Chapter 9 - Episode 9

Tujuh orang dengan wajah sama sedang berkumpul di ruangan rahasia, tempat itu adalah markas cabang dari station utama Three P.S.

Semua yang berada di ruangan itu sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Tiga orang dengan otak pintar mereka sedang merancang sebuah rencana, tiga orang lagi dengan sebutan trio troublemaker yang biasanya memang suka membuat onar hanya bisa diam -terpaksa- menunggu tiga orang berotak encer itu. Sedangkan satu lagi, hanya diam memperhatikan sembilan saudaranya, sesekali ikut menimbrung dengan tiga otak encer.

Di tempat trio troublemaker, entah apa yang sedang mereka pikirkan saat ini. Kalau saja si kembar ketiga tidak mengancam mereka dengan mengambil play station, membakar ayam kesayangan, atau tidak membelikan tanaman baru setiap bulan, mereka tidak akan sanggup berdiam diri di dalam ruangan ini.

"Kak, mereka lagi rencanain apa, sih?" Pyro berbisik pada Beliung di sebelahnya.

Baliung yang mendengar bisikan pertanyaan dari Pyro, balas menjawab sambil berbisik.

"Aku bukan psikopat, dodol."

"Psikopat, kak?" Beo Pyro.

"Yang bisa nebak pikiran orang itu, lho." Jeda tiga detik, "Duh! Apa, sih?" Sambil memegang jidatnya yang terkena jitakan Pyro.

"Kenapa, kak?" Tanya Balak polos.

"Gak, GPP." Singkat Beliung menjawab pertanyaan Balak.

"Bukannya GPU, ya, kak?" Beliung mengangguk sebagai jawaban Balak.

Iya-in, aja kalau buat Balak. Batinnya.

"Kakak polos apa bego? Itu psikolog, bang. Sama aja kek Balak." Beliung mengerutkan dahi, Balak yang mendengar pun ikut menaikkan alisnya.

"Bang, bang, gua bukan tukang bakso. Muka mulus, putih, kinclong, glowing kek gini kau panggil aku 'abang'."

"Muka kita, 'kan emang sama, kak." Entah darimana, tangan Balak menyodorkan cermin ke arah Pyro.

Pyro mendengus sebal, menyingkirkan cermin di depannya. "Serah gua!"

Tanpa menggubris trio troublemaker, mereka berempat kembali meneruskan rancangan mereka.

"Kenapa Ayah tidak memberitahu kita wajah Bulan yang sekarang? Kalau seperti ini caranya, bakal susah kita carinya, kak." Gamma angkat bicara setelah selesai menulis semua rancangan misi mereka. Bertanya pada ketiga kakaknya.

"Namanya juga, misi. Banyak pertanyaan, dan kita harus cari rumus pertanyaan itu untuk mendapatkan jawabannya." Jawab Kristal santai tanpa memedulikan wajah kesal Gamma.

Freeze yang matanya terpejam refleks menatap kakak kembar ketiganya, Kristal dengan bingung. Sedangkan Kristal juga balas menatap adik kembar kelima dengan bingung, sambil mengangkat kedua alisnya, ia bertanya.

"Apa, sih? Ia tau, kakak emang ganteng, tapi gak gitu juga lihatnya!" Kristal mengalihkan pandangannya kearah tulisan rancangan Gamma, lantas membacanya.

"Weh, apaan?" Freeze dan Gamma yang mendengar kalimat ke-pedean dari Kristal serempak kaget.

Sedangkan Voltra hanya bisa membatin. Sejak kapan Kristal narsis kek Gamma?

"Gantengan aku kali, kak. Enak aja, kakak ambil popularitas aku." Sewot Gamma, tangannya terlipat didepan dada.

"Aku tuh kaget tadi dengar kakak ngomong gitu." Lanjut Freeze.

"Kenapa?" Tanya Kristal tanpa mengalihkan pandangannya dari tablet setipis kertas di tangannya.

"Kita lagi bahas pasal misi, kak, bukan rumus matematika." Jawabnya santai sebelum kembali memejamkan matanya.

