Dua bulan berlalu sejak Asha selesai menjalani operasi kedua dan sudah dapat beraktivitas seperti semula. Asha sudah dapat melakukan tugasnya untuk memberikan pertolongan pada pasien-pasiennya. Memenuhi jadwal operasinya seperti biasa juga pergi jalan-jalan dengan rekan kerjanya di luar jam kerja. Satu hal berbeda saat ini adalah kehadiran Andra yang tak pernah absen mengantar atau pun menjemputnya bekerja setiap hari.
Hari ini Asha sedang tidak ada kegiatan. Dia berangkat pagi diantar Andra ke rumah sakit. Sekitar pukul tujuh setelah operasi terakhirnya, Asha baru pulang. Dan itupun kembali Andra yang menjemput. Awalnya apa yang Andra lakukan terasa asing. Terasa berbeda dan canggung. Namun, lama kelamaan semuanya berjalan begitu saja. Baik Andra maupun Asha merasa nyaman satu sama lain dan tak jarang mereka habiskan waktu senggang mereka berdua.
"Asha, keberatan tidak kalau setelah ini kita makan malam dulu? Aku pikir mungkin kamu lapar dan ingin makan dulu sebelum pulang," Andra tersenyum sambil sesekali menoleh pada Asha yang duduk di kursi penumpang yang ada di sebelahnya.
"Kamu ingin makan sesuatu? Aku sebenarnya juga lapar. Mungkin kita bisa mampir di warung makan terdekat," balas Asha balas tersenyum pada Andra.
"Bagus. Kalau begitu kita makan di kafe tempat kita dulu sering datang ketika sekolah bagaimana?"
"Kafe yang ada di dekat toko buku itu?" tanya Asha memastikan.
"Iya. Kafe itu sekarang sudah lebih bagus dari waktu itu. Sudah lebih luas dengan dekorasi yang modern. Kamu mau ke sana, kan?" Andra tampak tidak sabar dengan jawaban Asha. Seolah memastikan bahwa perempuan cantik itu benar-benar mau untuk pergi dengannya.
Asha tersenyum dan menoleh pada Andra, "Iya, Andra. Aku mau. Kita langsung ke sana saja sebelum malam. Aku sudah cukup lelah dan pegal karena harus bekerja seharian."
Andra mengulum senyumnya kemudian mengangguk, "Baiklah. Kita ke sana," balasnya kemudian berbelok di perempatan dan mengambil jalan yang mengarah langsung ke kafe yang ia maksud.
Sekitar dua puluh menit berlalu dan mobil Andra pun tiba di kafe yang dulu sering mereka kunjungi ketika masih duduk di bangku SMA. Asha terlihat cukup terkejut dengan perubahan kafe itu. Yang Asha ingat, dulu kafe itu tidak terlalu luas. Desain ruangannya pun minimalis dan tidak tersedia banyak kursi. Mungkin hanya sekitar enam sampai tujuh meja saja yang tersedia. Sekarang kafe itu rupanya sudah berkembang. Sudah semakin luas dengan desain yang lebih bagus sesuai dengan selera anak muda jaman sekarang.
"Kafenya berubah sekali," komentar Asha begitu turun dan mengenakan jaket polos berwarna navy untuk menutupi kaos polos lengan pendek yang ia kenakan. Kebetulan juga memang baru hujan dan udara terasa dingin. Jaket itu cukup memberikan kehangatan sendiri untuk Asha.
"Iya, tentu saja. Sudah sepuluh tahun berlalu. Tentu akan banyak perubahan, termasuk kafe ini," kata Andra.
Lelaki itu lantas meraih tangan Asha dan mengenggamnya dengan erat. Menariknya lembut supaya mengikuti langkahnya. Asha pun diam saja. Ia menurut mengikuti Andra berjalan hingga mereka tiba di sebuah meja yang ada tepat sudut ruangan. Berhias dengan ornament bunga-bunga kaktus kecil yang tertata di sebuah rak bunga. Di tengah meja mereka, sebuah pot berisi bunga edelweiss menambah kecantikan meja. Menimbulkasn kesan unik sekaligus menarik yang membuat Asha tak bisa berhenti mengulas senyum di wajah manisnya.
"Mejanya canti sekali," komentar Asha sambil usai duduk di kursi yang ditarik oleh Andra.
"Aku sudah yakin kamu pasti akan berkomentar seperti itu. Kali pertama aku mengunjungi tempat ini, aku pun mengatakan hal yang sama dan orang pertama yang muncul dipikiranku adalah kamu," ujar Andra yang sudah duduk di hadapan Asha.
"Benarkah? Kamu manis sekali," puji Asha tulus.
