Sama halnya dengan hari-hari lainnya, suara ribut dari papa mamanya kini terdengar lagi, membuat Rey hari ini langsung pergi ke tempat yang kemarin malam ia kunjungi. Sempat ragu karena mungkin akan mendengar suara aneh-aneh lagi, tapi akhirnya ia berhasil mentidakpedulikan hal itu. Hari ini dia hanya butuh tempat untuk fokus.
Rumah yang ia tinggali sekarang, yang merupakan tempat berpulang tidak bisa disebut dengan rumah lagi. Suara teriakan, bentakan, debat yang tak kunjung reda, dan pastinya lemparan barang. Hal itu cukup membuat remaja laki-laki ini tertekan. Keluarga yang seharusnya memberi dukungan kepadanya malah kini menjadi bumerang.
Pagi-pagi sekali Rey bergegas pergi ke kafe itu, lagi. Tanpa berpikir panjang, ia menyelinap keluar tanpa ada anggota keluarga yang lain tau. Toh papa mamanya tidak peduli, dan kedua kakaknya sedang ada di kost.
Tidak lama kemudian, terihat dari jauh bangunan kafe yang ia datangi kemarin malam Nampak berbeda – kesan glamour yang ditunjukkan kafe ini tidak ada. Benar, karena hari belum gelap. Setelah sampai ia memarkir motornya di tempat parkir dan melihat kafe ini belum buka.
"Bodoh." Batinnya.
Mencoba melihat-lihat sekitar dan berharap ada seseorang, terus mengelilingi dan hasilnya nihil. Ia pun menurunkan satu kursi dan duduk di situ, menyalakan ponselnya dan mencoba mencari akun dari kafe ini. Dan ya, kurang dari 5 menit iasudah menemukannya. Dibacalah deskripsi dan info-info yang mungkin ia butuhkan. Benar saja masih tutup, karena Rey datang pada pukul 6 pagi.
"Ssst…"
"Psstt.."
Rey yang menyadari 'telah diganggu' lagi pun langsung terdiam dan menghentikan aktivitasnya. Berusaha menoleh ke sana ke mari sebisa mungkin tanpa ketahuan. Ia sering mengalami hal ini, karena memang sedari lahir ia diberikan kemampuan seperti itu.
Dirasa suara itu sudah tidak ada – Rey mengembalikan kursi yang ia turunkan itu ke tempatnya semula. Ia menuju parkiran motor dan bersiap untuk menuju tempat lain yang sudah buka. Saat menyalakan mesin motor, terdengar suara yang memanggilnya lagi. Beda, kali ini bukan makhluk tak kasat mata itu.
"Hei."
Rey menoleh kepada seseorang yang memanggilnya itu dan menunjuk dirinya sendiri – bertanya-tanya.
"Iya, kamu yang naik motor itu."
Rey mendekat, mengernyitkan dahinya – matanya menyipit memastikan itu benar-benar manusia. Seorang gadis yang mungkin seumuran dengannya tengah memanggil. Rey kembali ke parkiran untuk mengambil barang yang sudah ia taruh pada motornya dan bergegas menemui gadis itu.
"Kamu ngapain ke sini pagi buta? Tanya gadis itu, "sendiri?" lanjutnya.
Rey mengangguk pelan lalu menunduk dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bingung akan apa yang harusnya ia lakukan selanjutnya.
"Mau masuk dulu?" Tanya gadis itu lagi.
Kedua kalinya Rey hanya mengangguk, setelah melihat gadis itu masuk ke dalam – ia langsung mengikutinya dari belakang.
Melihat dan sadar bukan pintu utama kafe yang ia masuki, justru ia diajak masuk lewat pintu belakang. Ia menyaksikan kegiatan di dapur yang menyiapkan berbagai macam makanan dan bahan-bahan untuk minuman. Selama berjalan mengikuti gadis itu, ia menoleh ke kanan dan ke kiri nampak tertarik akan hal itu.
