Chereads / Ilalang Merah / Chapter 11 - 11. Kenalkan Dia, Rosemary

Chapter 11 - 11. Kenalkan Dia, Rosemary

Bab 11

Kenalkan Dia, Rosemary

Aku masih memikirkan Kak Restu bahkan sampai keesokan harinya.

Aku bersandar di gazebo seperti biasa. Kali ini menemani Juna yang tengah berenang.

Juna keluar dari kolam dan menghampiriku sambil menyesap jusnya.

"Melamun aja Ipar!" katanya menyadarkanku dari pikiran ku.

"Sudah kelar berenangnya?" kataku.

Juna mengangkat bahu dan langsung duduk di sampingku.

"Apa yang sedang loe pikirkan sih?" tanyanya.

"Loe!" kataku asal tapi akibatnya fatal.

"Gue?" tanya Juna penasaran.

"Kapan loe mau kuliah Jun? Tahun depan, dua tahun lagi!" semburku.

"Haha" Juna langsung ketawa lepas. "Kukira loe mencemaskan apa." Katanya setelah puas tertawa.

"Gue serius Jun. Loe enggak berpikir tentang masa depan loe apa? Akung bukannya berpesan kalian tidak boleh bergantung sama siapa pun termasuk orang tua!" ucapku mengingatkannya dengan nasihat kakek Wijaya.

"Masa depan?" tiba-tiba Juna menjadi gamang. "Gue memikirkannya kok. Gue seorang petualang Kai. Gue tak butuh pendidikan macam kuliah atau semacamnya." Kelitnya.

"Itu kebohongan!" kataku sambil berdiri dan meninggalkannya duduk terpaku sendiri.

Caranya berbohong dan perubahan sinar matanya membuatku muak. Kapan sih dia jujur. Setidaknya dalam tingkahnya sehari-hari.

Aku mulai sesak setiap kali dia mencoba membohongiku. Cukup Mas Bimo yang berlaku dirumahdi rumah ini. Kenapa Juna sekarang bersikap begitu pula padaku.

Juna lembut dan perhatian tapi terselip kejanggalan di sinar matanya.

Setiap kali kutatap matanya setiap kali dapat kutemukan keanehan.

Dia banyak bercerita tentang bagaimana rasanya bertualang di banyak tempat. Mengisahkan padaku setiap momen yang dia alami selama dia mendatangi berbagai tempat.

Aku sudah melihat semua hasil jepretannya.

Dia selalu merasa bersyukur diberikan limpahan kenikmatan saat melihat kembali album yang disebutnya 'kehidupan', di situ terdapat banyak foto tentang tawa, tangis, perjuangan, rasa lelah, dan kerja keras dipadu dengan kesederhanaan, kekayaan ataupun kemiskinan. Beberapa potret tentang tangisan jalanan, pengamen jalanan, kuli-kuli di pasar tradisional di berbagai negara yang dia kunjungi.

Juna selalu senang menceritakan bagaimana dia menemukan sudut-sudut lain di kota-kota masyhur dunia, mengabadikan bahwa hidup adalah sebuah dua sisi mata uang.

Lalu air matanya akan meleleh dan dia akan berkata betapa rindunya dia dengan tempat-tempat itu, karena di sanalah dia akhirnya bisa merasakan Tuhan. Sebuah perjalanan spiritual yang amat mengharukan. Bahkan aku sempat ikut menangis bersamanya dan tersedu tak dapat menahan haru.

Yah tapi sekali lagi tak kulihat kejujuran saat ini. Tak kulihat wajahnya berseri mengungkapkan bahagianya dia bisa kembali karena nyatanya mungkin di sini bukanlah tempat yang tepat buatnya. Lalu kenapa dia tidak merancang lagi perjalanannya?

*

Ini di luar dugaanku sebelumnya. Aku tahu aku gila dengan membicarakan tentang Restu kepada Mas Bimo.

Tapi reaksi mas Bimo nyatanya sama gilanya denganku.

"Jadi loe pacaran sama Restu Sam sekarang?" tanyanya sepertinya enggan terlibat lebih jauh.

"Kalau Mas Bim tak keberatan." Kataku berkompromi.

Mas Bimo justru tertawa sampai terbahak-bahak, tak pernah selama aku menikah dengannya dia tertawa lepas seperti sekarang.

"Hem!" mas Bimo menghentikan tawanya dan mengatur kembali pengendalian dirinya.

"Oke gue tidak masalah. Selama kalian bisa menjauhkan gosip." Katanya.

Mas Bimo kemudian berlalu keluar dari kamar dan berbalik seperti mengingat sesuatu.

"Key!" panggilnya.

"Ya!" aku menengok dan menghadapi mas Bimo lagi.

"Gue mau ketemu dengan Restu Sam." Ucapnya tegas.

"Buat apa?" tanyaku waswas.

"Tenang. Gue enggak bakal macam-macam kok. Lagian kalau mau tonjok-tonjokan gue yang bakalan babak belur!" seringainya sambil menahan senyum.

Benar juga sih! Mas Bimo kurus begitu, lain halnya dengan Kak Restu yang tubuhnya berotot.

"Lalu?"

"Cuma mau kenalan saja. Kita makan siang besuk dan ajak Restu Sam. Ada yang mau gue kasih tahu juga ke loe." Ucapnya dan langsung berbalik keluar kamar.

*

'Rick&Ney kafe jam tiga jangan terlambat Key! Jangan lupa sama Restu Sam. Gue enggak mau loe datang sendiri.' Pesan yang berisi perintah itu masuk di Hp ku saat makan siang hampir tiba.

Aku dan Kak Restu memasuki Rick&Ney. Letaknya tak jauh dari kampus. Suasana di sini begitu tenang. Jam makan siang sudah berakhir. Hanya ada segelintir tamu. Sekarang pukul 14.50. Aku belum merasa terlambat.

