"Vin ... Vincent..." gumam Violet sambil memandang kearah pria tampan yang tinggi dan maskulin itu. Dia tidak menyangka setelah bertahun-tahun, dia masih bisa kembali bersua dengan Vincent.
"Hai ... apa kamu menikmati pestanya?" tanya seseorang dari arah belakang yang membuat Violet menoleh.
"Calvin ... kamu membuatku kaget saja." jawab Violet.
"Gimana gak kaget. Pandangan nya aja ke Vincent terus." goda Calvin yang membuat wajah Violet memerah.
"...."
"Udah kamu nikmati aja pestanya. Sapa Vincent sana. Nicho biar aku yang jaga." saran Calvin.
"Gak pa-pa Cal." jawab Violet.
Disaat Calvin dan Violet sedang mengobrol tiba-tiba masuklah seorang wanita yang langsung memeluk Vincent dan mencium pipinya. Hal ini tentu saja mendatangkan rasa cemburu di hati Violet. Dia pun segera pergi dari acara itu sambil membawa Nicho. Di mobil Violet menangis keras dan berjanji didalam hatinya kalau dia akan melupakan Vincent.
"Cal, tadi bukannya kamu sedang mengobrol dengan Vio ya? Kemana dia?" tanya Alex.
"Udah pergi." jawab Calvin sambil melipat tangan nya.
"Pergi? Kok pergi gak bilang?" nyahut Alex.
"Bagaimana mau bilang, dia aja perginya sambil nangis." jawab Calvin.
"Nangis napa?" kaget Alex.
"Tuh gegara Brenda datang langsung main meluk dan cium Vincent. Vio cemburu, Lex. Lagian ngapain juga Brenda diundang ke ulang tahun perusahaan kamu." marah Calvin.
"Aku tidak undang Brenda. Apa mungkin Vincent?" tanya Alex yang membuat Calvin mengangkat bahunya.
"Kalau memang benar Vincent, ngapain juga dia diundang? Apa Vincent jatuh cinta ama Brenda? Terus kalau mereka bersama, Vio gimana?" gumam Calvin.
"Apa kamu beneran yakin kalau Vio jatuh cinta dengan Vincent bukan karena harta?" tanya Alex.
"Yakin dong. Kamu meragukan Vio?" tanya Calvin.
"Aku gak mau kalau Vincent harus merasakan sakit hati lagi. Kamu lihat sendiri bagaimana hubungan nya dengan Daisy kandas hanya gegara perempuan itu meninggalkan Vincent begitu saja hanya untuk kembali pada mantan nya. Gegara masalah itu Vincent harus extra dirawat di rumah sakit selama 2 bulan." jawab Alex dengan nada bergetar dan mata memerah menahan tangis sambil melihat kearah Vincent yang sedang mengobrol dengan tamu undangan.
"Lex, aku paham perasaanmu. Tapi menurutku Vio bukan gadis matre seperti yang kamu gambarkan. Kalau saja kamu tahu bagaimana dia bekerja keras saat di Austria untuk menghidupi dirinya." ucap Calvin.
"Maka dari itu seperti yang kukatakan kalau aku akan mengecek background dari Vio terlebih dahulu." jawab Alex.
"Terserah. Yang jelas Vio bukan gadis matre." ujar Calvin yang langsung meninggalkan Alex.
Di tempat lain Violet merasakan sakit yang sangat di hatinya. Dia berupaya untuk bisa move on dari Vincent. Tapi bayang-bayang Vincent selalu muncul dalam ingatan nya. Violet berpikir jalan satu-satunya untuk melupakan Vincent adalah dengan menetap di Austria dan menjalani hidup berdua dengan Nicho.
Violet pun mulai menyiapkan semua barang-barangnya yang bisa dia jual, dia akan menjualnya untuk kehidupan nya di Austria kelak, termasuk rumah peninggalan ayahnya yang dia tinggalin sekarang. Violet pun memasukkan iklan jual rumah tersebut di sebuah ecommerce dan koran.
"Lex, coba lihat. Bukankah ini alamat rumah Vio ya? Kenapa mendadak dia mau jual rumah?" tanya Calvin bingung.
"Untuk biayai kehidupan nya tentunya. Dengan berjualan kue saja darimana dia bisa mendapat tambahan uang. Apalagi ditambah dia punya anak yang harus dia besarkan." jawab Alex sambil membolak balik koran yang dia baca.
"Anak? Vio udah punya anak? Siapa suaminya?" tanya Vincent yang sedari tadi mendengar obrolan mereka berdua.
"Eh ... Vin. Udah bangun? Yuk sini duduk. Kita makan." ajak Calvin.
"Bilang dulu apa benar Vio sudah punya anak?" tanya Vincent dengan nada memaksa.
"Gak. Anak itu bukan anak Vio. Tapi anak kakaknya yang sudah meninggal setelah melahirkan." jawab Calvin.
"Benarkah? Syukurlah kalau itu tidak benar." ucap Vincent.
