Rey semakin risih akan apa yang diperbuat perempuan di sebelahnya itu. Emosinya memuncak, rasanya ingin menaiki tangga karena lift yang sedari tadi ia tunggu sangat lama. Ia sangat ingin membentak pada Saskia.
"Udah punya pacar, ya?"
Ting!
Akhirnya, kini lift di depannya berhasil menyelamatkannya, di dalam lift terlihat penuh dan mengharuskan hanya menambah satu orang saja. Cepat-cepat Rey masuk ke dalam lift, ia tidak mau menunggu lama lagi – apalagi bersama cewek aneh yang baru ia temui. Mau tidak mau, Saskia harus menunggu giliran berikutnya melepaskan kesempat mengobrol lama dengan Rey.
"See u, ganteng." Ucapnya genit yang membuat bulu kuduk Rey merinding.
Ia dihadiahi tatapan aneh dan beragam – tak dapat dideskripsikan dari penumpang lift di dalam. Rey hanya menyengir dan menjelaskan apa yang tidak wajib dijelaskan, lagipula tidak ada yang dikenalnya di dalam lift itu.
Sampai di kamar, ternyata yang menjadi roommate-nya kini sudah tertidur pulas. Ia berpikir bahwa mereka mungkin sama, anti bersosialisasi.
'Baguslah.'
Setelah menata barang bawaan, ia merebahkan tubuhnya di kasur berlapis sprei putih tanpa corak bersih dan wangi – sangat nyaman. Kesunyian memenuhi ruangan, bahkan roommate-nya juga sangat tenang saat tertidur.
Secara tiba-tiba ucapan Shafira malam itu melintas di benaknya, mencoba mengingat dan memahami – apakah memang ada hal seperti itu? Tapi jika memang dulu ia pernah mengalami hal yang lebih dari itu maka mungkin-mungkin saja hal seperti itu terjadi.
'Aneh.' Batinnya.
"Hai, Rey." Secara tiba-tiba juga Shafira muncul dari samping Rey.
Rey langsung terkesiap – takut akan makhluk jahat lain yang menghampirinya malam-malam, karena memang terhitung cukup sering ia alami di tempat asing seperti vila ini.
"Eh? Kaget, ya? Ah, maaf, yaa." Ucapnya seraya duduk di pinggiran kasur milik Rey.
"Kamu kenapa ikut ke sini?" Tanya Rey sambil berbisik karena takut roommate-nya akan terbangun.
"Biar kamu ada temennya, hehe."
Rey memutar bola matanya, merasa capek dan menghiraukan ucapan Shafira barusan. Yang merasa tidak direspon kesal akan perlakuan Rey yang seperti itu setelah ia jauh-jauh mengikutinya hingga ke dalam vila.
Shafira terus mengganggu Rey – terus membicarakan tentang malam itu, ia masih mencoba mendapat simpati dari Rey. Namun, sedari tadi Rey hanya berbaring dan memejamkan matanya, hanya sesekali mengintip saat Shafira terdiam – dan kembali memejamkan matanya lagi ketika Shafira berhasil memergoki dirinya membuka mata.
"Tuhkan, kamu daritadi dengerin aku ngomong, kan? Jujur ya, Rey." Omel Shafira.
Merasa kini Shafira sangat mengganggu jam istirahatnya, Rey memutuskan untuk membawa peralatan mandi dan beberapai baju ganti menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Lelah setelah seharian mendengar informasi sebanyak itu.
Ia juga harus mempersiapkan diri untuk esok hari, ada soal-soal OSN yang siap menerkam dirinya.
"Ngga boleh ikut!" Pinta Rey pada Shafira ketika ia akan masuk kamar mandi.
Shafira langsung berhenti di tempat, tidak bergerak sama sekali. Karena meskipun tidak diberitahu ia akan tahu batasnya sendiri.
Sambil menunggu Rey yang masih membersihkan diri, lain lagi dengan Kinan yang seharian ini belum sama sekali bertukar pesan teks dengan Rey. Beruntung teman dekat lainnya ada yang ikut seleksi OSN Nasional ini – dan menjadikannya untuk mencari kabar Rey.
"Eh dia sama cewek tau, depan lift, lagi ngobrol." Ucap temannya di telepon.
"Senyumnya Rey manis banget gila, buruan gebet kali, Nan." Lanjutnya.
"ASTAGANAGA, SI CEWE BILANG KE REY SEE YU GANTENG." Lanjutnya lagi semakin histeris.
Karena terlalu fokus dengan dua objek yang kini sedang diintainya, Bella tidak sadar bahwa sedari tadi Kinan diam tak bersuara.
"Eh, Nan?"
"..."
"Halo?"
"..."
Kinan masih terdiam, hatinya sakit. Ia segera mematikan teleponnya dengan Bella – tidak kuat akan cerita-cerita selanjutnya. Perlahan air matanya mulai keluar, membendung di pelupuk mata dan berjatuhan membasahi pipi – merasa dirinya terlalu menyedihkan.
'Jika ia hanya temannya, lantas pantaskah ia cemburu seperti ini?'
