Chapter 17 - Episode 17

Alna :

"J-jadi, kak Voltra itu---"

"Iya, kenapa? Gua kembar sulung mereka, dan gua, orang yang lo tabrak dua hari lalu." Setelah berbicara memotong kalimatku, kak Voltra mendengus kasar, seakan ia baru bicara panjang lebar tadi.

Aku masih diam tak berkutik, sel-sel saraf yang ada di tubuhku seakan mati rasa saat tatapan tajam kak Voltra mengarah padaku. Aku meneguk ludah, dalam tiga kali aku sudah menabrak tiga orang kembar bersaudara.

"Ekhem!" Aku tersentak sadar mendengar dehaman kak Liu. "Gak boleh tatap-tatapan! Bukan muhrim, zina mata namanya." Lanjutnya lagi.

Aku menatap datar ke arah kak Liu, bisa-bisanya ia menggodaku seperti itu. Tidak mempan.

Sedangkan kak Kristal mengernyit heran ke arah kak Liu sambil berkata, "Lah, tumben pinter?"

"Ngapain lihat-lihat? Gua tahu, kok, gua ganteng." Sontak aku memalingkan wajahku darinya. Kak Voltra berdecih menanggapi ke-GR-an kak Liu. Sedangkan kak Kristal menjitak kepala kak Liu.

Zrine, dan Bryant terkekeh kecil melihat kak Liu yang mengaduh sakit setelah mendapat jitakan dari kak Kristal.

"Apa sih, Kris? Seenak jidat lo jitak kepala gua, sakit tahu gak?"

"Gak, kan aku gak ngerasain, kak." Jawab kak Kristal dengan polosnya.

Kak Liu menggeram kesal, sepertinya akan ada perang antar saudara kali ini. "Sini, biar kamu tahu rasanya!"

Belum sempat kak Liu mengarahkan jitakan pada kak Kristal, sebuah sendok besi melayang tepat mengenai kepala kak Liu membuatnya kembali mengaduh sakit.

"Lo apa-apaan, sih, kak?"

Kami -kecuali kak Kristal, kak Liu, kak Voltra, Alfa dan Zahra- ber -hi serempak, jangan lupakan raut wajah jijik kami yang terpampang saat melihat wajah melas -menjijikkan- milik kak Liu.

Kak Liu mengernyit bingung melihat raut wajah sama dari kami bertiga. "Kalian kenapa kek jijik gitu?"

"Lihat wajah kak Liu, kenapa?" Jawabku ketus.

"Lah, wajah gua kenapa emang?"

"Menjijikkan!" Serempak kami semua menjawab, bukan tampang bingung atau heran lagi, kak Liu malah menanggapi dengan wajah kusut seperti gorengan.

"Gua merasa ternistakan di sini."

"Emang!" Serempak kami lagi.

"Tega lo semua."

"Cih!" Decih kak Voltra.

"Lebay!" Lanjutku sinis.

Sebelum kak Liu kembali melanjutkan drama atas penistaannya, kak Kristal lebih dulu menutup mulut kak Liu dengan membungkamnya dengan batu kristal hijau yang mengkilap. Entah darimana baru itu berasal?

"Udah, kak! Kita lanjut ke topik awal!" Jeda tiga detik setelah mengambil posisi duduk nyaman. "Ngomong-ngomong, kalian yakin mengikuti Kelas Simulasi Bertarung dari KT yang di minta?"

KT atau singkatan dari Kelas Tambahan. Ya, tentu, aku tidak salah pilih. Lagipula sejak kecil aku suka berlatih Beladiri, bahkan sudah menguasai jurus-jurus tingkat tinggi yang di ajarkan oleh Perguruan itu. Aku tidak sombong seperti Alfa, hanya mengatakan beberapa fakta yang ada.

"Memangnya, kenapa, kak?" Tanya Zahra yang di angguki oleh keempat sahabatku.

Kak Kristal menyikut lengan kak Voltra, memintanya untuk menjelaskan. Alih-alih menanggapi, kak Voltra hanya mendengus malas.

