-Terjebak Dendam Masa Lalu-
[ Sepuluh Tahun kemudian, Minaro Estate Company. 02. 00. Pm. ]
Ada beberapa hal didunia ini yang tidak bisa diprediksi sekalipun kau melihat dengan jelas alurnya. Pertama nasib seseorang dan kedua cinta. Sama seperti melihat langit kelabu yang dikira akan turun hujan atau salju, namun sampai besok paginya sama sekali tidak turun. Atau seperti melihat langit di musim gugur, selalu berubah-ubah seiring berjalannya waktu.
Sekilas nasib bisa dilihat dengan sangat jelas, namun ada kalanya takdir membawa kita ke tempat yang tidak terduga. Tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Sedangkan cinta …
Mungkin datang bak petir di siang bolong, penuh kejutan dan tidak terduga. Membuat seseorang waras dan gila secara bersamaan.
"Kau membaca novel romantis lagi?"
Degh …
Seorang wanita muda tersenyum ke arahnya dengan kedua mata berkedip- kedip sambil menunjuk ke arah buku yang ia baca sedari tadi. Rambut pendeknya tampak jatuh ketika tubuh mungil itu sedikit menunduk, condong ke arah lawan bicaranya.
"Naomi?" lanjutnya.
Wanita yang dipanggil Naomi berdehem pelan. Ia memperbaiki posisi tidak nyaman, melirik ke sekitarnya kemudian menghela nafas lega. Ruangan tampak kosong. Ini sudah menunjukkan jam makan siang. Hampir seluruh karyawan lainnya keluar atau ke Kafetaria yang disediakan perusahaan tempat mereka bekerja untuk makan siang.
Naomi menutup novelnya. Napas yang berhembus pelan membuatnya lebih tenang ketimbang sebelumnya.
Naomi tersenyum kecil, tidak benar-benar tersenyum. Hanya menyeringai penuh kesopanan.
"Aku temukan ini di laci," serunya. Menolak mengakui jika ia memesan buku keluaran terbaru itu dari online shop.
Kesan pertama yang Naomi tunjukan adalah ketenangan dan juga tidak menyukai hal berbau cinta. Itu yang mengikutinya sampai sekarang. Teman–teman sekantornya melihat Naomi sebagai sosok dewasa dengan pemikiran yang smart ditambah lagi ia dipercaya sebagai sekretaris manager keuangan.
Cerdas, cepat, telaten dan juga sigap. Semua menilainya sempurna. Itulah sosok Naomi Aurora yang mereka kenal. Bukan wanita malang yang dikhianati oleh suami dan juga dipisahkan dengan putri kandungnya.
"Ah … ada seseorang yang meletakkannya di lacimu? Tapi siapa?" Wanita muda itu tampak berpikir sejenak.
Naomi mengangkat bahunya acuh sebelum akhirnya kembali meletakkan novel itu ke laci meja kerjanya.
"kau tidak makan siang, Bella?" tanya Naomi mengalihkan pembicaraan yang menjadi topik mereka sedari tadi.
Wanita muda yang bernama Bella menolehkan pelan, matanya tiba-tiba melotot dan berseru, "Ahh … aku lupa, astaga sudah jam berapa ini." Bella panik sendiri sambil melirik arlojinya.
"Ayo makan siang." Naomi berseru dan bangkit.
-----------
Bella berjalan tepat di belakang Naomi. Melangkah bersama ke Kafetaria yang ada di lantai lima perusahaan. Wanita muda itu mengamati keadaan sekitar yang sudah tampak lenggang, mungkin beberapa dari mereka sudah menyelesaikan makan siangnya sebelum mereka datang.
"Cepat pesan, sebentar lagi jam istirahat selesai." Naomi berseru.
Wanita itu melangkah mengambil beberapa makanan dan membawanya di salah satu meja yang terletak paling sudut. Bella mengikutinya dengan perlahan.
Naomi menghela pelan, ia menoleh dan menatap ke samping jendela kaca yang menampakkan pemandangan dari lantai lima. Wanita itu mengerutkan alisnya, raut wajah berubah-ubah ketika tidak sengaja menatap sebuah kedai es krim di bawah sana.
Sekilas sebuah kenangan melintas tanpa permisi. Naomi ingat jika putri tunggalnya Angel sangat suka dengan es krim. Ia mengetahuinya karena sebelum bekerja di perusahaan ini Naomi menjalani kehidupan suram tanpa warna.
