Kedua alis Rey mengerut, memastikan bahwa ia tak salah mendengar. Apakah yang dikatakan oleh Shafira barusan adalah sebuah candaan?
"Kamu bercanda, ya?!" Tanya Rey dengan nada tinggi.
"Aku ngga bercanda, Rey." Shafira menjawab dengan nada yang sangat lembut. Bahkan ketika didengarkan terasa merinding ketika dengan sopan masuk ke dalam telinga.
"Apa aku kelihatan seperti bercanda?"
Rey mengangguk pelan.
"Kenapa aku harus bercanda tentang apa yang membuatku hidup?"
Shafira terus meyakinkan Rey tentang perkataannya, obrolan mereka terus berlanjut hingga tengah malam. Masih seputar topik tadi, Shafira masih sibuk berbicara namun Rey sekarang sudah banyak menguap, kedua matanya hampir tidak bisa dibuka lagi.
Dan, tertidur.
Shafira yang melihat Rey sudah terlelap, menghentikan dialognya. Melihat insan di depannya itu. Ia tersenyum, sangat tulus. Perlahan Shafira menarik selimutnya ke atas, memastikan seluruh tubuh Rey tertutupi agar tak kedinginan. Pembicaraan keduanya berakhir, suara hewan malam sudah mendominasi di luar sana hingga suaranya masuk sampai ke dalam.
Shafira mendekati jendela dan mencoba duduk di sana. Dinginnya malam juga sudah sangat terasa. Diintip dari jendela, di atas sana bulan tampak sangat bersinar. Beberapa bintang berani memunculkan dirinya, sangat indah.
***
"Goodmorning, my sunshine!" Ucap Kinan dengan nada 100% ceria.
Yang dibangunkan hanya menggeliat dan kembali tidur. Hal ini membuat Kinan sangat kesal. Ia tahu bahwa Rey juga sedikit susah untuk dibangunkan.
"KALO NGGA BANGUN GANTENGNYA ILANG!" Teriak Kinan dengan lantang dan nyaring tepat di telinga kanan Rey yang menghadap ke atas itu.
"Masih ngantuk." Balasnya cuek.
Kinan semakin geram pada manusia di depannya yang selalu malas-malasan di pagi hari seperti ini. Memang Rey sudah menata jadwalnya untuk kesehariannya selama tinggal di kafe Kinan, namun Kinan merasa risih jika temannya itu masih tertidur ketika ia dan bundanya telah sampai di kafe.
"Ih, banguunn." Kinan masih belum menyerah, ia sekarang sudah menggoyang-goyangkan tubuh temannya ini. Yang dibangunkan daritadi hanya semakin menenggelamkan mukanya ke dalam bantal.
Kinan berhenti berusaha kali ini, berpikir sebentar, dan kedua sudut mulutnya tertarik membuat senyumnya mengembang sempurna bak mendapat hidayah.
"Yang suka ngebo ngga bakal lolos OSN-nya." Ledek Kinan dan segera meninggalkan ruangan.
Rey? Persetan dengan ucapan Kinan, bisa-bisanya ia lupa kalau hari ini adalah hari karantina pertama peserta OSN. Merasa semalam terlalu lama berbincang dengan Shafira, ia lupa akan menyiapkan barang-barang yang dipersiapkannya.
Whatsapp//Kinannnnnnn
r : minta tolong boleh ngga?
r : pls
r : bantuin aku
Sudah 5 menit, Kinan belum membaca pesan milik Rey. Tidak ingin membuang waktunya, Rey bergegas keluar dari kamar dan mencari Kinan. Seluruh kafe sudah ia telusuri, bahkan Bunda Kinan tidak tahu. Masih dalam proses pencarian, Rey memikirkan tempat-tempat yang mungkin Kinan kunjungi sekarang.
Teringat bahwa Kinan selalu di belakang parkiran kafe ketika pagi, katanya pemandangan di belakang sana bagus, bisa lihat sunrise.
Dan, ya. Benar saja, kini Kinan sedang duduk termenung di sana.
Rey berencana mengageti temannya itu, ia mulai mengendap-endap berharap targetnya tidak mendengarkan langkah kakinya. Hampir sampai. Semakin dekat.