Tak menghiraukan ucapan Freeze, Kristal masih fokus membaca rancangan-rancangan yang akan mereka lakukan nanti.

Voltra hanya diam mendengarkan pembicaraan ketiga adiknya, walau begitu, mata tajamnya tak lepas dari tablet tipis yang di pegang Kristal, ikut membaca.

"Ini apaan, Gam?" Tanya Kristal setelah membaca beberapa rancangan Gamma.

Voltra yang melihat Kristal menunjuk salah-satu rancangan Gamma, ikut menatap Gamma, menunggu penjelasan.

"Kalau nanti kita udah beneran bisa memastikan itu memang, Bulan, kita suruh dia buka ruangan itu, kak." Kristal mengangguk, diikuti oleh Voltra.

Brak...

Suara gebrakan meja dari tempat trio troublemaker membuat mereka mengalihkan pandangan mereka ke asal suara.

Melihat Beliung yang menempel di dinding ruangan dengan leher yang tercekik oleh akar berduri dan tubuhnya yang terangkat beberapa meter keatas membuat mereka berempat terkejut bukan main.

Kristal mendekat, ia tahu pemilik akar berduri yang mencekik leher Beliung.

"Aduh, Al! Kamu ngapain cekik kak Liu?" Tanya Kristal lembut. Tangannya menepuk pundak adik kembar keenamnya.

Balak yang ditanya hanya diam. Matanya fokus menatap Beliung dengan tajam, sedangkan Pyro bergidik ngeri sambil membayangkan kalau dirinya yang berada di posisi kakak kembar keduanya itu.

Voltra, Freeze dan Gamma menatap penuh terkejut kearah Balak. Saudara kembar keenam yang satu ini, dikenal dengan kebaikan, kepolosan, dan keramahannya. Tapi sekali dia marah, hancurlah dinding kokoh pertahanan mereka.

Gamma terlalu penasaran, ia bertanya pada pyro yang masih bergidik ngeri di tempat. Tak sadar pembicaraan mereka juga di dengar oleh Voltra.

"Kenapa, sih?"

"Tanya ama siapa?" Pyro balik bertanya pada Gamma.

"Sama tabung gas elpiji. Ya, sama lo, kak." Pyro hanya ber-oh pelan, membuat Gamma menatap Pyro malas.

"Tadi kita main ToD, terus pas sampai di Al, dia minta tantangan. Kak Liu kasih tantangan ke Al,"

"Tantangan apa?" Gamma memotong.

"Tanpa lo tanya, jawabannya udah ada dalam cerita."

"Tanya aja, nggak boleh?"

Pyro memutar bola mata malas. "Lanjut gak?"

"Ya, lanjut lah!"

"Tantangannya, Al harus mau merelakan salah satu tanaman kesayangannya di bakar sama aku. Tapi Al gak mau, terus jadilah adu mulut diantara mereka."

"Lah, kak Liu jadi kayak gitu, gimana ceritanya? Gak ada jawaban dari pertanyaan aku."

"Lo gak tanya sama gua, dodol."

"Bodo! Terus," Pyro kembali menatap kembar ketujuh dengan malas, tapi tak mengurungkan mulutnya untuk kembali bercerita.

Saat Voltra, Kristal, Freeze dan Gamma sedang sibuk merancang rencana. Waktu Beliung, Pyro dan Balak yang harusnya sedang bersenang-senang terbuang karena menunggu keempatnya selesai. Karena bosan dengan suasana mereka yang hening, Beliung memberi usul bermain Truth or Dare, Pyro dan Balak menyetujui usulan kakak mereka.

Pada saat giliran Balak, ia memilih tantangan. Tantangan yang di berikan Beliung ia tolak, karena membakar tanaman kesayangannya sama saja menghancurkan separuh jiwanya. Terdengar lebay memang, tapi untuk sang pecinta tanaman, itu wajar, apalagi tanaman kesayangan Balak adalah tamanan langka yang tidak dapat di temukan di penghujung Galaksi Andromeda.