"Kak, lanjutkan!" Masih diam.

"Udahlah Kris! Tembok China mana bisa ngomong, denger aja kagak." Sela kak Liu. Kak Voltra yang tak terima di katai tembok China itu langsung menatap kak Liu tajam. Setelah meneguk ludah, kak Liu terkekeh kecil, berkata. "Udah, Kris, lanjut!"

Kak Kristal membuang napas pasrah, apalah daya jika kakak sulungnya itu sudah tak ingin bicara panjang lebar lagi untuk menjelaskan.

"Tidak masalah sebenarnya, hanya saja Kelas Simulasi Bertarung berbeda dengan kelas lain yang mengajarkan dengan cara memberikan materi, kelas ini mengajarkan secara langsung dengan simulasi yang sebenarnya."

"Maksud kakak, bertarung sungguhan?" Potong Zrine cepat yang diangguki oleh kak Kristal.

Tidak masalah bagiku, bertarung sungguhan, bukankah itu menyenangkan? Itu akan enjadi sebuah petualangan baru di kehidupan baruku.

"Memang, kalian menguasai Teknik Bertarung?" Kami berenam saling tatap.

Jangan remehkan aku, ataupun yang lain. Mereka memang tidak tahu saja jika Zahra, Zrine dan Alfa adalah petarung hebat, pun Nolan, dilihat dari karakternya, sepertinya juga menguasai Teknik Bertarung. Bryant? Anak itu mudah sekali beradaptasi, pasti akan mudah baginya.

Kak Kristal membungkam mulutnya cepat saat tahu jika kak Voltra akan bicara. "Bagus! Gua tunggu lo semua setelah pulang sekolah di Ruang Simulasi Bertarung Akademi."

"Hah, peraturan macam apa itu?" Pertanyaan Alfa mewakili kebingungan kami berlima.

"Bukankah, waktu Kelas Simulasi Bertarung sama dengan KT yang lain?" Lanjut Zahra.

"Tidak," Sontak aku menatap Nolan, begitu juga dengan yang lain. "Jadwal jamnya berubah." Lanjutnya sambil menunjukkan kartu hologram miliknya yang menampilkan jadwal jam Kelas Simulasi Bertarung pada layar.

"Bisa kelaparan tidak makan siang aku." Sergah Bryant.

Kami menatap tiga senior kembar untuk meminta penjelasan, jangan lupakan wajah berbeda dari setiap pemilik.

"Maaf! Tapi, memang seperti itu setiap tahun." Kak Kristal memandang kami dengan raut wajah ragu.

"Tidak perlu minta maaf! Kalian yang memilih, jadi, tanggung resikonya!" Lanjut kak Liu dengan kekehan kecil tambahannya.

Aku menunduk, benar juga kata kak Liu, toh itu salah kami yang memilih. Jadwal jam kelas itu tidak berubah, hanya memang tidak di tunjukkan karena kelas itu berbeda dari yang lain, jadwal jam KT akan muncul setelah semua data siswa masuk terdaftar dalam akses KT.

"Iya, kak, kami akan segera datang setelah pulang sekolah." Jawab Zahra pada akhirnya.

"Bagus! Itu yang gua mau." Kak Voltra beranjak berdiri melaju pergi meninggalkan meja kantin kami.

Kak Liu dan kak Kristal juga beranjak berdiri menyusul kakak sulung mereka sebelum berjalan lebih jauh.

"Kami pamit dulu, kembalilah ke kelas kalian!" Pamit kak Kristal sebelum meninggalkan meja kantin.

"Perasaan gua gak enak!" Sontak kami serempak menatap Alfa bingung. "Lo bertiga, ngerti apa yang gua maksud, 'kan?"

Entah siapa yang Alfa maksud? Tapi aku juga paham dengan kondisi ini, perasaanku juga tidak enak. Ada apa, sih?