Tiba-tiba berhenti.
Dukkk!
"Aduh!" Rey yang terlalu fokus melihat sekitar tidak sadar bahwa gadis di depannya itu menghentikan langkahnya, "Maaf-maaf.." lagi-lagi Rey menunduk.
"Kamu tertarik sama pekerjaan di sini?"
Rey hanya menggeleng-gelengkan kepala dan memasang raut muka bingung.
"Kamu ini bisu atau gimana, sih?"
Sempat berpikir terlebih dahulu, dan langsung tersadar akan pertanyaan gadis itu Rey langsung membuka mulutnya dan berkata pelan, "Ah, engga, kok.."
Gadis itu menghela napas dan lanjut berjalan menuju pintu di depannya. Rey masih mengikutinya, setelah melewati pintu itu, ia sadar ternyata itu tadi adalah pintu lain menuju kafe. Rey menghentikan langkahnya dan membuat gadis yang berjalan di depannya tadi menyadari hal itu.
"Kamu yang punya kafe ini?" Tanya Rey penasaran.
"Engga, ini punya bundaku." Setelah gadis itu menjawab, Rey hanya berohria sambil melihat sekeliling kafe. Melihat gadis itu duduk di sebuah sofa membuat Rey juga mengikutinya, tapi suara itu datang lagi.
"Kamu Rey?"
"Rey, kan?"
Rey yang menduga gadis itu memanggilnya pun sedari tadi memperhatikan bibirnya yang bahkan tidak membuka sedikitpun, "Gamungkin." Ceplosnya.
"Hah? Apanya yang gamungkin?" Tanya penasaran gadis itu yang menyadari Rey berkata sesuatu.
"Oh, engga-engga," jawab Rey dengan cepat diikuti gelengan kepalanya, "btw, aku Rey, Reyhan." Ucapnya sedikit ragu-ragu sambil menyodorkan tangannya untuk berkenalan.
Gadis di depannya yang sadar akan hal itu juga meraih tangan Rey, "Salken juga, Kinan." Ucapan singkat dengan lemparan senyuman yang mengembang sempurna di wajah Kinan membuat Rey tak bisa berhenti menatap gadis itu.
Kinan yang menyadari hal itu membuatnya langsung bertanya, "Wajahku kenapa?" Rey yang sedari tadi tidak berhenti memperhatikan wajah Kinan langsung membuang muka dan melepas jabatan tangannya. Keadaan menjadi hening kembali – keadaan kembali canggung yang ditambah ketika Kinan melontarkan beberapa kata lagi, "Aku cantik ya? Makanya kamu liatin mulu daritadi." Rey yang sudah tertangkap basah hanya nyengir dan menunduk – mengacak-acak rambutnya dan Kinan dibuat gemas oleh kelakuan cowok di depannya itu.
Untuk memecah suasana hening dan canggung, Rey memutuskan untuk mengeluarkan laptop dan bukunya memulai kegiatannya hari ini.
"Aku numpang belajar di sini gapapa, kan?" tanyanya polos pada sang anak pemilik kafe.
Kinan mengangguk-angguk pelan, "Gaboleh juga kenapa?"
Rey yang paham bahwa permintaannya dikabulkan segera memulai kegiatan belajarnya hari ini, memasang earphone di telinganya yang menandakan ia tidak mau diganggu. Sedari tadi Kinan hanya duduk di depan Rey, memerhatikan apa yang dilakukan teman barunya itu.
Dirasa cukup bosan hanya duduk dan bermain ponsel – Kinan bermondar-mandir, entah itu dipanggil oleh bundanya untuk membantu atau bahkan hanya mengambil makanan dan minuman, lalu kembali duduk di depan Rey.