Karena Balak yang terus saja menolak tantangan dari Beliung, membuat Beliung kesal dan mengancam akan membakar tanaman kesayangan Balak dengan tangannya sendiri. Balak yang terkejut sontak refleks melepaskan kekuatannya, akar berduri keluar dari dalam meja setelah ia menggebraknya, Beliung telat untuk berlari. Alhasil, akar berduri milik Balak telak mencekik lehernya, mata dengan iris ruby hijau Balak menatap tajam mata beriris biru milik Beliung pada detik setelah Beliung sempurna tercekik.

"Udah, kak! Kasian kak Liu, ntar kalau mati gimana? Kakak mau tanggung jawab?" Gamma ikut membujuk Balak. Tangan Balak masih setia melepas kekuatan.

Beliung yang masih setia ditatap tajam dengan Balak memasang wajah melas. "Ntar, siapa yang jadi pemimpin anggota grup trio troublemaker kalo gua gak ada? Al yang imut, manis, lucu plus gemesin, lepasin kak Beliung yang baik ini, ya!"

Voltra dan Freeze menatap malas mendengar ocehan Beliung. Balak tak menggubris permintaan Beliung, iris ruby hijaunya mengecil sambil mendengus kasar. Beliung yang melihat langsung meneguk ludah lantas menangis kencang.

"HUWAAA!!! Kenapa gak ada yang bantu gua, woy? Freeze, bantu gua napa, sih!" Pintanya pada Freeze yang hanya diam sambil melipat tangannya di depan dada.

"Ogah, mending gua tidur." Setelah menjawab, Freeze beranjak duduk di kursinya lantas melipat kedua tangannya di atas meja dengan kepala diatas tangannya. Selang beberapa menit, ia tertidur.

Beliung kembali merengek, kali ini tatapan matanya kembali memelas sambil menatap mata beriris ruby merah yang tadi berdiri di samping Freeze sebelum tidur.

"Kak Voltra! To---" Ucapannya terpotong.

Tahu apa yang akan adiknya katakan, Voltra lebih dulu memotong ucapan Beliung. Iris ruby merah Voltra menatap tajam mata Beliung, beliung kembali meneguk ludah untuk kedua kalinya.

"Ya Allah, berikan hambamu ini kekuatan agar tetap hidup walau berada dalam cekikan akar berduri adik kandungku sendiri!"

Pletak...

"Aduh! Salah gua apa?" Seru beliung yang mendapat lemparan batu kristal dari adiknya, siapa lagi kalau bukan Kristal.

"Lebay lo, kak! Kebanyakan nonton drama." Omel Kristal.

Bukannya menolong Beliung yang tercekik atau membantu Kristal dan Gamma yang membujuk Balak, Pyro dengan santai malah mengejek Beliung.

"Lo pantes dinistain, kak. Daftar jadi aktor drama sinetron masuk kali."

"Lo aja!"

"Gua gak bisa memikat hati para betina, karena gua bukan playboy kek lo, kak."

"Sembarangan kalau ngomong, awas aja lo ---eh!"

Perkataannya terjeda saat melihat Voltra berdiri tepat di hadapan Balak. Kristal, Pyro dan Gamma saling tatap, mereka tidak bisa menebak apa yang akan dilakukan Voltra pada Balak.

Mata Voltra menatap mata Balak lembut, tapi selembut apapun Voltra menatapnya, tak mengurungkan Balak untuk bertindak. Karena bagi Balak, tatapan kakaknya satu ini tetap tidak akan berubah, tetap tajam.

Balak menatap mata Voltra dengan takut, tapi ia tak akan goyah dengan tatapan kakaknya.

Kristal, Pyro, dan Gamma meneguk ludah, ikut bergidik ngeri melihat tatapan Voltra. Padahal yang di tatap bukan mereka, tapi seperti ada medan magnet yang menarik mereka untuk ikut merasakan tatapan tajam Voltra.

Beliung di atas bingung melihat tiga saudaranya yang melihat Voltra dengan takut. Ia tak dapat melihat apa yang tengah terjadi dengan Balak, karena pandangannya terhalang oleh punggung kokoh Voltra.

