Kringgg…
"Matiin alarmnya, woi! Berisik tau ga, sih?"
Suara alarm yang terus berdering dan juga teriakan dari kakak laki-lakinya itu membuat siswa yang baru masuk SMA langsung terduduk kaget. Mengerjap-kerjapkan matanya, melihat sekeliling kamar dan sadar bahwa matahari sudah bersinar terang. Menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal dan berusaha mengingat tanggal berapa hari ini.
"Tanggal berapa, sih, ini? Alah bodo."
"Huaahhhhh…"
Tidak lama setelah puas menguap lebar dan merelakskan seluruh badannya, dan tiba-tiba mengingat tanggal berapa hari ini, membuat matanya membulat kaget dan memberhentikan seluruh badannya.
"SEKARANG TANGGAL 19? SIAL!"
***
"Ya, namaku Reyhan As-Shafel Mahaputra, biasa dipanggil Rey/Reyhan. Kini aku baru saja memasuki sekolah menengah pertama di sekolah negeri dekat rumahku."
Rey yang kini tengah sibuk mempersiapkan seluruh perlengkapan study tour kursus bahasa Inggrisnya itu, bermondar-mandir ria, kesana-kemari, tanpa sadar bahwa sedari tadi ada kakak laki-laki yang memperhatikannya sambil memasang wajah yang siap untuk meledek adik bungsunya itu.
"Kamu ngapain mondar-mandir kaya gitu?" Tanya Roy selaku kakak laki-laki tertua Rey.
"Ngasih makan buaya, punya dua mata HD kanan kiri masih kurang? Jelas-jelas lagi prepare buat study tour." Jelas Rey dengan nada agak kesal.
Setelah mendengar penjelasan dari adiknya, Roy bukannya membantu untuk mempersiapkan barang-barang yang dibutuhkan oleh saudaranya itu melainkan langsung meninggalkan ruangan adiknya itu sambil tertawa terbahak-bahak.
Ya, tertawa.
"Kak, malah tertawa, mending bantuin. Ilang dah." Dengus kesal Rey yang sedari tadi sudah merasa dikejar oleh waktu.
"Lagian kamu, study tour masih lusa kok sekarang udah siap-siap, mau gladi resik dulu, ya?" setelah membalas dengan nada ngeledek, kakak ceweknya yang sedari tadi menyimak ikut menertawai Rey dengan puas.
Rey yang masih bingung, ia baru memahami apa yang dikatakan oleh kakak-kakaknya itu langsung mencari dan mengecek tanggal di ponselnya. Kedua alisnya terangkat dan matanya langsung terbuka lebar. Kaget. Ternyata studytour memang masih lusa. Setelah menyadari hal tersebut, Rey akhirnya kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur dan menghela napasnya.
"Tau gitu tadi aku lanjut tidur, mana hari Minggu."
Memejamkan matanya sebentar, mengatur napas, merilekskan badannya kembali lalu kembali bangun. Sekarang ia terduduk di atas kasurnya, melamun sebentar. Berpikir apa yang harus ia lakukan pada Minggu ini. Tidak ada jadwal khusus seperti hari-hari lainnya.
Rey memang terkenal sebagai anak yang selalu aktif di sekolah, organisasi, maupun kegiatan di luar sekolahnya. Karena baru saja lulus dan diterima di sekolah menengah atas, Rey belum seberapa sibuk karena masih belum ada kegiatan sekolah.
Mengamati seluruh penjuru ruangan kamarnya, beberapa lembar kertas yang ia dapat dari SMA barunya menarik perhatiannya. Ia turun dari kasur, mengambilnya, dan kembali ke posisi semula.
Membaca perlahan-lahan, ternyata lembar daftar ekstrakurikuler yang ada di SMA tersebut. Berencana ikut beberapa organisasi dan satu ekstrakurikuler kesukaannya yaitu, basket.
Saat sedang memikirkan mengikuti organisasi apa, Rey dikagetkan dengan kakak perempuannya yang tiba-tiba masuk membawa tumpukan bajunya dan bertanya, "Baca apaan tuh?" Tanya Kak Zia singkat.
"Oh, ini? Daftar ekstra sama organisasi. Btw, kakak kan alumni SMA ini, bisa dong review dikit."
Kakaknya pun merasa tertarik dan mengambil selembar kertas yang dipegang adiknya itu, membaca dengan seksama. "Mending kamu ikutan OSIS aja deh, bagus kok, sering adain event juga, pembinanya bener-bener ngebina sama support, jadi bisa dibuat pengalaman sama pelajaran ke depannya, sekarang kayaknya ruangannya juga pindah, lebih luas dan enak, tapi..,"
Rey yang sedari tadi mendengar penjelasan kakaknya yang panjang itu refleks, "Hah? Tapi apa?"
"Banyak-banyak doa aja deh, de. Biar nggak diganggu." Jelas singkat Kak Zia disertai mengacak-acak rambut adiknya yang masih kebingungan itu.
