-Terjebak Dendam Masa Lalu-
Airin menggigit bibir bawahnya saat bayi Angela sedang diperiksa oleh dokter anak yang sengaja mereka datangkan.
Helaan napas bingung antara kesal dan takut tidak bisa Airin hindari. Wanita itu melangkah ke sana kemari tepat di depan pintu kamar.
Airin menolak menemani bayi Angela diperiksa, dia ketakutan jika bisa jadi bayi yang baru dia dapatkan itu kembali meninggalkannya.
Setelah menunggu beberapa lama sang dokter yang tadinya memeriksa di dalam muncul dengan Alfian di belakang.
"Bagaimana?" tanya Airin.
Wanita itu masih takut-takut menatap ke arah dokter.
"Dia baik-baik saja. Hanya sedikit demam." Sang dokter menatap Alfian pelan sampai pria itu mengangguk.
Alfian menghela nafas pelan. "Airin, ada yang ingin dokter bicarakan dengan kita. Ini mengenai Angela."
Airin mengerutkan alisnya bingung, tatapannya berubah dari Alfian ke doktor itu.
"Apa terjadi sesuatu dengan Angel?" tanyanya khawatir.
"Tidak, bukan itu."
Alfian menghela pelan. Pria itu mendekat ke arah sang istri, "Ini masalah Angela. Kau tau dia terlahir prematur."
Airin mengangguk. Jelas dia mengetahui hal itu. Airin cukup khawatir bercampur takut ketika suaminya mengatakan saat wanita itu akan melahirkan. Padahal usia kandungannya masih belum genap sembilan bulan.
"Keadaannya belum sempurna. Angela membutuhkan inkubator, Sayang. Hanya untuk dua bulan itu paling lama." Alfian menjelaskan. "Jadi, dokter menyarankan agar kita kembali membawanya ke rumah sakit. Fasilitas di sana jauh lebih lengkap."
Airin langsung menggeleng dengan cepat. "Jangan bawa dia menjauh dariku, jangan!" Wanita itu membentak.
"Sayang, dengar! Tidak ada yang ingin memisahkan kalian. Ini hanya sementara, aku janji," ucap Alfian.
Alfian mendekat, ia menarik tubuh sang istri, mendekapnya agar wanita itu tenang. "Dia tidak akan bisa mengambil bayi kita. Aku janji, semua keamanan akan kita kerahkan untuk menjaga rumah sakit tempat Anggela dirawat nanti."
Airin langsung mendongak, matanya membulat tiba-tiba. "Hubungi Aiden, kita minta tolong ke rumah sakitnya saja."
Alfian diam beberapa saat. Pria itu melirik ke arah dokter kemudian mengangguk. "Baiklah, kita akan meminta bantuan Aiden kalau begitu," putus Alfian yakin.
Pria itu mengusap punggung sang istri, menenangkan dalam beberapa saat.
Saat pagi menyingsing, Alfian dan Airin langsung membawa bayi anggela ke rumah sakit milik orangtuanya Aiden.
Hawa dingin masih menyurup di luar sana, beradu dengan tetesan embun. Rumput-rumput masih basah, tanah yang airnya mengenang akibat sisa badai hujan lebat tadi malam.
Airin menghela nafas panjang. Wanita itu mendekap tubuh kecil si bayi, sambil sesekali melirik Alfian.
"Dia akan baik-baik saja bukan?" tanya Airin.
Alfian menoleh sekilas kemudian mengantuk membenarkan. "Yah, dia putri kita yang kuat. Setelah dua bulan kita bisa membawanya ke mana pun yang kita mau nantinya."
Alfian memelankan laju mobilnya ketika mereka mendekati halaman rumah sakit. Alfian memarkirkannya sementara Aiden sudah lebih dahulu melangkah ke lobi depan.
---------
"Dia bayi kalian?" Aiden bertanya untuk kesekian kalinya pada Alfian yang berada di dekatnya.
Pria itu mengerutkan alisnya pelan. Alfian hanya mendenggus kesal. "Kau tau apa yang terjadi sebenarnya bukan?"
Aiden berdehem pelan. Dokter anak itu merasa tidak enak ketika melihat raut Alfian. Jelas dia salah menanyakan hal itu.
Kejadian di masa lalu membuat kepalanya sakit dengan masalah orang-orang di sekitarnya.