Kak Voltra kalau natap tajam banget. Tanpa ada yang tahu selain Voltra, Balak membatin.

Voltra menekuk lutut, menjajarkan tingginya dengan Balak. Maklum saja, dari semua saudara kembar, hanya tinggi Voltra yang berbeda, Voltra lebih tinggi dibanding mereka.

Masih saling tatap, Voltra angkat bicara. "Balak!" Panggilnya lembut.

Semua kecuali Freeze terkejut mendengar suara lembut dari sang Pengendali Elemen Petir itu. Bukannya membuat mereka luluh, malah jadi was-was karena mereka tahu, itu hanya sebuah tipuan.

Tak mempedulikan pikiran adik-adiknya, Voltra kembali melanjutkan. "Terima aja tantangan kak Liu. Nanti kak Voltra belikan lagi yang baru."

Balak menggeleng cepat. "Tapi itu kesayangan, Al."

Voltra tersenyum manis, senyuman yang membuat siapapun melihatnya akan bertekuk lutut padanya. Itu yang di rasakan mereka berempat sekarang, kecuali Freeze yang tidur dan Beliung yang masih tercekik, tidak dapat melihat wajah Voltra.

"Yaudah,"

Mulut Pyro menganga lebar, Kristal dan Gamma saling tatap, menyalurkan rasa takut mereka. Beliung ikut terkejut kala melihat satu buah pedang voltra dengan gradasi tiga warna dari hitam-merah-biru bertegangan tinggi yang dapat membuat musuh meregang nyawa dalam sekali tebasan kini berada dalam genggaman tangan kanan Voltra. Melihatnya saja sudah ngeri, apalagi merasakannya.

Balak mengalihkan tatapan nya kearah pedang kesayangan kakaknya itu.

"Kakak mau ngapain?" Tanyanya polos. Jujur, Balak takut kalau tiba-tiba saja, pedang voltra itu mendarat di salah satu bagian tubuhnya. Tapi ia tetap berpikir positif, mungkin saja hanya ingin menebas akar berduri miliknya.

Voltra tak menjawab pertanyaan Balak, ia melangkah ke arah Beliung yang masih tergantung dengan cekikan akar berduri Balak.

Beliung membulatkan matanya saat melihat sang kakak dengan pedang kesayangannya itu berjalan mendekat ke arahnya.

Walau takut dan keringat dingin sudah mengucur deras di pelipisnya, Beliung tetap mencoba bertanya. "Kak! Lo mau ngapain? Kalau mau main pedang-pedangan, sama kapten Kay aja sana! Gua gak minat."

Voltra tersenyum miring, bola matanya melirik Beliung yang ketakutan tapi mencoba untuk menormalkan wajahnya.

"Siapa yang mau main? Gua juga gak minat." Jawabnya acuh.

"Eh!" Beo Beliung.

"Lah, terus mau apa, kak? Pake bawa pedang kesayangan segala." Lanjut Pyro.

Voltra menatap tajam Pyro lantas kembali menatap Beliung. Pyro meneguk ludah saat Voltra sempat menatap tajam ke arahnya.

"Gua, mau bantu adek gua."

Semua adik Voltra menatap sang kakak dengan bingung, begitu juga dengan Freeze yang terbangun karena terkejut mendengar ucapan kakak sulungnya. Mungkin Freeze terkejut karena biasanya Voltra paling anti yang namanya bersosialisasi. Tidak mengerti maksud Voltra, Balak masih setia melepas kekuatan.

"Bantu apaan, kak?" Gamma bertanya. Entah tidak tahu atau berpura-pura tidak tahu.

"Bantu bunuh Liu, gua tau Al gak tegaan, sekalian gua bantu biar cepet."

"Bego lo, kak!" Seru Gamma.

"Kak Voltra, sehat?" Tanya Pyro polos.

Voltra berdeham sebelum menjawab pertanyaan Pyro. "Alhamdulillah, sehat."

"Gua adik lo, woy, sadar!" Beliung berseru takut.