Niat untuk mengikuti OSIS memang sudah ada, ia akan meneruskan pengalaman berorganisasinya dari bangku SMP yang terakhir ia berhasil menjabat dengan posisi yang lumayan tinggi yaitu wakil ketua OSIS 1.
Tak hanya itu, ia dulu kerap dipercaya sebagai ketua ekstrakurikuler baik dari kalangan siswa maupun guru. Di samping itu, Rey adalah anak yang berprestasi, tidak hanya satu dua kali ia mengharumkan nama sekolah dan orangtuanya, entah itu di tingkat kabupaten, provinsi, nasional, dan kali ini lomba yang sedang ia hadapi adalah tingkat internasional.
Kecerdasan yang kedua orangtuanya turunkan, memberi efek positif terhadap kehidupannya saat ini. Segala kehidupannya lancar, oh kecuali satu hal.
Pyaarrr!
Suara piring pecah yang sangat nyaring dari dapur terdengar hingga kamar Rey. Anak itu yang sedang belajar untuk persiapan olimpiade matematikanya di Jepang – konsentrasinya saat itu langsung pecah. Ia langsung menundukkan kepalanya, berusaha menutup kedua telinganya lalu memejamkan mata. Karena ia tahu, suara bentakan dari mamanya akan menyusul dan mereka berdua akan berdebat panjang.
Tak ingin larut dalam kegelisahannya, Rey langsung menyaut tas ranselnya, ia membawa beberapa buku yang ia butuhkan untuk persiapan, dan bergegas keluar.
"Mau ke mana kamu?" Tanya mamanya yang membuat ia sedikit terkaget, "bukannya belajar buat lomba selanjutnya malah mau kluyuran nggak jelas." Perkataan mamanya yang seperti itu membuat ia tersulut amarah.
"Mau nenangin diri, assalamualaikum." Ucapnya singkat dan langsung menuju garasi untuk mengambil motornya. Ia bergegas keluar dari rumah selagi mamanya masih berdebat hebat.
***
Setelah kurang lebih satu jam berkeliling-keliling kota, dalam helm fullface yang ia kenakan, ada isakan tangis yang ia sembunyikan. Berhenti di depan sebuah kafe, ia memarkir dan melepas helm-nya. Kafe yang terlihat tidak ramai pengunjung, dan memiliki suasana tenang dengan alunan lagu ballad yang membuatnya berpikir tidak salah tempat.
Ia memilih duduk di sudut kafe yang sepi, mencari posisi duduk ternyaman dan membuka laptopnya di meja. Mengeluarkan beberapa buku tebal dan alat tulis. Mulai fokus dan terlarut dalam dunianya sendiri.
"Kak, es americanonya satu, ya." Pintanya pada salah satu penjaga kasir.
"Cuma es Americano saja, Mas? Kita lagi ada diskon untuk beberapa kue best seller di kafe ini, bisa di cek di bawah ini." Ucap penjaga kasir itu seraya menunjukkan menu yang katanya best seller dan sedang ada diskon.
Rey mulai memilih dan menemui cake favoritnya, "Cheesecake aja, Kak, satu," ucapnya pada penjaga kasir, "oh, sekalian yang red velvet."
Penjaga kasir yang juga antusias mengetik pesanan untuk dijadikan struk, "Totalnya, 58 ribu kak, akan dapat potongan 10% bila kakak menjadi pelanggan premium."
"Iya, gimana caranya itu, kayaknya saya bakal sering ke sini. Ini baru, kan?"
"Iya, kak, kafe ini baru buka lima hari yang lalu. Oh, untuk pendaftarannya cukup isi form ini." Rey menyimak dengan seksama penjaga kasir itu dan mengambil form yang diberikan, "ini boleh dikasih ke saya kapan aja, tidak usah tergesa-gesa, toh kakak masih di sini dulu."
Rey mengangguk paham dan kembali ke tempatnya semula. Mulai mengerjakan beberapa soal latihan, mencari soal-soal latihan, mendegarkan video materi dan juga berdiskusi dengan guru pembimbingnya dari SMP. Ia juga bertanya kepada guru privatnya yang selama ini mendidiknya hingga bisa seperti sekarang.
Konsentrasinya mendadak berhenti ketika pesanannya sudah datang, tapi tak lama ia kembali fokus kepada apa yang ada di depannya saat ini.
***
4 jam sudah berlalu, ia membereskan buku-buku dan laptopnya. Menyadari hari sudah gelap, ia menghabiskan sisa minuman yang sudah hampir habis.
"Rey…"
"Rey…"
"Rey…"
Suara lembut yang sedari tadi memanggili namanya membuat dirinya terusik, merasa harus tidak mempedulikan hal itu, Rey hanya menoleh kanan kiri dan tak melihat siapapun. Ia menduga itu hanya ilusinya sendiri, mungkin karena ia merasa capek.bergegas keluar setelah menyelesaikan apa yang ia kerjakan di sini. Ketika sampai pintu keluar, Rey memberhentikan langkahnya. Ia tersadar. Bahwa yang memanggilnya sedari tadi, bukan manusia.
"Sial."