Chapter 13 - Episode 13

Alna :

Kapsul terbang telah terparkir rapi di lokasi kawasan Akademi, berjejer dengan puluhan kapsul terbang lainnya. Aku, Zahra dan Zrine langsung turun setelah pintu kapsul terbuka, di susul tiga lelaki yang tadi duduk di bangku belakang kapsul.

"Kita berpisah di sini. Sampai bertemu nanti Re-Za, Anthon, dan Nolan!" Pamit Zrine pada ketiga lelaki itu. Mereka serempak mengangguk.

Aku beriringan dengan Zahra dan Zrine, berjalan meninggalkan tiga lelaki itu, mereka juga sama. Setelah kepergian kami, mereka juga pergi.

Akademi ini besar sekali, tidak mungkin kita akan naik menggunakan tangga dengan jarak seratus meter antar lantai satu dengan lantai lainnya.

"Akademi ini tidak menggunakan lift atau eskalator?" Zahra dan Zrine tertawa kecil menanggapi pertanyaanku.

Aku mendengus sebal, bisa-bisanya mereka menertawakanku seperti itu, awas saja kalian. Langkahku terhenti, tidak sengaja, karena Zrine yang menarik lengan tanganku. Aku hendak protes padanya, tapi urung saat sebuah piring terbang mengambang di depan kami. Bentuknya memang sama seperti saat aku lihat di podium aula, tapi ini lebih besar lagi, cukup untuk lima orang, ada sekat transparan melingkari piring itu, mungkin sebagai pembatas agar tidak terjatuh saat menaikinya.

Aku cengengesan saat menaiki piring itu. Setelah di rasa siap, sekat yang tadi terbuka, kembali tertutup otomatis setelah kami bertiga naik. Hanya beberapa detik, piring terbang mengantarkan kami ke lokasi tujuan, Koridor E1, kelas 1/Lisensi-E. Tidak seperti lift atau eskalator pada umumnya yang hanya bergerak di satu sisi, piring terbang ini akan mengantarkan kami ke tempat tujuan, bergerak tanpa batas sisi.

Koridor kelas kami berada di sisi kiri bangunan, entah di ruang kelas nomor berapa, aku tidak tahu, jika mengikuti nomor 1,mungkin saja ini kelas pertama di koridor E1. Ruang kelas yang aku masuki sangat luas, mungkin sekitar luas satu stadion sepak bola terbesar di Bumi, puluhan bangku berjejer rapi di kelas ini, masing-masing murid menduduki satu bangku yang telah di isi data nama secara otomatis dengan mengikuti kartu hologram, meja dan kursi di kelas ini tidak mengambang, hanya kursi guru yang mengambang, tidak ada papan tulis atau benda semacamnya karena dinding kelas dapat terhubung dengan akses hologram kartu para murid dan guru, juga pintu kelas akan terbuka otomatis dengan izin akses kartu hologram para murid.

Aku bernapas lega mendapat bangku di urutan ke dua, barisan pertama sebelah pintu kelas, tepatnya di belakang Zahra, dan Zrine di urutan kedua, barisan pertama. Sedikit heran memang, dari dulu hingga sekarang, aku pasti akan duduk berdekatan dengan Zahra, entah samping, belakang, di depan Zahra, jadi satu mungkin. Lupakan pembahasan yang itu.

Seperti sekolah pada umumnya, di sini masih ramai oleh banyaknya makhluk yang entah sedang berbuat apa. Ada yang berkerumun, berceloteh, ghibah, tidur, dan sebagainya, mungkin hanya mereka yang memiliki otak di atas rata-rata yang hanya fokus pada buku mereka, entah membaca apa.

"Tumben kalian tidak belajar, atau membuka buku?" Tanyaku heran saat melihat duo Z hanya diam. Lagipula aku tidak tertarik dengan remaja perempuan di samping bangku ku.

"Tidak perlu khawatir, ini hari pertama kita masuk Akademi, bukan?" Jawaban santai dari Zrine. Ia sedang memakan biskuit yang ia bawa dari ruang makan tadi.

Benar juga, tapi bisa saja aturan Akademi ini berbeda dengan aturan sekolah Planet Bumi, kalau tiba-tiba saja di minta mengerjakan sesuatu, bagaimana?

"Hm, betul Zrine. Aku tadi sempat baca beberapa informasi yang berisi tentang kegiatan di hari awal kelas Akademi." Zahra menambahkan.

Entah mengapa? Aku jadi penasaran ingin melihat isi dari informasi yang Zahra katakan.