Bukan karena masalah keuangan atau tempat tinggal, melainkan karena sampai detik ini ia masih belum bisa mengambil putrinya. Jangankan mengambil, bahkan untuk bertemu saja ia harus menjadi seorang penguntit yang mengikuti putrinya sendiri hanya untuk melihat gadis kecil itu tumbuh tanpanya.
Naomi hanya bisa melihat malaikatnya itu dari kejauhan, mengamati tumbuh kembangnya, putri cantik kebanggannya. Semua yang melekat pada Angel tidak pernah luput dari pengamatannya.
Makanan kesukaan, tempat yang sering sang putri datangi dan juga beberapa sikap dan emosinya. Rambut pirang dan wajah putih yang dominan serta netra abu-abu yang memukau.
"Kau sedang mengamati apa?"
Suara Bella yang muncul tiba-tiba membuat Naomi tersentak kaget. Semua lamunannya langsung buyar. Wanita itu menoleh, menatap sosok Bella yang penuh tanda tanya. Pandangannya juga mengikuti Naomi ke arah bawah, tempat di mana kedai es krim itu berada.
"kau menyukai es krim? Bukannya kau tidak suka makanan manis?" tanya Bella lagi.
Naomi menghela nafas Panjang. "Bukan tidak menyukai. Hanya saja aku lebih suka makanan pedas."
Bella mengangguk-angguk paham. Pandangannya beralih ke makanan yang Naomi pesan, yang nyaris semuanya terlihat pedas. Sepiring Fajita dengan potongan paprika di atasnya dan juga Quesadilla di piring lainnya.
Bella sendiri hanya bisa gigit jari ketika melihat menu yang Naomi pesan. Ia tidak bisa membayangkan jika dirinyalah yang memakan itu semua.
Disaat yang bersamaan mereka melihat beberapa karyawan dari divisi lain yang terlihat sedang lewat dan sibuk. Kebetulan dinding-dinding cafeteria hanya kaca yang transparan. Nyaris memperlihatkan kegiatan apa saja yang ada di sekitarnya.
Bella berdehem pelan, "Ngomong-ngomong hari ini akan diadakan rapat penting bukan? Kau tidak ikut?"
Naomi menghentikan kegiatan makannya. Wanita itu mendongak menatap ke arah yang sama dengan Bella. Alisnya mengerut pelan , "Tidak. Aku akan cuti dua hari kedepan jadi untuk sementara digantikan oleh sekretaris lainnya."
"Ohh … kau mau liburan?"
Naomi tidak langsung menjawab. Wanita itu menyunggingkan setipis mungkin senyumannya. "Ya bisa dikatakan seperti itu," serunya.
"Ke mana? Luar negri?" tanya Bella. Wanita itu memikirkan beberapa hal. Setahunya Naomi sudah lebih dahulu bekerja disini ketimbang dirinya. Naomi bisa dikatakan lebih senior setahun dari dirinya. Dan selama lebih dari lima tahun ini juga ia tidak pernah mendapati naomi cuti walaupun saat akhir tahun.
"Tidak juga. Tapi aku memang ingin ke tempat impian." Naomi berseru meyakinkan. Membuat Bella berpikir yang tidak realistis dengan apa yang ia ucapkan.
Naomi terkekeh pelan, ia menggeleng dan tidak peduli jika Bella membayangkan gunung es akan runtuh detik ini juga. Wanita itu kembali melanjutkan kegiatan makannya yang tertunda. Mengisyaratkan jika ia mengakhiri pembicaraan ini.
Sampai makan siang berakhir dan ia kembali ke tempat di mana ia harus bekerja. Membereskan file-file khusus untuk dibaca oleh sekretaris penggantinya dalam dua hari ia cuti. Waktu berlalu dengan cepat. Tanpa ia sadari kini hanya ada dirinya di ruangan tim sekretaris ini.
Naomi menghela nafas Panjang. Ia mengamati arlojinya sendiri. Seharusnya ia sudah pulang dari tiga jam yang lalu. Tapi ia tidak mengingat itu saat asyik dengan pekerjaannya.
Naomi menekan dahinya pelan, menghela napas Panjang beberapa kali sebelum memutuskan untuk pulang.
Bersambung ….