Chereads / Terjebak Dendam Masa Lalu / Chapter 12 - Bab 12-Kejutan Tidak Terduga

Chapter 12 - Bab 12-Kejutan Tidak Terduga

-Terjebak Dendam Masa Lalu-

Detik waktu jarum jam serasa berputar dengan lambat. Naomi sudah beberapa kali melirik jam dinding di dekatnya.

Wanita itu sengaja menunggu di depan pintu. Berharap Alfian muncul di baliknya. Tapi sudah lebih dari satu jam, dan suaminya itu tidak datang sama sekali.

"Apa dia masih bersama Airin?" Naomi bergumam pada dirinya sendiri. Mengingat kejadian tadi membuat dadanya bergemuruh hebat.

Naomi menggigit ujung jarinya tidak sengaja. Sesekali mendesah pelan ketika merasakan kepalanya berdenyut, perutnya juga terasa sakit.

Di saat bersamaan pintu depan terbuka. Naomi langsung bangkit dan menghampiri Alfian.

"Kau baru datang," seru Naomi cepat. Otaknya sudah menyusun seribu pertanyaan terkait kejadian tadi di acara reuni.

Apakah Alfian berselingkuh? Sejak kapan? Benarkah itu. Mengapa anak-anak lain mengaanggap keduanya masih memiliki hubungan sementra Alfian sendir sudah menikah, kenapa?

Naomi menggeleng dengan cepat. Dia tidak bisa menduga-duga seperti itu.

Alfian terdiam. Alisnya mengerut pelan sebelum menghela nafas panjang. Dia melengos pergi tanpa bicara sedikit pun. Meninggalkan Naomi yang masih mematung di tempat.

"Al!! Al!!" teriaknya.

Alfian masih tidak menggubrisnya. Laki-laki itu tetap melangkah menjauhi Naomi yang memanggil-manggilnya.

"Kau belum menjelaskan semuanya!!Alfian, kau mengacuhkanku. Aku istrimu!"

"ALFIAN ADAMS!!"

Naomi berteriak keras sampai Alfian menghentikan langkahnya dan berbalik. Tatapan laki-laki itu tampak menyeramkan, aura hitam berputar-putar mengelilinginya.

Alfian menatapnya tajam. Laki-laki itu menghela nafas panjang, "Apa maumu. Aku cape!" serunya santai.

Naomi melotot. Alisnya mengerut apa yang Alfian katakan tadi cape? Yang benar saja. "Kau pikir aku tidak cepe?" sentak Noomi cepat.

Wanita itu menghela napas panjang, melangkah, semakin mengikis jarak di antara mereka. Naomi tersenyum kecil, "Apa kau tidak pernah memperhatikan betapa capeknya aku selalu mengalah selama ini."

Sudah satu tahun hubungan pernikahan mereka dan itu tidak pernah mengalami kemajuan.

"Apa maumu." Alfin bertanya lagi. Kali ini sedikit lebih lembut dari yang pertama.

Naomi menghela nafasnya panjang-panjang. "Kau masih berhubungan dengan Airin?"

Degh ....

Afian tidak menjawab. Laki-laki itu lebih memilih bungkam dan itu artinya iya. Naomi terkekeh pelan, merasa kasihan dengan dirinya sendiri.

"Kau tidak menjawab itu artinya iya," seru Naomi tegas.

Alfian menggela pelan. "Naomi, bisakah kita tidak membahas itu. Ini sudah malam, biarkan aku istirahat. Lagipula itu bukan hal yang penting."

Naomi tersentak. Suaminya hanya menganggap semua pertanyaannya adalah hal yang tidak penting?

Yang benar saja!

Naomi mensenggus, kedua tangannya meremas ujung renda gaunnya.

Dia mendongak, "K-kau menganggap ini lelucon, begitu? Lalu kau anggap kejadian di acara tadi jugi lelucon? Damn it! Alfian ku mencium mantan pacarmu tepat di depanku." Naomi berteriak keras. Dadanya bergemuruh dengan detakan yang berdegup luar biasa.

Naomi mencengkram perutnya yang kembali terasa sakit. Pandangannya mengabur oleh air mata yang mulai menggenang di pelupuk.

Alfian mengerutkan alisnya. Helaan nafas panjang terdengar. "Kau bicara apa, sih."

"Jangan mengelak lagi, Al. Aku melihat dengan jelas saat kau ditarik oleh wanita jalang itu ke atas panggung!"

Alfian melotot tiba-tiba. Raut wajahnya berubah lebih dingin. Suaminya sedang marah. Naomi bahkan bisa melihat kepalan tangan yang sedari tadi mengerat.

"Naomi, kau tidak bisa memanggil Airin dengan sebutan tidak sopan seperti itu." Alfian berseru membela.

