Chereads / Ilalang Merah / Chapter 10 - 10. Kegilaan Dimulai

Chapter 10 - 10. Kegilaan Dimulai

Bab 10

Kegilaan Dimulai

Kita tak pernah tahu pada siapa hati akan berlabuh. Jika kamu percaya denganku maka percayakah kamu jika aku berkata 'aku mencintaimu'.

--------

"Aku menyukaimu!"

Aku tersedak seketika. Bukannya aku tidak tahu sinyal yang selama ini dia berikan. Tapi aku tak menyangka kalau sekarang dia mengutarakannya padaku.

Sudah dua bulan berlalu sejak kejadian seret menyeret ala Mas Bimo. Aku jadi harus menjelaskan semuanya plus minta maaf pada orang yang sedang mengungkapkan rasa sukanya padaku. Siapa lagi kalo bukan kak Restu yang super pengertian dan perhatian ini. Uh gimana cewek tidak melelh sama dia. Sudah perhatian, lembut, supel, plus wajah ganteng dan plus lagi pewaris tunggal perusahaan besar. Wah..

Dan bukankah aku perempuan yang beruntung?

Disukai oleh pria semacam Kak Restu!

"Kakak enggak salah ngomongkan!" kataku mencoba menyadarkannya siapa tahu lidahnya lagi keseleo.

"Enggak Kai. Aku benaran suka sama kamu sejak pertama aku melihatmu di auditorium waktu itu!" katanya membenarkan ucapannya sebelumnya.

"Tapi kakak tahu kan aku sudah punya suami. Aku menantu keluarga Wijaya." kataku.

"Aku tahu aku gila menyukaimu yang sudah terikat. Tapi apa benar kamu mau bertahan dengan Bimo yang kaya gitu!" jelasnya.

"Aku akan bertahan padanya Kak!" jelasku.

" Sampai kapan?" tanyanya yakin.

Aku memicing melihatnya, seyakin itukah dia bahwa aku tidak akan bisa bertahan dengan mas Bimo.

Mas Bimo sendiri sebenarnya sudah memberi sinyal baik tentang kedekatanku dengan kak Restu dengan tidak berkomentar banyak.

'Jalani saja hidup loe dan gue juga jalani hidup gue! Persetan siapa pun yang jadi pacar loe mau si Restu Sam apa cowok-cowok lain. Tapi jangan ganggu urusan gue. Cukup adilkan!' Katanya saat aku mencoba berkonfrontasi dengannya.

Jadilah begini sekarang aku masih tetap dengan kak Restu menjelaskan bagaimana aku harus menikah di usia muda.

"Aku akan menunggumu." katanya yakin.

"Kakak serius!"

"Aku tak pernah seserius ini." yakinnya.

"Maaf kak." sesalku.

"Jangan menolakku. Pikirkan saja dulu. Datanglah padaku saat kamu siap melepaskan Bimo. Aku tahu kamu tidak mencintainya. Pernikahan kalian hanya ikatan bisnis belaka." Ungkapnya membuatku merinding seketika. Dia meraih jemariku dan meremasnya dengan lembut. Perempuan mana yang tahan diperlakukan seperti aku.

"Kak?" lirihku.

Dan kak Restu hanya tersenyum sekilas.

Dia gila. Benar-benar gila.

Dan apa dia tahu bahkan aku lebih gila dari apa yang dia lakukan sekarang.

"Aku akan bicarakan dengan Mas Bimo Kak!" lihat kan apa yang aku ucapkan barusan, tindakan gila macam apa ini.

Setelah pertemuan gila dengan Kak Restu segera aku menghubungi Renata minta bertemu dengannya.

Aku menuju rumahnya karena katanya dia sedang berada di sana dan malas untuk keluar rumah.

"Apa? Kak Restu gila!" respons Renata setelah aku menceritakan semua pembicaraanku dan kak Restu. Sudah kuduga akan begini responsnya.

Yah aku dan Kak Restu saja tidak memungkiri kalau kami lagi gila.

Gimana dengan reaksi orang lain.

"Hai, jadi menurutmu gimana" Tanyaku.

Renata segera bangun dari posisi malasnya dan dengan tajam menatapku.

Menilai dan menimbang serta mencari jalan keluar terbaik.

"Cek sebaiknya tinggalkan saja dia." kata Renata.