***

Jam KBM kedua sudah berakhir beberapa detik lalu. Mata pelajaran mendesain sesuatu yang aku kira adalah hal mudah, ternyata salah besar. Walau saat mempelajari beberapa materi yang di sampaikan tadi oleh Miss Univ -guru mapel Mendesain- tidak terlalu banyak, tetap tidak mudah di pahami, dari cara pemilihan kain, benang, aksesoris, dan sebuah rancangan yang benar-benar harus tepat tanpa kesalahan.

"Na, kau kenapa murung seperti itu?" Tanya Zrine tiba-tiba.

Aku hanya menanggapinya dengan dengusan malas, kembali menunduk setelah menatap Zrine sekilas.

"Aku tahu, kau pasti bingung dengan materi yang di sampaikan Miss Univ, 'kan?" Lagi-lagi aku mendengus malas, membuat Zrine jadi bingung sendiri dengan pertanyaannya.

Zahra menepuk pundakku pelan dengan pandangan yang masih tetap fokus ke depan. Ya, kita sekarang sedang berjalan menuju Ruang Simulasi Bertarung Akademi.

"Kegagalan adalah awal mulainya sebuah kesuksesan. Pelajari lebih dalam, kau pasti akan mengerti."

Aku melirik Zahra sekilas juga Zrine yang tersenyum ceria, ini baru hari pertama aku belajar, tidak mungkin langsung menyerah begitu saja. Sudahlah, lupakan saja untuk hal ini sementara, ada hal yang lebih penting sekarang.

Ruang Simulasi Bertarung itu berada di luar wilayah Akademi, berjarak sekitar lima ratus meter di belakang gedung Akademi. Bentuk kubus seluas entah berapa meter dengan tinggi mencapai puluhan meter.

Wow! Setiap sisi terbuat dari sebuah teknik sekat transparan setebal tiga puluh meter, teknik yang langka sekali yang di kuasai para pemilik kekuatan saat ini. Kalaupun ada teknologi yang dapat di ciptakan pun, tak dapat membuat hingga setebal ini.

Sampai saat ini, aku masih heran dengan pembuatan teknologi Galaksi Andromeda yang menakjubkan sekali. Bagaimana Galaksi ini bisa berkembang begitu pesat selama ratusan tahun ini?

Aku dan duo Z sudah berdiri di satu sisi dinding Ruang Simulasi Bertarung Akademi. Kami mengambil masing-masing kartu hologram, lalu membiarkan dinding ini mengakses data murid untuk masuk. Sebuah titik hijau berkedip-kedip di layar kartu kami masing-masing, tak lama dinding tebal di depan kami menghilang membentuk pintu pada umumnya. Kami bertiga masuk melewati pintu itu dan kembali tertutup setelah kami melewati dinding tebal itu.

Alih-alih bagian dalam ruangan ini begitu indah, aku hanya melihat hitam-hitam di setiap sisi penjuru ruangan. Walaupun posisiku sekarang sedang berada di sebuah ruangan kecil berisi beberapa kursi yang mengambang dengan warna putih, di depan kursi-kursi itu masih ada sebuah pintu lagi yang baru menunjukkan jalan ke arah arena pertarungan.

"Yang benar saja, ini tempatnya?" Aku bergidik ngeri melihat arena pertarungan di depan itu hanya berpadu hitam-hitam saja.

"Ceh! Katakan saja kalau kau takut!"

Aku berbalik mendapati seseorang duduk di salah satu kursi di ruangan ini, di sisi kanan dan kirinya juga ada dua orang lagi. Aku menatap orang itu datar.

"Takut? Huh, kau yang takut mungkin?" Ejekku tak kalah darinya. Ia hanya mengendikkan kedua bahunya santai tanpa menatapku.

"Sudahlah, kalian berdua, dimana-mana selalu saja seperti ini." Sela Zahra menengahi.

Tentu kalian bisa tahu siapa tiga remaja laki-laki yang duduk itu, 'kan? Ya, benar, mereka trio fakboy -sedikit mengganti nama grup mereka tidak masalah- juga Nolan yang sekarang pun ketularan virus SokKenalSokDekat dan keanehan Bryant-Alfa.