"Kenapa? Haruskah aku memanggilnya wanita pelacur!"

"NAOMI!!"

"DIAM AL!!" Naomi meringis pelan saat merasakan perutnya seperti dipilin, diputar dan di peras di saat bersamaan. Pandangannya mulai mengabur. Langit-langit rumah terasa rendah sampai Naomi merasakan tubuhnya terhempas.

Menyentuh lantai, dan kegelapan merasukinya.

-----------

Naomi mengedip kedipkan matanya saat merasa tubuhnya ringan. Pandangannya mulai terfokus pada bola lampu yang menyala dan langit-langit siang berwarna putih manoton.

Naomi menoleh ke samping. Dindingnya juga menggunakan nada yang sama. Seketika Naomi tersadar, dia berada di sebuah ranjang rumah sakit.

Tangan kirinya dibalut selang infus yang terhubung ke tiang di sampingnya. Begitu pula dengan selimut tebal yang membungkus tubuhnya.

Naomi memejamkn matanya, mengingat ingat kembali bagaimana dia bisa berakhir di tempat ini.

Disaat bersamaan pintu kamarnya terbuka lebar, memunculkan sosok Alfian dengan raut datarnya.

Laki-laki itu melangkah mendekat, "Kau sudah bangun," serunya.

Alfian mengambil kursi tunggal dan menyeretnya duduk di samping ranjang Naomi.

Naomi mengangguk samar, berusaha duduk dan bersandar. Naomi menoleh ke arah Alfian yang memandangnya dengan pandangan tidak biasa.

Naomi mengerutkan alisnya tidak nyaman. "Al, ada ap-"

"Kau hamil." Itu bukan pertanyaan tapi sebuah pernyataan telak.

Naomi langsung membeku seketika. Tangannya refleks menekan perut dari balik selimut tebal.

'Apa? Hamil? Tidak mungkin. Bagaimana ini bisa terjadi. Apa jangan-jangan karena malam itu?'

Degh ...

Naomi ketakutan. Pandangannya beralih ke arah Alfian yang menatapnya tajam sedari tadi.

Naomi menelan ludahnya dengan susah payah. "Al ... i-ini ..."

"Bagaimana bisa? Seingatku kita bahkan belum pernah berhubungan sekalipun dan kau sudah hamil delapan minggu." Alfan berseru. Matanya menyipit curiga.

"Katakan padaku siapa ayahnya?"

Naomi terdiam. Lidahnya kelu seketika. Tidak ada yang bisa ia lakukan kecuali menundukkan kepala, malu.

Bagaimana bisa Naomi mengatakan siapa laki-laki itu sedangkan dia sama sekali tidak tau.

Naomi mengeling dengan cepat.

"Kau berselingkuh di belakangku?" tuduh Alfian.

Naomi mendongak dan menggeleng, mana mungkin dia melakukan itu. "A-aku tidak tau Al, saat itu aku pikir kamu." Naomi bersusah payah mengeluarkan suaranya.

Afian terdiam beberapa saat. Naomi menegang. Apa ini akhirnya? Alfian akan menceraikannya detik ini juga.

Naomi tidak bisa lagi membendung air matanya. Tapi yang dia dapatkan saat itu justru sebaliknya.

Alfian menerima kehamilannya. Laki-laki itu juga mengatakan jika dirinya bersedia menjadi ayah dari anak yang dikandung oleh Naomi.

Saat itu Naomi terlalu bahagia. Masa-masa suram yang sempat ia pikirkan sama sekali tidak terjadi.

Kebahagiannya bisa menutupi semua kejadian sebelumnya. Naomi juga menganggap keadaan rumah tangganya baik-baik saja. Karena Alfian memperlakukannya dengan lembut setelah itu.

Waktu yang ia habiskan lebih banyak, mengecek kandungan, membeli susu ibu hamil dan juga menemaninya bersenam.

Hanya satu yang tidak Alfian lakukan, yaitu membeli baju-baju bayi dan perlengkapan lainnya walaupun mereka sudah mengetahui jenis kelamin si jabang bayi.

Saat itu Naomi sama sekali tidak curiga dan tidak menyadarinya. Tapi di masa sekarang ia menjadi tau alasan di balik kebaikan Alfian.

Laki-laki itu menerimanya hanya ingin mengambil bayinya ketika sudah lahir. Alasan yang paling logis yang pernah Naomi pikirkan saat ini.

Karena tidak akan ada seseorang yang menerima begitu saja kesalahan orang lain tanpa menyembunyikan hal yang lainnya disaat bersamaan.

Seharusnya saat itu Naomi sadar. Alfian tidak mungkin menerima anak yang Naomi kandung begitu saja, Alfian bukan ayahnya dan terlebih lagi laki-laki itu sudah dua kali ketahuan berselingkuh.

Bersambung ...