"Tapi Ren ini kesempatan bagus buat gue!" ujar ku.

"Hem.. Jangan-jangan loe suka lagi sama dia!" tuduh Renata.

"Cewek mana yang bakal tidak suka sama dia. Loe aja pasti antre kalau dia buka sayembara cari pacar!" kataku.

"Ya itu pasti. Sayangnya dia suka sama loe! Percuma juga ikut sayembara tolol macam loe bilang itu!" sahutnya sambil mengibaskan tangan.

"Jadi?" kataku meminta saran.

"Oke. Loe pernah bilang ke gue. Loe enggak bisa bubar sama suami loe itu sebelum loe mendapatkan cowok yang latar belakang keluarganya lebih kaya raya dari klan wijaya. Benar?" runut Renata.

"Ya!"

"Yang jadi masalahnya bisnis keluarga Restu, Levelnya di bawah klan Wijaya neng. Kalo loe mau cari cowok loe harus cari dari Sinar, Win, D&K atau Bachtiar Group. Lihat kan! Jadi gue enggak setuju loe main garam sama kak Restu. Mending dia main air sama gue. Ketahuan basahnya." Kata Renata sambil menggelengkan kepala tanda tak setuju.

"Sekarang pikir Ren. Bachtiar grup pewarisnya yang belum nikah ada digenerasi ke empat. Itu pun masih pada bau kencur alias masih pada bocah. Tak mungkin lah gue merecoki rumah tangga sekaliber Bachtiar.

Win grup sejauh ini pewaris mereka adalah dua cucu dan semuanya wanita. Ih gue masih normal Ren, ditambah LGBT ilegal di Indonesia. D&K aku menyerah sama klan ini Ren akan terlalu banyak pemberitaan yang bisa merusak nama Wijaya kan? Dan loe tahu sendiri soal Sinar Grup."

"Ya Grup kaku yang anti pati dengan pemberitaan miring. Loe bakalan langsung ditendang sebelum memasuki gerbang!" lanjut Renata sambil cekikikan kaya kuda.

"Lalu akan menjadi mustahil buat gue keluar dari mas Bimo psikopat itu!" lanjutku. "Dia enggak akan menceraikan gue. Dan gue enggak bisa pisah dari dia!" aku bicara setengah putus asa.

"Gue lebih senang loe tetap di klan wijaya Kai." kata Renata.

"Bukan hanya karena kepentingan gue aja. Tapi juga kepentingan loe!" lanjutnya.

"Gue tahu sejauh ini loe sadari atau tidak keputusan yang loe ambil berasal dari pertimbangan gue, ya kecuali saat loe nikah dengan mas Bimo loe itu tentunya. Tapi Kai jika loe ingin pisah dengan suamimu dan berhenti bergantung di keluarga Wijaya jangan loe lakukan sekarang saat loe enggak punya kuasa apa-apa di perusahaan loe sendiri. Mengerti kan maksud gue?" jelas Renata.

Aku mengangguk setuju.

"Tapi kalau loe naksir sama kak Restu boleh juga Kai!" katanya usil.

Waduh apaan Renata ini.

"Maksud loe?" kataku tak mengerti ke mana arah pembicaraannya.

"Kapan lagi loe punya cowok ganteng macam dia!" Renata menyengir penuh kelicikan.

Aku hanya memicingkan mata. Apa dia juga mulai ikut gila.

"Kai. Gue teman loe. Selama gue kenal loe. Loe tak sekalipun menikmati rasanya jatuh cinta kan. Kadang di sini." katanya menunjuk dadaku. "Lebih baik didahulukan dari pada di sini" ucapnya dan tangannya beralih menunjuk jidatku.

"Jangan terlalu banyak berpikir Kai!" katanya.

"Saranku sih. Bilang pada kak Restu, apakah dia sanggup bikin Sam-H menyejajarkan diri dengan Wijaya. Atau suruh aja dia menunggu beberapa tahun lagi saat loe benar-benar bisa pegang perusahaan ayah loe itu. Itu kalau loe mau kasih dia harapan." Wajah culas Renata kembali berbinar.

Dasar otaknya memang isinya cuma strategi licik.

Apakah aku sudah salah bicara dengan orang gila bernama Renata?

Siapa yang sebenarnya gila?

Kak Restu?

Aku?

Atau Renata?

*