"Sekarang giliranku bertanya padamu. Apa benar sekarang kamu sudah pacaran dengan Brenda?" tanya Calvin to the point.
"Pacaran? Hahahahaha ... gak mungkinlah aku pacaran dengan gadis slengean kayak dia. Tentu saja aku harus menjaga imageku sebagai seorang direktur di Tang Pharmaceutical. Aku juga harus selektif dalam memilih seorang istri dan orang tersebut hanyalah Vio seorang." jawab Vincent sambil tersenyum.
"Kalau memang di hatimu hanya ada Vio seorang, maka kejarlah dia. Ini alamat rumahnya." ucap Calvin sambil menyerahkan kertas yang bertuliskan alamat Violet.
"Jangan sekarang, Cal. Aku....."
"Kenapa lagi? Ntar keburu disambar lho ama cowok lain." ujar Calvin
"Dengan keadaanku seperti ini apa dia mau menerimaku? Apa cerita cintaku tidak akan berakhir seperti Daisy?" ragu Vincent.
"Kalau kamu tidak mencoba bagaimana kamu akan tahu Vio menerimamu atau tidak." jawab Calvin.
"Apakah menurutmu aku harus mencobanya?" tanya Vincent
"Ikuti kata hatimu, Vin.." jawab Calvin sambil menepuk bahu Vincent.
"Sepertinya aku tahu apa yang harus kulakukan. Thanks Cal.." ucap Vincent sambil memamerkan senyum khas nya dan berlalu pergi.
"Apa yang akan dia lakukan? Apa dia akan mencari Vio?" tanya Alex.
"Mungkin.." jawab Calvin sambil meninggalkan Alex menuju dapur.
Vincent pun menuju mobilnya dan melihat alamat Violet yang ditulis oleh Calvin. Dia pun memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah Violet. Sesampainya disana, dia melihat Violet masih seperti dulu. Sangat cantik.
"Vio..." panggil Vincent.
"Vincent ... kamu....."
"Iya. Aku Vincent. Aku datang untuk mengatakan kalau aku sudah sejak lama jatuh cinta sama kamu. Aku gak bisa hidup tanpa kamu, Vio." ucap Vincent sambil memeluk Violet.
"Ti-tidak Vincent. Tidak....kamu sudah memiliki pacar. Aku ... aku harus melupakanmu..." ucap Violet sambil mendorong Vincent.
"Pacar? Pacar darimana Vio?" kaget Vincent.
"Cewek yang mencium kamu sewaktu di pesta ulang tahun perusahaan kamu. Bukankah itu pacarmu?" tanya Violet.
"Hah?! Dia? Hahahhahahaha ... dengar sayang, dia bukan siapa-siapa bagiku. Dia hanya bekas teman kuliahku di Inggris. Kami hanya berteman. Percayalah." jawab Vincent.
"Tapi..."
"Tidak ada tapi-tapian. Ayo, aku akan mengajak kamu menemui Alex dan akan kukatakan soal hubungan kita." ajak Vincent.
"Sebentar. Aku bawa Nicho dulu ya." ucap Violet yang berlalu masuk ke dalam rumah.
"Nicho? Nicho siapa?" tanya Vincent menautkan alisnya sambil mengikuti Violet dari belakang.
"Dia anak kakakku yang sudah meninggal. Ayahnya juga sudah meninggal saat dia dilahirkan. Jadi hanya akulah satu-satunya saudara ibunya." jawab Violet sambil menyiapkan perlengkapan Nicho.
"Oh. Hitung-hitung, kamu bisa belajar jadi mama untuk anak kita kelak." canda Vincent yang membuat pipi Violet memerah.
"Udah. Yuk kita pergi." ajak Violet sambil meletakkan Nicho di stroller nya.
Dalam perjalanan ke rumah Vincent, mereka terlihat sangat bahagia. Vincent juga sangat menyukai Nicho. Violet membayangkan kalau keadaan mereka sekarang seperti keluarga pada umumnya. Tak lama mereka pun sampai dan disambut ramah oleh Calvin yang langsung menggendong Nicho. Sementara Vincent dan Violet menemui Alex di ruangan kerjanya.
"Lex, boleh masuk?" tanya Vincent yang melihat Alex sedang menelepon seseorang.
"Masuk saja. Ayo duduk. Ada apa?" tanya Alex memandangi dua sejoli yang bergandengan tangan itu.
"Lex, aku...dan Vio.....hmmm.....sudah pacaran." jawab Vincent.
"Pacaran? Vio, benarkah ini?" tanya Alex.
"Benar kak." jawab Violet.
"Baiklah. Ada 1 hal yang perlu kamu tahu sekarang kalau Vincent bukanlah orang yang sehat. Dia mempunyai penyakit jantung bawaan sejak lahir dan kemungkinan kalian tidak akan bisa punya anak. Apa kamu masih mau bersamanya?" tanya Alex yang membuat Violet kaget.