"Ketemu." Benar saja, kegiatan hari awal kelas Akademi hanya akan di isi dengan pengenalan para guru, pemilihan Hoofd van de klas atau ketua kelas dalam bahasa Planet Bumi, setelah itu free hingga jam istirahat pertama tiba. Cukup lama aku akan menghabiskan waktu di kelas ini sebelum jam istirahat pertama, aku akan terjebak selama tiga jam.

Ting...

Suara dentingan notifikasi dari kartu hologram membuyarkan kefokusanku yang sedang membaca beberapa informasi kelas Akademi. Pukul tujuh tepat, itu artinya jam pelajar pertama akan di mulai.

Baru saja aku memposisikan diriku dengan nyaman, seorang wanita yang tidak asing ku lihat sudah duduk manis di kursi guru, muncul begitu saja. Seluruh kelas langsung riuh karena terkejut, lari dengan pontang-panting menuju bangku mereka masing-masing. Pintu jelas yang terbuka langsung tertutup rapat seketika setelahnya.

"Hai! Bertemu lagi dengan saya. Kalian pasti sudah tahu siapa saya, bukan? Pastinya, tapi saya akan kembali memperkenalkan diri kembali, siapa tahu saat perkenalanku kemarin ada yang tidak hadir, atau memang tidak menggubris." Wanita itu berbicara, sedikit berbasa-basi.

"Saya Alexandra, kepala Akademi ini dan sekarang akan menjadi Huiskamer leraar kalian di kelas ini. Kalian bisa panggil aku Miss Alex atau Miss A, Miss Lexan, terserah kalian!"

Benar, wanita itu adalah Miss Alexandra. Tidak banyak yang ku tahu tentang Miss Alexandra, hanya sebagai kepala Akademi dan kini resmi menjadi Huiskamer leraar yang aku tidak tahu apa artinya.

"Kalian tahu apa arti 'Huiskamer Leraar', para murid semua?" Semua murid saling pandang, berbisik satu sama lain.

"Wali kelas, Miss." Jawab Zahra dan Zrine cepat.

"Benar sekali." Miss Alexandra memberikan tepuk tangan pada duo Z. Seisi kelas kini ikut menyusul tepukan Miss Alexandra.

"Kalian pasti pemenang lotere Akademi, bukan?" Zahra dan Zrine mengangguk. "Mengapa kau tidak mengangguk juga, sayang? Kau juga memenangkan lotere itu."

Aku menatap Miss Alexandra gugup. Aku kira Miss Alexandra bertanya pada Zahra dan Zrine, bukan aku. Tatapan dari seluruh murid kini tertuju padaku, pun Zahra dan Zrine, aku kembali salah tingkah.

"Iya, Miss." Jawabku akhirnya.

Setelah aku menjawab tadi, semua orang kembali berbisik satu sama lain, saling tatap, ada juga yang masih setia menatapku.

"Semuanya, silakan sekarang perkenalkan diri kalian masing-masing! Cukup berdiri di bangku kalian saja." Titah Miss Alexandra seakan mengembalikan suasana kelas seperti awal saat ia datang.

"Baiklah, dari barisan pertama dulu, lantas lanjutkan ke samping dan seterusnya!"

Sadar karena di tunjuk oleh Miss Alexandra, Zahra langsung berdiri, memulai perkenalannya.

"Hai! Namaku, Fa Za, penduduk Planet- Zwaartekracht di Galaksi Grand Spiral. Salam kenal semuanya!" Zahra kembali duduk setelah selesai memperkenalkan diri.

Di lanjut Zrine yang berdiri kemudian. "Hai! Aku Rin, penduduk Planet Tijd di Galaksi Tijd. Sahabat Fa Za dan Alisa A, salam kenal, aku harap bisa jadi teman baik untuk kalian, terimakasih." Zrine kembali duduk.

Perkenalan itu terus di lanjutkan, hinga tiba di urutanku. Aku menatap Zahra dan Zrine takut, bisa di bilang aku memang pemalu jika sedang berkenalan, atau berbicara dengan orang asing. Zahra mengangguk, begitu juga dengan Zrine, mereka memintaku untuk berdiri.

"Hai! Perkenalkan, namaku Alisa A, aku penduduk dari Planet Bumi di Galaksi Bima Sakti. Seperti kata Rin tadi, aku sahabat mereka. Dan semoga kita bisa menjadi teman baik, terimakasih." Aku kembali duduk dan menghembuskan napas lega setelah melakukan perkenalan.

