"Yang gimana ya? Yang pastinya ya ... yang bisa nerima aku dan Nicho." jawab Vio.
"Simpel ya permintaan kamu. Aku kirain kamu mau nyari pria yang tajir. Itung-itung hidupmu dan Nicho bisa terjamin lho." ujar Calvin
"Gak Cal. Aku gak akan mencari pria seperti itu. Percuma aja tajir kalo ternyata dia mempermainkan perasaan seorang wanita." ujar Vio dengan nada yang kesal.
"Hmm ... udah pengalaman nih ceritanya?" tanya Calvin dengan nada menyelidik.
"Gak. Memang benar kan sifat pria yang udah tajir." jawab Vio dengan nada tergagap.
"Gak semua begitu Vio. Buktinya adik iparku gak begitu. Dia hanya gila kerja aja sampai lupa nyari pasangan." ucap Calvin sambil menidurkan Nicho di box nya.
"Kenapa dia gak nyari pasangan?" tanya Vio penasaran.
"Gak ada yang cocok. Pacarku pernah mengenalkan anak teman bisnis padanya. Kamu tahu apa yang terjadi?" tanya Calvin.
"Dia pergi?" tebak Vio.
"Bukan. Malah cewek itu yang pergi meninggalkan nya karena katanya adikku terlalu pendiam dan hanya dia saja yang bicara. Hahahhahaha..." tawa keras Calvin.
"Masa sih? Apa adikmu orangnya pendiam?" tanya Vio penasaran.
"Hmm ... setahuku tidak. Kalau kamu sudah tahu dia orangnya bagaimana, kamu pasti akan mengatakan kalau dia sangat cerewet." jawab Calvin.
"Begitukah?" tanya Vio.
"Iya. Dia juga sama denganku sangat menyukai cake violet buatanmu." jawab Calvin yang membuatku tertegun.
'Apakah itu Vincent?' batin Vio.
"Vio, apa yang kamu lamunkan?" tanya Calvin.
"Gak. Gak pa-pa Cal. Cuma aku teringat dengan seseorang yang pernah datang juga ke tokoku dulu. Dia setiap hari datang untuk memakan violet cake ditambah dengan kopi hitam." jujur Vio.
"Siapa? Kalau boleh aku tahu sih." tanya Calvin.
"Aku gak tahu namanya." bohong Vio
"Oh. Ya sudah kalau begitu aku pamit dulu ya. Kapan-kapan aku kemari lagi menikmati violet cake buatanmu." ujar Calvin sambil beranjak berdiri.
"Iya. Terima kasih ya, Cal. Kamu udah mau kemari makan kueku dan mengurus Nicho." jawab Vio.
"Gak pa-pa Vio. Ingat ya pesanku, jaga kesehatan dan carilah pendamping hidup." ujar Calvin dengan nada yang perhatian padaku.
"Sip Cal. Thanks advice kamu ya." ujar Vio ramah.
Calvin pun keluar dari rumahku menuju mobilnya dan sempat melambaikan tangan kepada Vio. Setelah melihat mobil Calvin menjauh, Vio pun masuk ke dalam rumah mengurus kebutuhan Nicho dan membuat violet cake untuk dijual besok.
Drrrttt ... drrrttt ... drrrttt
"Halo sayang..." sapa Calvin ketika mengangkat hp nya.
"...."
"Bentar lagi aku sampai rumah, sayang. Oh ya, aku juga ada violet cake yang disukai ama Vincent." ucap Calvin.
"......"
"Ok sayang. Bye.." ucap Calvin sambil menutup hp nya.
Sesampainya Calvin di sebuah rumah mewah, dia disambut security yang membukakan pintu pagar untuknya dan Calvin menekan klakson untuk mengucapkan terima kasih. Lalu mobil Calvin berhenti dan berjalan keluar dari mobil menenteng violet cake yang dia beli dari Vio tadi.
"Sayang, darimana saja kamu? Kok lama sekali pulangnya?" tanya seorang pria pada Calvin sewaktu dia masuk ke dalam rumah.
"Lex, kok cepat pulang dari German? Bukannya kamu mau lanjut nemenin Bobby di Swiss?" tanya Calvin yang duduk disamping Alex.
"Gak jadi!!" ucap Alex dengan ketus.
"Ada apa Lex? Kok kesal?" tanya Calvin sambil membelai Alex.