"Rey?" Panggil Kinan pada Rey yang sedari tadi tidak mengalihkan pandangannya sama sekali kecuali pada benda-benda yang ada di depannya, "Rey!" kali ini Kinan agak mengeraskan suaranya dan sedikit menggoyangkan lengan Rey sehingga membuat Rey sadar akan Kinan yang sedari tadi memerhatikan aktivitasnya.
"Oh, maaf-maaf, lagi fokus ini tadi soalnya. Ada apa?"
Kinan terdiam sebentar menimang-nimang pertanyaan mana yang lebih penting ditanyakan kepada Rey karena pemuda di depannya ini terlihat sangat sibuk dan fokus, "Kamu nggak haus?"
Rey yang kembali fokus ke laptop dan bukunya saat ditanya Kinan hanya menolehkan kepalanya sedikit dan menggeleng lalu kembali ke kesibukannya sebelumnya. Kinan yang sangat ingin berinteraksi dengan Rey pun bertanya kembali, "Kamu nggak makan? Gratis, loh."
Lagi-lagi Rey hanya menggelengkan kepalanya.
Hal itu membuat Kinan menjadi bete tidak jelas. Ternyata ia hanya berharap lebih kepada teman barunya ini, ia pun memutuskan untuk hanya duduk menemani Rey hingga menyelesaikan kegiatannya.
"Kinan..?" ucap lirih Rey kepada gadis di depannya itu yang tertidur pulas di atas sofa kafenya seraya menggoyang-goyangkan tubuhnya sedikit.
"Kinann." Rey mencoba mengeraskan suara berharap temannya itu akan bangun, merasa idenya kurang berjalan lancer, Rey mendekatkan mulutnya ke telinga kanan kinan dan mengeraskan suaranya, "KINAN."
"Hahh? Apa?!" Kinan yang awalnya pulas tertidur menjadi terbangun kaget dan tersadar ada Rey yang melihatinya dari tadi, "Astagadragon!"
"Pules banget tidurnya." Komentar Rey pada Kinan yang baru bangun.
Kinan yang dikomentari seperti itu pun malu-malu dan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, "Hehe, maaf, ya. Padahal niatku tadi nemenin, tapi karena terlanjur bosan jadi keterusan…" ia tersenyum hingga memamerkan deretan giginya yang berbehel itu.
"Eumm, udah laper? Kalo iya aku bilangin bundaku biar dibuatin makan." Tawar Kinan ke sekian kali pada Rey.
Berpikir sejenak dan menghela napas, "Nggak usah, habis ini kafenya buka kan? Aku mau sekalian pesan aja."
"E-ehh, kok gitu, padahal nggak papa kalau kamu minta sekarang, toh kamu kesini bukan sebagai pengunjung, tapi tamu, hehe." Lagi-lagi Kinan mengembangkan senyumnya itu.
Rey yang pasrah akhirnya meng-iya-kan permintaan teman barunya itu. Kinan yang permintaannya di-iyakan pun merasa senang dan segera ngacir ke dapur.
30 menit sudah, Kinan tidak menampakkan dirinya. Rey yang diam-diam menunggu Kinan, sesekali mengecek pintu dapur yang sedari tadi menutup. Dan tak lama kemudian, pintu dapur itu terbuka tapi ternyata bukan Kinan yang keluar – hanya pekerja lain yang sepertinya OB. Berkeliling membersihkan meja-meja dan kursi kafe – tanda kafe akan segera buka. Karena kegiatan belajar Rey sudah selesai dan ia juga merasa bosan, Rey berinisiatif untuk membantunya.
Mulai dari menurunkan kursi yang ditata terbalik di atas meja – menatanya hingga menyekanya dengan kain basah agar terlihat lebih bersih. Kafe yang ternilai cukup luas itu membuah Rey tampak kelelahan, kembali ke tempat semula dan merebahkan dirinya dan menutup mata, "Huh." Ia menghela dan mengatur napasnya.
