Gina berangkat ke kantor lebih pagi dari biasanya karena mendengar kabar akan ada aksi unjuk rasa yang bisa saja menghambat perjalanannya. Gina kali ini berangkat berdua bersama ayahnya yang kebetulan ada jadwal melatih pagi ini. Sementara itu, supir mereka tidak bertugas karena sang ayah ingin berduaan saja dengan anaknya.
"Waktu cepat sekali berjalannya ya, nak," ucap ayahnya Gina.
"Iya, yah."
"Ayah ngerasanya belum lama ini lho ayah ngantarin kamu pergi ke sekolah, eh sekarang ayah udah ngantarin kamu ke tempat kerja, tempat kerjanya sama lagi sama ayah."
"Ya.. Begitulah normalnya siklus kehidupan, yah."
"Iya, nak. Ayah tiba-tiba flashback nih."
"Hm.. Apa yang ayah ingat?"
"Dulu.. Kamu itu setiap diantar pergi sekolah, pasti selalu merengek sampai kadang-kadang nangis, minta dibelikan cokelat atau permen. Terus juga kamu dulu waktu masih SD cerewet sekali. Eh, sekarang kalem terus pendiem."
"Oh gitu, yah. Hm.. Waktu Gina merengek begitu, ayah selalu beliin?"
"Ga selalu sih tapi sering banget, yah sembilan puluh persen lah."
"Iyakah, yah? Soalnya sekarang Gina tuh ngerasa irit banget terus ayahnya juga pernah bilang Gina terlalu pelit untuk diri sendiri."
"Iya, nak. Mungkin.. Kamu kan makin dewasa, makin ngerti susahnya nyari duit. Makin ngerti juga tabungan masa depan itu penting, jadi kamu rela tidak belanja-belanja. Tapi, jangan terlalu pelit juga, nak. Kita juga harus bahagiakan diri kita, apalagi kamu kerja keras, kamu harus nikmati juga hasil kerjaan kamu itu, nak."
"Iya, yah. Kenapa Gina begitu, karena Gina tuh sadar diri kalau belanja sering lupa diri. Jadi, Gina milih lebih baik tidak belanja."
"Iya, nak. Ayah paham. Tapi, bolehlah sesekali manjain diri dengan makanan yang enak atau beli barang-barang mahal."
"Hm.. Atau gini aja, yah.. Ayah aja yang beliin Gina, nah uang Gina kan bisa aman jadinya. Hehehe."
"Waduh.. Boleh aja sih, nak. Asalkan kamu bilang dulu ke ibumu, nanti ayah dikira ngabisin duit untuk macam-macam."
"Oke, yah, nanti Gina bilang ke ibu."
"Memangnya kamu mau dibelikan apa?"
"Hm.. Apa ya.. Gina tuh bingung mau jawab apa kalau ditanya kayak gini. Mobil aja kali ya. Hahaha."
"Aduh ngapain punya mobil banyak-banyak."
"Hm.. Tas sama parfum aja lah, yah."
"Boleh, sih, asal harganya masih ngotak ya, nak. Hehehe."
"Iya, yah. Gina juga bisa-bisa diamuk ibu kalau beli yang terlalu mahal."
***
Begitu sampai di kantor klub, Gina dan ayahnya langsung menuju ruang kerjanya masing-masing. Ayahnya Gina tidak terlalu lama di ruangannya karena latihan akan segera dimulai. Latihan kali ini hingga sepekan ke depan akan digenjot maksimal agar target mereka bisa diraih secepat mungkin.
Gina berusaha fokus menyelesaikan setiap pekerjaannya meskipun pikirannya sedikit disibukkan dengan rencana collab dengan Rafli sore ini. Bulan juga belum ada kabar, chat dari Gina pun belum diread sama sekali.
"Betul-betul ini anak, penting begini bisa-bisanya dia tidak balas chat," gerutu Gina dalam hati.
***
"Maaf tidak sempat tadi balas chat, kak. Aku telat bangun jadinya buru-buru langsung mandi terus kesini. Chat kakak juga tenggelam. Aku baru sempat baca chat kakak tadi pas udah di parkiran," cerocos Bulan sambil berharap tidak kena omelan dari Gina.
"Iya iya gapapa. Kalau bisa, chatku dipin, dek. Supaya ga kayak gini lagi."