"D-"
"Kamu bakalan pergi, ya?" Ucapnya tiba-tiba.
Rey membeku, bingung akan kalimat yang barusan keluar dari mulut Kinan itu.
"Hah? Maksud kamu?"
Hening.
"Aku pergi ke mana?" Tanya Rey memastikan.
Hening.
Tiba-tiba suara isak tangis perlahan terdengar. Kinan menoleh dan mendongakkan kepalanya pada laki-laki di depannya itu. Wajahnya benar-benar berantakan, mungkin sedari tadi ia sudah menangis. Dinginnya pagi dan suara hewan-hewan hutan membuat semakin mendukung suasana di antara mereka berdua.
Kinan memukul ringan kaki Rey yang berada di sebelahnya, masih berdiri menunduk pada perempuan yang menangis di bawahnya.
Seakan mengerti akan kode Kinan, Rey menyejajarkan tubuh mereka. Mengusap air mata yang mengalir di pipi Kinan – yang sudah sangat basah itu.
"Kenapa?" Tanya Rey lirih.
Masih terbalas dengan isakan tangis yang semakin menjadi dari Kinan.
"Kwamhu ja..nganh pher..rr..ghi, hww, hngg."
"Siapa yang pergi, Kinan? Aku masih di sini."
Kinan menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Masalah OSN?"
Kinan mengangguk. Rey tersenyum paham, mengganti posisi mereka yang berhadapan menjadi berdampingan – merain kedua bahu milik Kinan dari belakang dan menepuk-nepuknya.
"Aku ngga pergi, Kinan. Aku cuma mau ngerjain soal bentar, kok. Janji deh pulang dari OSN aku ajak jalan-jalan."
"Hngg~ T-tapi k..kamhu ngerjain soalnya lamaa." Rengek Kinan, membuat Rey kepalang gemas dengan tingkahnya.
"Yakan ada karantina dulu, persiapan, baru ngerjain, teruss nunggu pengumuman, penutupan, baruu deh pulang ketemu sama kamu." Jelas Rey yang diakhiri dengan menyubit pelan hidung Kinan.
"Apasih." Dengus sebal oleh empu yang diperlakukan begitu.
Setelah percakapan panjang mereka, bercerita banyak tentang keduanya – menjadi semakin dekat. Kini keheningan menyelimuti mereka berdua, matahari sudah semakin naik, suhu juga mulai terasa hangat. Keduanya menikmati pemandangan yang disuguhkan secara gratis di hadapannya, meneguk minuman kaleng yang tadi Rey sempat bawa.
"Rey." / "Nan."
"Ah, engga kamu dulu aja, ladies first."
Lagi-lagi hening. Kinan tampak sedang memikirkan sesuatu.
"Mm.. Ngga jadi, ngga penting juga, kapan-kapan aja. Yuk, balik." Ucap bimbang Kinan lalu berdiri dan berjalan menuju kafe.
"Loh, apaa?" Rey sudah penasaran akan apa yang akan dikatakan temannya itu, ia ikut berdiri dan menyusul Kinan dari belakang. Berusaha mengejarnya yang ternyata Kinan malah berlari seakan minta ditangkap – bermain-main sebelum jam kerja dan sebelum Rey berangkat OSN.
***
"Kamu dapet fasilitas apa aja, sih?"
"Hah? Emangnya kenapa?"
Kinan menghela napasnya, "Ya kalau di sana udah di kasih fasilitasnya kan kamu ngga perlu bawa barang itu, ih."
"Oh, gitu, ya," Rey berpikir sejenak sambil membaca file pdf seputar OSN yang di share kemarin malam di grup, "kayanya kaya peralatan mandi sama makan, deh."
Kinan yang paham hanya mengangguk-angguk, kembali membantu menyiapkan dan merapikan segala barang bawaan Rey untuk dimasukkan ke dalam koper.
"Duh, cocok banget jadi calon istri, HAHAHAH." Goda Rey pada Kinan.
"Apasih, ngga lucu tau ga?" Kinan melemparkan tatapan sinis.
'Duhh, seandainya kamu tau itu ngga aman buat jantungku.' Batin Kinan yang diam-diam tersenyum malu.