"Kalian sudah datang rupanya, aku kira tidak datang." Suara ramah dan lembut itu kembali terdengar dan menghentikan perdebatanku dengan Alfa.

Kak Kristal menyambut kedatangan kami dengan ramah dan senyuman manisnya itu. Lama-pama aku bisa diabetes karena kak Kristal.

"Alisa ngapain senyum-senyum sendiri kek gitu?" Aku menatap kak Liu datar. Bisa tidak sekali saja tidak usah menjengkelkan seperti itu?

"Kita mulai latihannya sekarang, ya! Kalian siap, 'kan?" Anggukan serempak kami menanggapi pertanyaan kak Kristal.

"Eh, sebentar!" Langkah kami yang hampir berjalan memasuki arena terhenti, kembali berbalik.

"Kenapa, kak?" Tanya Zrine.

Aku melihat kak Liu yang sedang menunjuk kami secara bergantian. Setelahnya berpikir dan membisikkan sesuatu pada kak Kristal.

Kak Kristal pun hanya mengangguk setelahnya. "Kita bagi tiga, ya! Satu tim ada dua orang. Anthony dan Alfa, kalian sama aku, ya!"

Bryant mengangguk sedangkan Alfa terpaksa harus parah menjalani satu tim dengan Bryant.

"Alisa dan Nolan, kalian berdua sama kak Voltra. Kalau Fa Za dan Rin sama kak Liu, ya!"

Aku membulatkan mata menatap kak Kristal. Kenapa tidak dengan salah-sagu antara duo Z? Kenapa harus Nolan?

"Kenapa aku sama Nolan, kak?" Nolan menatapku bingung, pun dengan yang lain.

"Memangnya kenapa, Sa?" Kak Liu balas bertanya.

Nolan memalingkan wajahnya saat aku menatapnya, dia kenapa? Bukan maksudku tidak ingin satu tim dengannya, tapi entahlah, aku tidak mengetahui alasan yang tepat. Aku selalu merasa tidak nyaman saat dekat dengannya, mungkin karena Nolan adalah anggota baru, jadi aku merasa asing padanya.

"Tidak ada penolakan! Gua yang menentukan pembagian tim." Suara kak Voltra seakan telak mencapai final.

Aku menundukkan kepalaku, aku benar-benar tidak nyaman dengan keputusan ini.

"Kak Liu mah seneng, dapat double girl." Celetuk Bryant di iringi kekehan kecil.

***

Arena pertarungan yang diihat dari ruangan kecil tadi ternyata tidak buruk juga, saat kami memasuki arena, cahaya terang menyala di sekitar kami. Pantas saja tadi hanya hitam-hitam, batu pualam yang menjadi alas dan atap bangunan baru akan menyala saat ada yang memasuki arena.

Kini kami berdiri dengan masing-masing tim yang telah di tentukan. Aku, Nolan dan kak Voltra berada di sisi kanan, duo Z dan kak Liu berada di tengah antara kami bertiga dan Bryant, Alfa dan kak Kristal di sisi kiri.

Sebuah sekat buram dengan tebal sepuluh meter terbentuk menjadi pembatas antara masing-masing tim. Hampir saja aku berseru takut dengan munculnya sekat buram itu secara tiba-tiba.

"Latihan memerlukan fokus, bukan hanya sekedar bisa."

Aku menatap kak Voltra, memfokuskan pikiranku pada latihan. Sempat ku lihat Nolan yang menunduk, aku yakin anak itu tetap mendengarkan walau kelihatannya seperti tak memperhatikan.

"Bersiap! Aku akan serang kalian, kita lihat seberapa kuat kalian bertahan!" Senyum miring tercetak di wajah kak Voltra.

Aku tidak yakin bisa menang, aku bahkan baru tahu jika mereka bertiga yang menjadi guru pembimbing kelas ini.

Kak Voltra di depan sana memasang kuda-kuda, aku mengikutinya disusul dengan Nolan di samping kananku.