Andra tersenyum, "Kamu mau makan apa?" tanya Andra sambil membuka buku menu yang ada di atas meja.
"Terserah kamu saja. Aku bisa makan apapun," balas Asha.
Andra mengangguk kemudian memanggil pelayan untuk memesan. Usai memesan, pelayan itu mengulangi pesanan Andra dan setelah selesai pelayan itu pamit untuk menyiapkan pesanan.
"Kamu sering ke sini?" tanya Asha ketika mereka hanya tinggal berdua saja di meja itu.
"Tidak. Ini kali kedua aku ke sini. Pertama kali ketika bertemu kawan-kawan sekelas kita dalam acara reuni. Dan kali keduanya adalah denganmu sekarang ini."
Andra tampak senang ketika mengatakan hal itu. Seolah memang ia sudah merencanakan hal itu sebelumnya.
"Benarkah? Aku merasa sangat tersanjung dapat menemanimu ke tempat ini," balas perempuan itu.
"Aku juga senang karena kamu mau ikut denganku. Sebab, ada hal penting yang ingin aku sampaikan padamu."
Andra terlihat sangat serius kali ini. Sorot matanya menunjukan keyakinan namun tingkah lakunya menunjukan kegugupan yang jelas.
"Menyampaikan sesuatu? Apa itu?" tanya Asha.
"Em, Sha. Mungkin ini baru sebentar. Mungkin masih dalam hitungan bulan sejak pertemuan pertama kita setelah perpisahan yang begitu lama. Aku tidak menyangka bahwa takdir membawamu kembali padamu dengan cara seperti ini. Rasanya sungguh berbeda sekarang. Kita bukan dua remaja berseragam putih abu-abu yang hanya memikirkan cita-cita seperti dulu."
Andra menatap Asha dengan lembut namun yakin. Seperti menunjukan perasaannya melalui sorot mata yang begitu jelas dan cerah.
"Dulu, aku hanya remaja bodoh yang menyerah dengan perasaan demi mengejar masa depan. Aku melakukan semuanya demi mencapai tujuanku. Aku dulu begitu tak berdaya dan menyerah pada perasaan hingga aku pendam rasa itu sangat lama," ujar Andra. "Mungkin ini sangat terlambat untuk mengakuinya. Mungkin juga ini sudah sangat terlambat untuk mengutarakannya. Tapi Asha, aku ingin kamu tahu satu hal. Bahwa aku mencintaimu. Dari dulu hingga saat ini," akunya dengan senyum lembut terukir di bibirnya.
Asha cukup terkejut dengan apa yang Andra sampaikan. Secara langsung, lelaki itu sudah mengutarakan perasaanya. Perasaan yang selama ini pun Asha simpan dalam hatinya namun tak pernah berani ia utarakan atau sekedar ia ceritakan. Ia pikir, perasaan itu hanya sepihak. Sebab dari apa yang ia ingat, Andra hanya menganggapnya teman. Tapi mendengar pengakuan Andra, Asha benar-benar dibuat senang sekaligus bingung.
"Aku tidak ingin kehilangan kamu lagi, Sha. Cukup sekali kita berpisah demi masa depan. Sekarang, aku ingin dengan jelas mengatakannya," Andra menarik nafas kemudian menghembuskannya dengan lembut.
Andra menatap Asha dengan lembut, tersenyum dengan begitu tulus pada perempuan yang menatapnya dengan ekspresi yang sulit Andra artikan. "Asha dengan segala perasaan yang aku miliki padamu, dengan segala kerinduan dari penantian selama sepuluh tahun lamanya, dan dengan segala keinginanku yang terdalam yang baru bisa aku sadari belakangan. Aku ingin kamu selalu berada di sisiku. Aku ingin kamu ada di sampingku dan menemaniku berjalan disetiap langkahku. Aku ingin melihat kamu setiap hari di setiap pagi aku membuka mata. Melihat setiap senyummu setiap waktu, juga selalu ada kala sedih mendera," Andra mengeluarkan sesuatu dari sakunya kemudian menunjukannya pada Asha. Ia ambil tangan Asha lembut dan mendekatkannya pada benda itu.
Sebuah cincin indah bertahtakan berlian yang melingkar di seluruh bagiannya. Terlihat cantik, mengagumkan sekaligus mewah. Membuat Asha sampai menutup mulutnya tak percaya melihat keindahan cincin yang Andra masih rapi di dalam kotaknya. "Asha kali ini aku ingin memintamu secara pribadi. Bagaimana jika kita memulai hubungan baru sebagai dua orang yang berkomitmen? Aku tidak ingin hanya menjadikanmu pacar sementara. Aku ingin menjadikanmu selamanya. Aku ingin kamu menjadi nyonya Andra."
[]
"