"Iya, kak."
"Terus.. Semua bahan untuk collab kamu bawa semua kan?"
"Iya, kak. Semuanya sudah saya simpan di kantin klub. Bulan juga udah titip pesan ke penjaganya."
"Alhamdulillah. Kalau begitu, kita tunggu kabar saja dari Rafli. Katanya dia sudah sholat Dzuhur baru ke kantor."
"Collabnya jam berapa, kak?"
"Kata dia sih nanti mulainya jam empat."
"Oh.. Hm.. Bulan ke ruangan Bulan dulu ya, kak."
"Oke. Oke. Lain kali jangan telat lagi ya."
"Iya, kak. In syaa Allah."
***
"Aku udah di kantor nih, timku juga sekarang lamgsung ke lokasi untuk prepare," isi chat Rafli ke Gina sesaat setelah dia tiba di kantor.
Cukup lama Gina baru membalas chat itu. Gina baru membalasnya sekitar jam dua, setelah makan siang. "Sorry baru balas, kak. Bisa ketemu sekarang, kak? Kita briefing dulu sama Gina."
"Bisa. Mau briefing dimana?" jawab dan tanya balik Rafli.
"Di gazebo yang kemarin aja, kak," jawab Gina.
"Oke, aku langsung kesana ya."
Gina langsung menghubungi Bulan untuk sama-sama menemui Rafli di tempat yang telah disepakati bersama.
***
Mereka briefing cukup guna mematangkan konsep demi hasil yang maksimal. Selesai briefing, mereka bersiap untuk menunaikan sholat ashar.
Setelah sholat, mereka langsung menuju tempat untuk shooting. Mereka mulai shooting tepat jam empat sore.
"Halo guys.. Kembali lagi di channel Rafli Faris Official. Kali ini kita akan masak-memasak bersama dua dokter cantik dari klub Glory United FC. Di sebelah kanan gua, ada Dokter Gina dan di sebelah kiri gua, ada Dokter Bulan. Sebelum kita mulai masak, aku mau nanya, kita mau masak apa nih terus emang dokter-dokter ini jago masak?" ucap Rafli penuh semangat.
"Jago sih enggak tapi bisa lah dikit-dikit, apalagi yang mau kita masak ini simple sekali cara membuatnya tapi penuh gizi," jelas Bulan.
"Simple tapi bergizi? Makanan apakah itu, dok?"
"Jadi.. Dokter Bulan kali ini mau memasak sup ayam sama omelet bayam."
"Kalau Dokter Gina sendiri disini mau ngapain?"
"Saya disini cuma mau ngeliat-ngeliat doang. Enggaklah.. Jadi nanti setelah masak, saya sama Dokter Bulan akan jelasin apa saja manfaat dari makanan yang telah kita masak."
"Tapi.. Dokter Gina bisa masak juga?"
"Kak Gina jago banget masak, Kak Rafli. The best lah pokoknya," celetuk Bulan.
"Emang kamu udah pernah cobain hasil masakanku?"
"Belum sih, kak. Tapi, Bulan yakin banget kakak lebih bisa masak daripada Bulan."
"Kalau gitu, next content gantian Dokter Gina yang masak ya," usul Rafli.
"Wah, boleh juga tuh, kak," respon Bulan.
"Boleh boleh aja sih, tapi tidak ada jaminan soal rasa ya," respon Gina.
"Ah, Kak Gina suka merendah nih."
"Yee.. Dibilangin ga percaya."
"Sudah.. Sudah.. Daripada debat.. Lebih baik kita siap-siap untuk plating. Mmm.. Dari aromanya sih kayaknya enak banget nih."
"Iya dong, kan Bulan yang masak. Hehehe."
"Yayaya.. Saatnya kita coba terus kita nilai seenak apa sih masakannya Dokter Bulan."
Rafli dan Gina pun bergantian mencicipi makanan hasil masakan Bulan. Mereka sepakat semuanya enak. Hanya saja, Rafli lebih menyukai omelet bayam dan Gina lebih menikmati sup ayam.
"Keren banget nih Dokter Bulan, dokter serba bisa. Pandai di bidang kesehatan, jago masak, tapi sayangnya masih jomblo. Eh, masih jomblo ga sih?" puji dan tanya iseng Rafli.
***