***

Acara perkenalan ini terus di lanjutkan, banyak dari mereka juga takut dan malu untuk berkenalan, tapi tidak satupun niat mereka terurungkan untuk berkenalan.

Tiba pada dua bangku terakhir. "Hai semuanya!" Semua mata kini memandang bangku di urutan dan barisan terakhir. Suaranya agak nyaring dan sedikit genit. Tapi semua mata tetap memandangnya. "Tidak perlu menatapku seperti itu. Aku, Clara Clairine, panggil saja, Clara! Aku penduduk dari Planet ini tentunya. Baiklah, cukup itu saja, terimakasih."

Entah apa yang ada di pikiran murid-murid lain sekarang. Aku bahkan bisa mendengar Zrine berbisik padaku, tentu membicarakan si Clara tadi.

"Ehem!" Suara dehaman seseorang mengambil alih fokusku. Ternyata dari bangku di sebelah kanan Clara, masuk barisan ku.

"Delancey Devin. Tentunya kalian sudah tahu aku siapa? Putri dari seorang Raja besar. Itu saja."

Aku masih menatap remaja itu tak berkedip. Jadi, Delancey satu kelas denganku, bagaimana aku tidak mengetahui keberadaanya di kelas tadi? Dari yang aku lihat tadi, Delancey sedikit menyombongkan dirinya dengan menyebut identitasnya sebagai anak dari seorang Raja besar, entah siapa? Aku lupa.

"Sepertinya, acara perkenalan ini sudah terselesaikan. Kalian bisa berkenalan satu sama lain setelah kegiatan pembagian Hoofd van de klas. Baiklah, siapa yang berminat menjadi Hoofd van de klas, angkat tangan?"

Hening, menyisakan mata-mata yang saling bertatapan dan kembali terdengarnya suara bisikan.

"Saya, Miss." Semua mata kini memandang Zahra yang berseru sembari mengangkat satu tangannya.

Tidak heran bagiku jika Zahra yang menjadi ketua kelas, toh dia dari dulu memegang pangkat itu. Tidak akan sulit tentunya untuk menjadi seorang Hoofd van de klas bagi seorang Zahra.

Miss Alexandra mengangguk. Secepat itukah? Sepertinya memang tidak perlu ragu atau berpikir lagi dengan keputusan yang di ambil. Aura dari seorang Zahra sudah menunjukkan betapa hebat dirinya.

Acara perkenalan dan pemilihan Hoofd van de klas telah selesai, selama tiga jam kami hanya menghabiskan waktu untuk sekedar bercerita, bercanda ria. Tak sedikit dari mereka juga menceritakan lingkungan tempat tinggal mereka. Kini aku tahu dari mereka yang memperkenalkan diri tadi, masih banyak lagi Galaksi-galaksi yang tercipta di luar sana.

Ting...

"Baiklah, waktu KBM pertama telah selesai, kita lanjut di waktu KBM kedua setelah istirahat. Saya permisi!"

Seluruh murid kembali terkagum-kagum ketika melihat Miss Alexandra kembali hilang begitu saja. Satu persatu dari mereka meninggalkan kelas.

"Ayo, Na, kita ke kantin!" Ajak Zahra yang ku balas dengan anggukan.

Aku beranjak berdiri, hendak menyusul duo Z. Baru saja aku berjalan dia langkah, langkahku terhenti, seseorang memegang pundakku di belakang. Aku berbalik, menatap pemilik tangan.

"Delancey?" Ia tersenyum miring saat aku bertanya, membuatku semakin mengerutkan dahi. Di belakangnya, ada Clara yang juga menampakkan senyum miringnya.

"Kau itu hanya penduduk Planet rendahan, jangan kau pikir, bisa mengambil pangkatku di sini."

Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain, aku tahu Planet Bumi adalah Planet yang berada di tingkat rendah, walaupun berada di garis Galaksi terbesar kedua setelah Andromeda. Bumi tetap rendah, tidak ada sihir ataupun kekuatan di dalamnya, hanya teknologi. Tapi mengapa Delancey berkata seperti itu padaku?

Aku kembali menatapnya. "Maaf, aku tidak tahu maksudmu, Delancey. Aku harus pergi, teman-temanku sudah menunggu." Tanpa menunggu jawaban Delancey, aku langsung berlalu pergi.

Aku langsung saja berlari keluar kelas, menerobos orang-orang yang sedang berjalan santai di depanku. Aku yakin, Zahra dan Zrine pasti akan mengamuk karena tidak mengikuti mereka, di tambah kebingungan karena aku tak membalas pesan mereka.

***

Next episode 14...