***
Sore ini, Rey berangkat ke kantor pusat untuk segera melakukan karantina pra OSN diantar oleh kedua kakaknya, Kinan tidak menemani karena takut hanya akan menangis selama perjalanan.
Keadaan di dalam mobil hening, hanya ada suara lagu dari radio yang sedari tadi asik sendiri, bahkan para pendengar di dalam mobil itu bersikap tak acuh.
Merasa keadaan di dalam mobilnya sangat kaku, kakak pertama Rey mencoba mencairkan suasana.
"Gimana? Deg-deg an, ngga?"
"Ngga, lah, ngapain." Balas cuek Rey.
"Duh, kok gitu, sih, jawabnya? Ditanyain baik-baik juga." Timpal Kak Zia.
"Iyaaa enggaa deg-deg an samaa sekalii kok kaka kakaa." Jawab Rey dengan nada yang sangat terpaksa.
"Apasih? Ngga ikhlas banget coba."
"Kak Zia cerewet, deh." Kesal Rey.
"Astagaa, iya maaf adeku yang paling ganteng sejagat rayaa, semangat yaa OSN-nyaa." Goda kakaknya sambil menyubit kedua pipi tirus milik Rey yang membuat sang pemilik menjadi ekstra kesal dengan perlakuan kakaknya itu.
Suasana di dalam mobil membaik daripada sebelumnya, mereka bertiga membahas seputar OSN Rey, atau membahas masalah sensitif keluarga mereka, membahas tentang masa depan, dan masih banyak lagi.
Sudah lama mereka tidak berkumpul seperti ini, semenjak kedua kakak Rey berkuliah dan kedua orang tuanya yang sering bertengkar akhir-akhir ini. Saling bertukar cerita dan memberi semangat.
Tidak terasa, canda tawa di dalam mobil menghapuskan pikiran negatif selama di perjalanan. Mereka sudah sampai di tempat yang mereka tuju, kantor pusat dinas pendidikan.
Perpisahan mereka diakhiri dengan lambaian tangan dan senyum tulus yang terukir di masing-masing wajah mereka. Rey masuk ke dalam lobi dan menuju ke ruangan yang akan ia tempati untuk mendapatkan informasi selanjutnya.
Karantina ini ternyata hanya semalam ini, besok mereka akan langsung berhadapan dengan pembukaan dan persaingan. Menurutnya, pemberian informasi ini dikemas sangat menyenangkan karena penyampaiannya yang menarik dan mudah dipahami.
Setelah selesai, mereka diperkenankan untuk menuju kamar yang telah disediakan, namun banyak dari peserta lain yang saling berkenalan satu sama lain. Karena Rey merasa capek dan tidak bertenaga untuk bersosialisasi, ia hanya berpikir untuk segera masuk ke kamar dan tidur.
"Hai, Rey."
'Hah? Kok tau namaku?' Batin Rey.
Saat sedang menunggu lift, mulanya memang ia sendiri namun tak lama kemudian ia disusul oleh peserta perempuan yang sedari tadi mungkin memperhatikannya, karena Rey tidak peduli dan fokus bertukar pesan ria dengan Kinan.
"Siapa, ya?"
"Oh, aku juga peserta OSN Seleksi Nasional juga, kok. Mapel matematika, kamu juga, kan?"
'Lagi-lagi ia tau tentangku.'
"Kamu tau darimana?"
Peserta perempuan itu hanya memajukan bibirnya, menunjuk pada nametag yang Rey gunakan. Pantas saja jika ia tahu, karena yang tertulis di nametag adalah nama dan mata pelajaran olimpiade yang akan diikuti.
Rey yang mendapat jawabannya, hanya ber-oh ria. Kembali fokus pada handphonenya.
"Kenalin, nama aku Saskia, dari mapel matematika juga."
Rey hanya mengangguk, karena memang manusia di sebelahnya juga sudah mengetahui namanya.
Saskia sadar akan perlakuan Rey sampai sekarang, hanya berfokus pada HP, dan sedikit mengintip apa yang sedang Rey lakukan seperti sedang chatting.
"Udah punya pacar, ya?"