Tanpa disadari, Kinan sudah sejak daritadi berada di depannya membawa makanan lengkap dengan minumannya yang ia bawa dari dapur, "Nggak makan?"
Rey yang tidak menyadari keberadaan Kinan pun gelagapan dan segera membenarkan posisi duduknya, menyadari makanan dan minuman sudah tertata di meja, Rey langsung membereskan barang-barangnya, "Kamu udah selesai belajar?" Tanya Kinan disela-sela Rey sedang membereskan barangnya.
Pertanyaan itu dijawab cukup dengan anggukan singkat dari Rey.
Agar mempersingkat waktu, kedua remaja itu segera menata makanan dan minuman yang sudah ada di depan mereka, "Aku nggak tahu kamu suka apa, tapi semoga kamu suka, ya." Kata Kinan dengan nada rendah karena ia takut akan selera Rey namun di akhir perkataannya ia mengembangkan senyumnya.
"Kamu bener, kok."
Perkataan Rey yang seperti itu membuat Kinan menaikkan kedua alisnya, "Hah?"
"Ini loh," tunjuk Rey pada makanan yang telah disajikan oleh Kinan, "Aku suka nasi goreng." Lanjut Rey dengan kekehan kecil.
Kinan yang masih belum berkedip memerhatikan teman di depannya itu, menyimak pernyataan singkat Rey tadi dan menjadi tidak sadar karenanya, "Nan..?" ucap Rey sambil melambaikan tangannya di depan wajah Kinan yang sedang bengong.
"Eh iya-iya, syukurlah kalau kamu emang suka," Rey hanya manggut-manggut.
Mereka berdua pun sarapan bersama – meskipun waktu sudah beranjak ke siang hari, sarapan yang mereka selingi beberapa candaan ringan yang memecah keheningan kafe yang belum buka itu.
Rey merasa ada yang ganjal, suara yang biasa memanggilnya tidak ada. Ia mencoba merilekskan dirinya, melirik ke sekitar untuk memastikan 'hal' itu tidak ada. Kinan yang sedari tadi semangat bercerita pun berhenti dan memperhatikan teman di depannya itu yang berlagak aneh, "Kamu ngapain?"
Secara spontan, Rey pun menyodorkan telunjuknya tepat di depan bibir gadis itu, "Sstt." Kepala Rey masih celingak-celinguk mencari suara itu. Kinan juga ikut terdiam dan ia melihat raut wajah temannya itu dengan seksama yang tampak serius.
Namun, tak lama kemudian Rey kembali ke posisi semula ketika dirasa memang tidak apa-apa, "Ah, mungkin hanya firasatku saja karena aku masih lelah." Batinnya.
"Kamu nggak papa?" Tanya Kinan seraya menggerakkan tangannya di depan muka Rey yang sedang melamun.
Lamunan Rey terhentikan.
Dan,
"Rey.."
"Suara itu…" Rey menunduk dan menggabungkan kedua tangannya menjadi satu – kakinya yang mulai tidak bisa diam ikut memikiran 'sosok' apa yang selama ini mengganggunya.
Ya, ini sangat mengganggu – karena jelas-jelas 'sosok' itu belum menampakkan sosoknya. Namun, kali ini berbeda. Rey merasakan ada hawa lain selain hawa yang ia rasakan daritadi semenjak datang di kafe ini bersama Kinan. Setelah memejamkan mata cukup lama – menarik nafas panjang dan membuangnya, Rey mulai mengangkat kepalanya – bersiap akan apapun yang ada di sekitarnya saat ini.
Menghadap ke depan, tepat di belakang Kinan – kedua mata Rey membulat sempurna, kedua alisnya terangkat kaget apa yang dilihatnya saat ini. Kinan yang sangat bingung terus bertanya-tanya pada teman yang ada di depannya ini sedang membeku, "Rey, kamu kenapa?"
"Hai…" Sapa sosok itu kepada Rey seraya melambaikan tangannya.