"Siapa yang bilang, lo musuh gua? Kecuali dulu."

Balak terkejut, takut dan entah apalagi. Ia memang tak pernah tega untuk melukai orang lain, menggunakan kekuatannya pun jika dalam keadaan terdesak saja, bahkan saat musuh mati ditangannya, ia menangis.

Tangan kanan Voltra yang menggenggam erat pedang kesayangannya itu terangkat, bersiap menebas tubuh Beliung dengan kejam. Detik selanjutnya, tangannya mengayun kencang ke arah Beliung.

"KAK VOLTRA!!!" Kristal, Pyro dan Gamma berteriak kencang menyerukan nama Voltra.

Freeze yang menyaksikan pedang kesayangan Voltra yang tergenggam di tangannya dan sekarang sedang mengayun ke tubuh Beliung menahan napas sembari membulatkan matanya.

"GILA LO, KAK! GUA ADEK LO, DODOL." Beliung kembali berseru kencang mengumpati kakak sulungnya, Voltra. Matanya tertutup.

Tepat saat Voltra mengayunkan pedang di tangannya ke arah Beliung, saat itu juga, Balak melepas kekuatannya, menarik Beliung cepat ke tempat ia berdiri.

Zzztt... CTAR...

Suara sambaran petir menggelegar di dalam ruangan, memekakkan telinga yang mendengar. Pedang Voltra yang berada di dalam genggaman tangan Voltra mendarat tepat di dinding ruangan, dinding itu terbelah dengan bekas lelehan, sekitar belahan itu retak.

Kristal, Pyro dan Gamma saling tatap. Freeze yang tadi sedang menahan napas bisa membuang napasnya lega kali ini.

Beliung membuka mata, ia sedikit terkejut melihat Balak berada di hadapannya. Sedangkan Balak masih mengatur napasnya yang memburu, matanya menatap Beliung yang terduduk. Ia sudah melepaskan akar berduri yang mencekik lehernya.

Tak ada yang tahu, Voltra tersenyum kecil, ia melepaskan pedang kesayangannya yang masih menempel di dinding. Setelah menghilangkan pedangnya, ia menyentuh dinding yang tidak berdosa karena telah terkena tebasan pedangnya, telapak tangannya bercahaya. Beberapa menit setelah cahaya yang keluar dari telapak tangannya telah menutupi dinding, dinding yang tadinya menganga karena leleh dan retak yang di sebabkan getaran dari pedang Voltra itu kembali bersih dan mulus tanpa lecet sedikitpun.

Bisa dikatakan, kekuatan yang Voltra miliki tidak hanya bisa untuk menyerang atau melawan saja. Kekuatan penyembuhan juga ia kuasai sejak tingkat kekuatan tahap pertama. Karena itulah, setiap ia menyerang musuh, tak pernah sekalipun ada yang tewas di tangannya, karena kekuatan penyembuhan selalu mengalir dalam setiap serangan yang ia luncurkan.

Voltra berjalan menuju tempat Balak berdiri. Semua adiknya menatap Voltra dengan gemetar. Voltra kembali menatap mata Balak, yang di tatap hanya diam, luluh dengan tatapan tajam Voltra. Tangan kiri Voltra terangkat mengelus puncak kepala Balak lembut.

"Maaf! Kakak bercanda tadi. Sudah, sekarang kalian lanjutkan menjalankan misi, rencana dari rancangan Gamma harus kita laksanakan sekarang!"

Setelah mengatakan kata maaf dan memberi perintah pada keenam adiknya, Voltra berlalu pergi meninggalkan keenam adiknya yang memasang wajah berbeda setiap pemiliknya.

Pintu ruangan kembali tertutup setelah Voltra keluar melewatinya. Menyisakan tujuh orang yang sedang membuang napas lega.

Bruk...

"Eh!"

Beliung tersentak kaget saat mendapati tubuh Balak yang limbung di pangkuannya.

"Kalau tidur jangan di sini, Al!"

Empat orang yang lain langsung menghampiri Beliung yang memangku kepala Balak.