Ia merasa sangat malu jika selama ini ia berpikir Rey juga menganggapnya spesial. Toh mereka baru kenal beberapa bulan. Bella masih terus berusaha menelepon atau mengirim pesan teks pada teman jauhnya itu, ia ingin meminta maaf karena tak bisa mengontrol perbuatannya tadi.
"Halo? Kinan?"
"Hmm?"
"Ih, maafin akuu, aku minta maaf, Kinan. Maaf tadi terlalu asik ngeliatin Rey sama cew-"
"Cukup." Sela Kinan di tengah pembicaraan Bella, ia tidak mau mendengarnya lagi.
"I-iya... maaf."
"..."
"Eh, tapi mau tau ngga?"
"Hm?"
"Nama ceweknya, kamu pasti kaget."
"Siapa emang?"
"Saskia. Ngga asing kan namanya buat kamu?"
Kinan memutar otaknya, berpikir siapa sosok dari Saskia ini. Berkali-kali ia mengingat kembali siapa dia tapi tetap saja tidak mengingatnya.
"Ngga inget?"
"Ga." Jawabnya singkat.
Di seberang sana, Bella sudah kelewat sabar dan kesal karena bisa-bisanya Kinan lupa.
"Itu PHO kamuu sama mantan kamu dulu, Kinann."
"Oh," mengetahui hal itu Kinan tak menyadarinya, "OH?!"
Dan percakapan mereka di telepon berlangsung lama, membahas bagaimana bejatnya mantannya dulu dan juga Saskia dulu yang berusaha merebut pacar Kinan.
Kembali lagi pada Rey yang sudah menyelesaikan mandinya – tentu saja dengan Shafira yang masih menempel padanya. Ia sedang berdiri di pinggiran kasur menunggu Rey selesai dengan kegiatannya dan ingin mengajaknya bicara.
"Mau ngomong?"
Shafira langsung mengangguk semangat, senyumnya terukir sempurna. Kini ia terlihat seperti anak kecil ketika akan dibelikan mainan kesukaannya.
'Lucu.' Batin Rey.
Senyum yang dilemparkan oleh Shafira cukup menular pada dirinya, sehingga ia cepat-cepat menampar pipinya – menyadarkan kenapa ia malah meladeni makhluk tidak jelas yang kini menempelinya terus menerus.
Rey selesai memakai baju ganti dan juga selesai menata barang-barangnya, Shafira tampak sangat tidak sabar untuk segera berbincang dengan Rey malam ini.
"Udah?" Tanya Shafira memastikan.
Rey mengangguk.
"Mau ngelanjutin yang malam itu."
Lagi-lagi Rey mengangguk.
"Bisakah kamu menciumku?"
Dan, kalimat itu membuatnya terbatuk-batuk kaget. Tidak menyangka Shafira akan secara langsung mengatakan kalimat itu. Bagi Rey itu hal gila, Shafira saja sudah merupakan fakta gila yang ia tahu – apalagi harus menciumnya.
"Kamu jangan gila, ya?!" Bentak Rey dengan keras.
"Aku ngga gila Rey, aku juga bener-bener dalam keadaan sadar. Setelah kamu ngelakuin itu, aku bakal pergi, aku ngga akan ganggu kamu lagi."
"Bodoamat, lah." Rey bersikap tak acuh lagi, ia menarik selimutnya untuk menutupi seluruh tubuhnya. Meninggalkan Shafira yang masih berdiri di samping ranjang tidurnya – dengan gaun putih polos yang lusuh namun masih tampak elegan dipakainya itu. Kakinya sekarang terlihat amat samar dari pertama kali mereka bertemu.
***
Waktu untuk berperang dengan soal OSN telah tiba, hari ini, akan menjadi hari paling menegangkan di hidupnya – hari yang akan menentukan apakah ia akan berhenti di provinsi atau lanjut ke tingkat yang lebih tinggi yaitu tingkat nasional.
Impiannya untuk berkuliah di luar negeri menjadi salah satu alasannya untuk meraih banyak sertifikat tingkat nasional – yang mungkin akan membantunya mendapat beasiswa dan surat rekomendasi dari sekolah.
Ia baru saja memasuki ruangan, luas dan masih sepi akan peserta. Mencari meja yang sesuai dengan nomornya, berkeliling dan duduk. Merasakan dinginnya hembusan AC yang menusuk hingga ke dalam kulit, memasang earphone di kedua telinganya dan membuka buku latihannya untuk sedikit mengulas materi untuk memanfaatkan waktu yang masih ada.
Ruangan sudah mulai ramai, hampir seluruh peserta sudah datang menghadiri seleksi Olimpiade Nasional (maksud di sini adalah, Olimpiade Provinsi untuk diseleksi dan yang menang akan mewakili ke Olimpiade Nasional).
Waktu yang ditunggu-tunggu pun datang, soal sudah dibagi. Kini hanya tinggal mengerjakan. Timer sudah dipasang, seluruh peserta telah fokus pada kertas-kertas di depannya. Begitu juga Rey, ia sudah lebih dari siap untuk ini.
"Rey."