"Aku gak tahu apa yang ada dalam pikiran Nelly. Masa dia bawa pria asing ke rumah dan memperkenalkan pada Bobby kalau pria itu akan menjadi ayahnya. Kontan aja Bobby meradang dan tidak mau makan selama 3 hari. Parahnya Nelly gak perduli dengan Bobby dan membiarkan nya tidak makan. Lalu Bobby meneleponku mengatakan kalau dia merindukanku dan aku kesana. Tak tahunya dia demam. Aku pun minta pertanggung jawaban Nelly dan dia seakan masa bodoh saja." jawab Alex.
"Lalu keadaan Bobby gimana sekarang?" tanya Calvin.
"Sudah membaik dan sudah bisa ditinggal." jawab Alex.
"Kenapa kamu tidak menemani Bobby lebih lama? Dia sangat membutuhkanmu sayang." ucap Calvin.
"Biarkan saja. Nelly yang menginginkan hak asuh atas Bobby, jadi biarkan Nelly yang mengurusnya." kesal Alex.
"Tapi Bobby itu kan anak kandungmu, sayang. Kalau saja Bobby berada disini pasti aku akan mengurusnya." Ujar Calvin.
"Sayang, kamu beli kue apa?" tanya Alex penasaran dengan kue yang dibeli Calvin.
"Violet cake. Kesukaan Vincent. Kamu mau coba?" tanya Calvin.
"Boleh deh 1. Udah laper juga nih." jawab Alex.
"Oh ya bik, Vincent udah pulang?" tanya Calvin pada pelayan nya.
"Udah pak. Langsung masuk kamar." jawab pelayan itu.
"Oh ya udah. Nih bawakan violet cake+kopi hitam untuk Vincent ya. Bilang ini tadi aku beli dari cewek yang bernama Vio." pinta Calvin dengan wajah berbinar.
"Baik pak.." jawab pelayan itu.
"Memangnya siapa Vio?" tanya Alex.
"Pemilik violet cake ini, sayang. Dulu Vincent kan sering banget ke tokonya untuk membeli cake nya." jawab Calvin.
"Oh. Cakenya sih enak, lembut lagi." puji Alex.
"Makanya Vincent suka." ujar Calvin.
"Kamu kenal dia darimana?" tanya Alex.
"Aku kenalnya sewaktu berada di Austria. Waktu itu aku lagi berada di cafe Vanillas dan ada violet cake ini. Terus aku tanya-tanya sama waiter nya siapa yg buat kue ini. Kata mereka ada masuk baker yang baru bernama Violet. Ya udah deh aku suruh mereka panggil dia setelah selesai shift dan tanya-tanya soal violet cake ini. Tak tahunya kita malah berteman karena kampung kita sama." cerita Calvin yang membuat Alex manggut-manggut.
Tok .. tok .. tok
"Masuk.." pinta seorang pria dengan suara seraknya.
"Maaf tuan. Ini bibik bawakan kue untuk tuan. Tadi dibeli tuan Calvin. Kata tuan kalau kue ini dia beli ama cewek yang namanya Vio. Bibik letakkan di meja ya." ucap pelayan tua itu.
"Vio? Vio siapa bik?" tanya Vincent dengan heran.
"Gak tahu tuan. Tuan Calvin hanya menyuruh bibik ngomong begitu aja ke tuan." jawab pelayan itu.
"Oh ya udah bik. Terima kasih ya. Nanti aku makan." jawab Vincent dengan ramah.
Benar saja. Setelah menyelesaikan kerjaannya, Vincent pun memakan violet cake yang dibeli oleh Calvin dan dia merasa cake tersebut tidak asing di lidah nya. Lalu dia pun turun ke bawah hendak bertanya pada Calvin. Saat dia berlari ke ujung tangga, mendadak dia merasakan sakit yang sangat di dadanya dan dia pun pingsan. Alex dan Calvin yang mendengar suara langsung keatas dan betapa kagetnya mereka saat menemukan Vincent sudah pingsan tak sadarkan diri.
Alex pun memanggil sahabatnya yang juga seorang dokter, yaitu Kenny untuk datang ke rumahnya memeriksa keadaan Vincent. Tak berapa lama Kenny pun datang dan masuk ke kamar Vincent untuk memeriksa keadaan nya. Selesai memeriksa Vincent, Kenny pun mengatakan kalau Vincent tidak boleh marah, tidak boleh stress dan juga tidak boleh merasakan senang atau pun sedih. Kalau tidak itu akan sangat berpengaruh pada keadaan Vincent dan kemungkinan Vincent juga bisa meninggal.