tiba lolos. Segaris senyuman tipis terlukis di bibirnya. Namun sedetik kemudian senyuman itu langsung memudar saat Airin beranjak mundur sambil menyembunyikan bayi mungil itu.
"Tidak!!" Naomi langsung gelebakan saat Airin menyingkir, semakin mundur.
Naomi mengeling pelan, dia melangkah mendekat, tapi Alfian muncul di hadapannya.
"Stop Naomi!! Jaga jarak dari putriku!" Alfian berseru nyaring. Membuat bayi di dekapan Airin terkejut dan langsung menangis.
"Tidak! Angela!"
Naomi menggapai-gapai bayinya tapi Alfian mendorongnya dengan kasar.
Laki-laki itu menatap Naomi dengan dingin dan kaku, tidak ada raut khawatir atau iba.
Alfian berbalik menatap Airin. "Bawa bayi kita ke dalam. Udara malam tidak baik untuknya."
"Bagaimana dengan kak Nathan? Dia mengatakan ingin berkunjung malam ini." Airin berseru pelan. Wanita itu masih bisa mempertahankan kelembutannya persis seorang putri. Padahal kelakuannya lebih mirip dengan wanita penyihir.
"Mungkin masih di jalan. Kau masuklah dulu, aku akan menyingkirkan wanita ini dulu."
Degh ....
Airin mengangguk. Wanita itu melirik keadaan Naomi yang sangat menyedihkan kemudian tersenyum sinis sambil mendekap lebih erat lagi bayi yang ada di dalam gendongannya. Mengatakan seolah bayi itu adalah miliknya seorang.
Naomi menggeram tertahan. Apa-apaan dua orang ini. Bagaimana bisa mereka melakukan hal yang sangat mengerikan.
Naomi mengeling. "Tidak!! Jangan bawa bayiku!!"
"Dia bukan bayimu. Angela adalah anakku dan Airin!" Alfian berseru tegas.
Laki-laki itu langsung mencekram pundak Naomi yang mencoba masuk dengan kasar, matanya melotot, seolah menegaskan sesuatu yang keluar dari mulutnya adalah keputusan mutlak.
Naomi melotot. Dia mengeling tidak percaya, "Apa yang kau katakan, Alfian Adams. Anggela adalah putriku. Dia tidak ada hubungan darah denganmu ataupun Airin! Kau tega sekali memisahkan seorang ibu dengan anaknya!!"
Bersambung ....