"Gerakan kilat!"

Aku tersentak kaget, saat kak Voltra baru saja mengatakan kalimat itu, sedetik kemudian sudah berada tiga langkah tepat di depan kami.

"Pedang Voltra, rasakan! Tetakan pedang voltra! Hyaa!" Dua buah pedang berbentuk kilatan petir di langit dengan warna hitam-merah-biru pekat itu terbentuk begitu saja di kedua tangan kak Voltra.

"Menyingkir, Alisa!" Teriak Nolan.

Aku menurutinya, dengan gerakan secepat kilat sudah menyingkir deri samping Nolan.

"Pelindung halimonat!" Sebuah tameng transparan terbentuk di depan Nolan, menghadang pedang Voltra di depannya.

"Ceh! Tak cukup kuat, gerakan kilat!"

Kak Voltra kembali menghilang dan muncul di belakang Nolan, pedang di tangannya mengarah pada Nolan yang masih bingung.

Aku berseru tertahan, kak Voltra mengirim kilatan petir biru ke arah Nolan dengan pedangnya. Seperti namanya, kekuatan kak Voltra adalah kekuatan Pengendali Elemental.

Nolan berbalik cepat, kembali memasang tameng transparan miliknya. Aku tersenyum lega, untung saja Nolan cepat sigap.

Krak...

Eh! Aku kira tameng itu dapat menahan serangan kak Voltra. Nolan membulatkan mata tak percaya melihat tamengnya tak dapat menahan serangan kak Voltra. Sekuat itukah kekuatan kak Voltra?

"Huh, lemah!" Aku menatap kak Voltra, ia kembali memasang kuda-kuda bersiap untuk berteleportasi kembali.

Aku hendak membantu Nolan, tameng transparan miliknya hampir pecah, tapi serangan petir biru kak Voltra masih utuh tertahan.

Aku menggeram sambil memasang kuda-kuda.

"Mau kemana kau?" Aku tersentak dan menghentikan langkahku.

Aku tidak tahu jika kak Voltra akan berteleportasi ke belakangku, belum juga aku melangkahkan kaki ke depan, kak Voltra lebih dulu berteleportasi menghalang langkahku.

"Argghhh!" Aku melihat Nolan terpental ke belakang beberapa meter, tamengnya pecah.

"NOLAN!"

Dengan sigap aku memasang kuda-kuda kokoh, aliran listrik kuning menjalar di seluruh tubuhku, percikan listrik kuning mulai keluar dari telapak tanganku.

"Pecutan petir!" Kilat petir kuning ku keluarkan mengarah pada kak Voltra.

Kak Voltra menghindar, serangan ku meleset. Tak memberi jeda, aku kembali mengirim serangan.

"Hujaman tanah!" Tanah-tanah di sekitarku mulai retak dan terangkat, detik selanjutnya mengambang cepat mengarah pada kak Voltra.

Belum juga seranganku sampai ke arahnya, kak Voltra lebih dulu berteleportasi kembali di belakangku.

"Tetakan pedang voltra!"

Aku berbalik mendapati kak Voltra melayang sembari mengarahkan pedang voltra di tangannya padaku.

BUM!

Dentuman keras terdengar memekakkan telingaku, aku melihat kak Voltra sudah berada di samping kiriku. Aku melihat Nolan dengan genggaman tangannya yang baru saja melepaskan pukulan berdentum.

"Kau pikir dengan serangan mudah itu, dapat mengalahkanku?" Sombong kak Voltra.

"Kakak bahkan tidak memberikan kami kesempatan untuk menyerang." Teriakku lantang.

"Lemah!" Kak Voltra berbalik menatapku, detik selanjutnya sudah berdiri dua langkah di depanku.

Baru juga aku memasang kuda-kuda, petir biru meluncur cepat di atasku tanpa aba-aba. Ya, kali ada aba-aba, memangnya ini lomba lari, pakai aba-aba?

"Huwaaaa! Gerakan kilat!"

Splash...CTAR!