Kadang Aiden berpikir kenapa bisa ia memiliki dua teman yang sama-sama bermusuhan, Alfian yang terlalu bucin dan Airin yang plin-plan juga Saga yang kekanakan dan suka kabur jika ada masalah.
Aiden menghela nafas panjang, pria itu kembali menatap sang bayi yang sudah dimasukkan ke tabung inkubator.
Aiden mengerutkan alisnya, perasaan tidak asing langsung menyusupi benaknya. Entah kebetulan atau apa pun itu, Aiden merasa wajah si bayi tidak asing.
Kulit putih dan juga rambut sedikit pirang yang hanya berupa helaian halus yang sangat tipis.
Aiden mengusap tengkuk bagian belakangnya. Kemudian menatap Alfian.
Pria itu mengingat bagaimana Alfian, tamannya itu yang datang ke ruangannya dengan Airin yang membawa seorang bayi cantik.
Aiden refleks mengerutkan alisnya bingung. Sampai Alfian menjelaskan jika mereka sedang mengangkat seorang anak yang membutuhkan inkubator.
Awalnya Aiden tidak banyak bertanya tapi setelah melihat bayinya, ia langsung berpikir jika bayi itu sedikit mirip dengan Airin sendiri.
Mereka sama-sama berambut pirang tapi wajah si bayi cenderung mirip dengan seseorang yang Aiden kenal.
'Dia ....'
Aiden terkekeh pelan ketika pemikiran itu terbesit di dalam benaknya. Setelah dipikir-pikir mungkin semuanya itu akan menyumpahinya jika dikatakan mirip dengan si bayi.
"Kami sangat mengharapkan kau mau bekerja sama. Tolong, ini keinginan terbesar Airin."
Degh ....
Aiden langsung memalingkan wajahnya ke arah Alfian, pria itu terdiam beberapa saat. Dia tau apa yang harus dia lakukan.
"Aku tau, tapi untuk hak asuh bayinya apa kalian sudah melengkapi suratnya. Err ... maksudku tentang surat adopsi."
Alfian terdiam beberapa saat. Raut nya berganti dingin. Suasana berubah tegang dalam beberapa saat.
Aiden merasa jika keadaan sekitar terasa hening meskipun para perawat lalu lalang, begitu pula dengan para pasiennya.
Rumah sakit ini adalah rumah sakit besar yang tidak mungkin sepi. Aiden menghela nafas panjang.
Pria itu merasa enggan membahas soal anak dan hak asuh anak atau pun yang berhubungan dengan anak pada Alfian.
"Al, maksudku. Ketika kau memasukkan-"
"Aku mengerti." Alfian berseru dengan cepat memotong ucapan si dokter anak.
"Kami sudah merampungkan urusan kami dengan pihak panti asuhan. Tidak terlalu banyak yang diurus, karena bayi itu juga baru saja mereka dapatkan tadi malam, tergeletak di dalam pintu panti asuhan."
Aiden mengangguk-angguk paham. "Apa dia dibuang?"
Alfian mengangguk, "Sepertinya begitu."
Aiden menghela nafas pelan. Pria itu menoleh, sekali lagi dia melirik ke arah si bayi. "Kasihan sekali dia. Ibu mana yang tega sekali membuang anak, padahal banyak diluaran sana yang menginginkan kehadiran bayi."
Jika dilihat dari kondisinya. Bayi yang dibawa Alfian pastinya baru terlahir paling tidak lima atau seminggu.
Masih sangat kecil dan cantik. Pada saat melihatnya untuk pertama kali Aiden bahkan langsung jatuh cinta. Ia tidak habis pikir dengan ibu kandung si bayi yang tega membuang anak secantik itu.
Aiden menghela pelan, "Ngomong-ngomong siapa nama bayinya?" tanya Aiden.
"Angelana Adams."
Degh ....
'Angelana Adams?'
Aiden mengerutkan alisnya bingung. Pria itu terasa mengingat jika dia pernah mendengar di mana dia pernah mendengar nama itu?
"Namanya unik," seru Aiden.
"Yah ... Airin yang memberikan nama itu. Dia sudah jatuh cinta saat pertama kali pihak panti asuhan memperlihatkan Angel. Bagi kami dia benar-benar seorang malaikat untuk rumah tangga kami."
Bersambung ....