"Al kenapa, kak?" Tanya Pyro.

"Gatau nih, asal tidur aja." Tangan Beliung menepuk pelan pipi mulus Balak.

Beberapa kali Beliung menepuk pipi Balak, ia tak kunjung bangun. Freeze yang mengantuk malah ikut tidur, menjadikan kaki Beliung yang terbebas dari apapun sebagai bantal. Beliung tak menghiraukan Freeze, ia masih setia menepuk-nepuk pipi Balak.

"Kak Voltra jarang banget ngelus kepala kita, gak pernah malah. Tapi kak Al beruntung dapet, jadi pengen." Gamma mengusap kepalanya sendiri sambil membayangkan Voltra mengelus kepalanya.

"Iri, lu?" Celetuk Pyro yang melihat tingkah Gamma. Sedangkan Gamma, hanya menatapnya datar.

"Kok gak bangun-bangun, sih? Al, sayang, bangun!"

"Apa sih, kak? Sayang-sayangan segala, illfeel aku." Pyro kembali menyeletuk.

Jujur, beliung semakin kesal dengan Balak yang tak kunjung bangun. Tapi walau begitu, ia tetap menepuk pelan pipi Balak dengan sabar dan tenang, takut di cekik lagi.

"Kak Voltra gak punya kekuatan membuka portal kematian kayak Malam, kan?" Tanya Pyro tiba-tiba, membuat semua mata memandang Pyro bingung.

Refleks karena pertanyaan Pyro, Beliung sadar akan sesuatu yang berputar di kepalanya. Ia mengingat kejadian dimana saat saudara kembar kedelapan mereka, Malam, yang memiliki kekuatan membuka portal kematian, kekuatan itu bisa digunakan untuk menyegel kekuatan sang pemiliknya. Ia pernah melihat sendiri, bagaimana saat Malam menyegel kekuatan milik Siang, saudara kembar kesembilan, kekuatan Siang tersegel seketika setelah Malam mengelus puncak kepala Siang.

Beliung tersentak, detik selanjutnya saling tatap dengan Pyro.

"Jangan-jangan---" Kata Beliung dan Pyro kompak, mata mereka beralih menatap Balak.

Pletak... Pletak...

"Aduh!" Seru Beliung dan Pyro kompak setelah mendapat jitakan lembut -kasar- dari Kristal.

"Kalian kalau ngomong, jangan sembarangan!" Omel Kristal.

"Balak cuma pingsan kena listrik kejut kak Voltra." Lanjut Freeze tanpa membuka matanya. Semua mata menatap Freeze.

"Eh, kok tau, Freeze?" Tanya Beliung.

"Tadi aku lihat ada percikan listrik dari tangan kak Voltra pas lagi elus kepala Balak." Jawabnya santai.

"Terus, sekarang gimana? Masa Al tiduran di sini?" Tanya Pyro.

Tak ingin basa basi dan ambil pusing, Kristal langsung menggendong tubuh Balak yang terkapar lemah dengan gaya ala bridal style dan berlalu pergi. Gamma mengekori Kristal di belakang, ikut berlalu pergi.

"Dah, kak, aku balik dulu. Bye!" Pyro melambaikan tangan lantas berlalu pergi.

Beliung menatap kepergian tiga saudaranya alias empat dengan Balak yang berada dalam gendongan Kristal dengan tatapan bingung. Ia kembali mengalihkan pandangannya, kini menatap satu orang yang masih setia dengan ritual hibernasinya.

"Ni beruang kutub gak pernah bosen hibernasi terus, perasaan." Pikirnya heran.

Tak ingin membuang waktu untuk membangunkan lazy bear, Beliung memutuskan untuk menggendong tubuh Freeze, seperti Kristal yang menggendong Balak. Setelahnya, ia beranjak pergi meninggalkan ruangan bersama Freeze dalam gendongannya. Sedangkan Freeze, tentu saja ia sangat berterimakasih pada kakaknya ini, karena tak perlu repot-repot menunda mimpi indahnya saat menyusul semua saudara kembarnya.

***

Next episode 11...