Aku menghampiri pramusaji dan menanyakan apakah ada meja yang telah di pesan atas nama Bimo. Sang pramusaji menunjuk salah satu meja di sudut kafe.

Setelah berterima kasih aku melirik sekilas Kak Restu yang tepat berada di sebelahku.

Aku melihat meja yang ditunjuk sang pramusaji dan mendapati seseorang telah duduk dengan nyaman di sana seorang diri. Aku yakin itu bukan Mas Bimo. Masa iya mas Bimo mengenakan dress dan berambut panjang.

"Maaf!" kataku. Siapa tahu dia salah menempati tempat duduk.

"Oh. Kaira ya! Duduklah Bimo masih di jalan katanya bentar lagi sampai." Katanya aku melihatnya sekilas. Aku mengenalinya sebagai salah satu asisten dosen yang beberapa kali mengisi kuliahku.

Nona Rosemary Hanum.

Kak Restu menarik kursi untukku dan kemudian menarik kursi untuknya sendiri.

Aku duduk tepat menghadap wanita itu. Dan dia tersenyum kecil padaku.

Pramusaji datang dan memberikan menu karena sebelumnya aku sudah makan siang aku memutuskan untuk memesan minuman saja begitu pun Kak Restu.

Mas Bimo datang sesaat setelah sang pramugari pergi.

Dia menyapa nona Rosemary dan mengecup keningnya sekilas meminta maaf padanya karena terlambat. Apa yang mau dia tunjukkan padaku? Kemesraan! Dan siapa nona Rosemary ini!

"Maaf ya gue telat!" katanya kemudian pada kami sambil menarik kursi di samping Nona Rosemary berhadapan dengan Kak Restu.

"Kalian sudah saling memperkenalkan diri?" katanya. Aku hanya diam tak bereaksi sementara nona Rosemary menggeleng.

"Key ini Rosemary pacar gue, dan Mey ini Kaira istri gue!" katanya memperkenalkan kami berdua.

Kegilaan macam apa lagi ini?

Tapi kami berjabat tangan juga dan saling menyebut nama.

"Jadi siapa dia Key?" kali ini mas Bimo melihat Kak Restu yang duduk di hadapannya.

"Mas Bim dia kak Restu dan kak Restu ini Mas Bimo." Ucapku canggung.

"Bimo suaminya Kaira! Kamu?" tantang mas Bimo nyata.

"Restu teman dekatnya Kaira." Ucap Kak Restu tajam. Mas Bimo menanggapinya dengan senyum.

"Senang kita bisa bertemu!" tuturnya kemudian.

Suasana menjadi mencekam seketika aku menatap nyalang mas Bimo dan Rosemary.

Sementara mas Bimo menatapku dan Kak Restu menilai.

"Loe enggak mau ngomong sesuatu Mey?" ucap Mas Bimo beralih menatap Rosemary.

"Soal?" tanyanya heran.

"Sudahlah Mey! Lalu gimana sama loe Key?" tanya Mas Bimo beralih memandangku.

"Mas yang minta bertemu dan katanya ada yang ingin di sampaikan!" kataku mencoba bersikap biasa.

"Bener juga ya." Senyum seringai mas Bimo menguar.

Sayangnya pramusaji datang membawa pesananku dan kak Restu jadilah mas Bimo mengurungkan kalimatnya.

Dia justru memesan minuman dan minta sesegera mungkin diantar.

"Apa pendapatmu tentang hubungan kami Key?" tanya mas Bimo.

"Itu terserah Mas Bim!" kataku cuek.

"Gue sudah kasih izin loe berhubungan sama dia. Jadi gue harap loe hargai hubungan gue sama Mey." Katanya sambil menatap lembut Rosemary.

Aku tak pernah melihat mas Bimo tersenyum tulus seperti senyumnya kepada Rosemary.

Aku hanya mengangguk, jika mas Bimo menemukan kebahagiaan dengan wanita ini aku tak berhak melarangnya. Toh aku juga melakukan hal yang sama.

"Restu gue harap loe bisa kasih apa yang tidak bisa gue beri ke Key." Ucap mas Bim menghadap ke Restu. "Tapi perlu loe tahu dan kamu juga Mey, gue sudah terlanjur berjanji pada Kaira untuk tidak menceraikannya apa pun yang terjadi." Katanya.

"Gue hanya akan mengizinkan Kaira pergi dengan mengajukan gugatan cerai itu pun saat dia menemukan seseorang yang lebih kaya dari klan Wijaya. Benarkan Key?" lanjutnya.

Aku pasrah dan hanya bisa mengangguk.

Kak Restu menatapku.

"Sekarang kakak tahu alasanku kan." Kataku padanya.

Dia justru meraih jemariku yang berada di samping dan meremasnya.

"Gue tahu bila dibanding klan Wijaya bisnis keluarga gue tidak ada apa-apanya. Tapi gue yakin suatu saat gue pasti bisa menyejajarkan Sam-H dengan Wijaya." Ucap Restu sambil menggenggam tanganku erat.

"Kami menunggu loe melakukannya. Sampai saat itu tiba gue tidak bisa berpisah dengan Kaira." Ucap mas Bimo.

"Maaf in gue Mey. Gue telah berjanji!" kata Mas Bim menghadap ke Rosemary.

Rosemary tersenyum getir.

Jadi, kita semua intinya sama-sama gila. Entah gila karena apa.

Keadaan memaksa kami berlaku gila. Kesenangan menuntunku untuk melakukannya. Bertahan atau tidak hubunganku dan Kak Restu adalah sebuah kegilaan yang pernah aku jalani.

Lalu sampai kapan kegilaan ini akan berlangsung?