Eh, bagaimana bisa? Aku bahkan bisa melakukan teleportasi seperti kak Voltra, walaupun tak secepat kak Voltra, tapi aku berhasil menghindar petir biru kak Voltra dengan cepat.

"Bagaimana kau melakukannya?" Tanya Nolan keheranan, wajahnya benar-benar syok melihatku tiba-tiba berteleportasi di sampingnya.

"Entahlah! Aku tidak tahu."

Splash...

Eh, baru saja aku menghindar, kak Voltra sudah berada di depanku saja. Kak Voltra kembali menghunuskan pedangnya ke arahku, aku kembali berteleportasi menghindar.

"Bukan kau yang aku mau."

Kak Voltra kembali berteleportasi, kini berada di belakang Nolan. Pedang voltra menghilang dari tangannya begitu saja, di gantikan sebuah bola biru yang di kelilingi percikan listrik biru.

Aku berseru tertahan, memasang kuda-kuda, tanganku terangkat sebelum ku hantamkan keras di atas tanah.

Aku berteriak kencang memanggil nama Nolan dan melepaskan kekuatan sekaligus. "NOLAN! TANAH PELINDUNG!"

Belum cukup kuat untuk menahan serangan bola kilat biru kak Voltra, aku kembali berteleportasi. Kali ini ku beranikan diri berdiri di belakang kak Voltra.

"Bola kilat, hyaaa!" Refleks, hanya sekedar mencoba tanpa sengaja memang bisa terbentuk.

"Pelindung voltra!"

"Tidak bisa!" Jeda tiga detik, Nolan melompat dan mengirim pukulan berdentum pada kak Voltra.

Kak Voltra menghindar cepat, pukulan berdentum Nolan malah mengarah padaku. Aku berteriak melepas kekuatan.

"Pusaran angin!"

BUM! Aku berhasil membelokkan serangan pukulan berdentum Nolan.

"Oi! Kenapa aku yang kena?" Gerutuku masih dalam keadaan mengambang.

Nolan terkekeh kecil sambil memasang wajah tanpa dosanya. "Maaf! Aku tidak tahu kalau kak Voltra menghindar."

Pertarungan ini terus di lanjutkan hingga lima jam kemudian. Seringkali kami hanya menahan dan menghindar dari serangan kak Voltra, bahkan tubuhku sudah remuk sekarang karena beberapa kali terkena sambaran petir biru bertegangan tinggi milik kak Voltra.

"Kau lelah?" Tanya Nolan, ia baru saja kembali menghantam dinding.

"Bisa mati lama-pama kalau seperti ini terus." Napasku terengah-engah saat menjawab.

"Kak Voltra masih segar bugar, kita sudah babak belur." Katanya sambil terkekeh kecil.

Benar juga, kalau kak Voltra saja masih segar bugar, bisa saja dia mengalahkan kami dengan cepat. Tak bisa di katakan lemah, kecepatan teleportasi kak Voltra masih berada di atasku, serangannya pun dengan mudah dapat mematahkan pertahanan kami.

"Lelah?"

Aku tersentak kaget, mundur beberapa langkah saat kak Voltra tiba-tiba berada di depanku. "Aduh, kak, udah tahu, kenapa tanya?"

Kak Voltra tersenyum miring, bisa-bisanya melihat keadaan kami seperi ini malah tersenyum miring seperti itu. Apa jadinya jika kak Voltra berada dalam arena pertarungan yang sebenarnya? Yang ada, musuh pada mundur.

"Sayangnya, aku belum lelah." Aku mendongak menatap kak Voltra bingung.

"Maksudnya?"

"Tidak apa, tetakan pedang voltra!"

Aku melotot kaget. "HUWAAAA! KAK VOLTRA KEJAM!"

Pedang voltra yang di genggam kini terarah padaku, aku kembali berteleportasi. Bukannya menghindar, saking takutnya, aku malah salah titik koordinat penerima. Alhasil aku hanya diam setelah menabrak dinding penyekat buram. Mataku tertutup.

***

Next episode 18...