Ryou mengangguk paham, ia kemudian mengusap katana itu kembali. "Hoo begitu rupanya, terima kasih banyak, Alyosha. Aku sangat suka katana ini."
"Ya, sama-sama," balas Alyosha singkat. Wanita itu menaikkan alisnya namun melirik ke arah lain, sepertinya ia baru saja ingat kalau harus mengerjakan sesuatu. "Baiklah, aku pergi dulu."
"Ah! Ya, hati-hati di jalan. Semoga harimu menyenangkan," ujar Ryou.
Namun baru saja Ryou ingin fokus dengan katana biru itu, Alyosha membalikkan tubuhnya tiba-tiba dan mendekatkan wajahnya pada Ryou. "Dan jangan buat kekacauan di rumah ku. Mengerti?"
Ryou menelan ludahnya kasar, sorot matanya begitu tegang dan ketakutan. Ia hanya memberikan anggukan kaku sebagai jawaban atas wanti-wanti dari wanita yang bekerja sebagai mafia tersebut.
Seharusnya Ryou tahu kalau ia sedang mencoba menjalin kasih dengan seorang mafia. Tapi nampaknya Ryou sudah terlalu santai dengan apa yang ia jalani sekarang hingga ia melupakan fakta itu.
Ryou beranjak dari tempat duduknya, melangkah dengan santai sembari membawa katana id genggamannya. Tangan satunya meraih ke arah gagang pintu yang tak berada jauh dari dirinya tersebut.
BRAK
Namum alangkah terkejutnya Ryou saat Elisio masuk tiba-tiba ke dalam kamar itu tanpa permisi. Ryou terjungkal ke belakang dengan dahi yang memar karena terhantam daun pintu yang begitu keras membentur dahi mulusnya tersebut.
"Ryou?! Ryou?! di mana kau?! kenapa kau tidak ada di sini?! apa Alyosha sudah membunuh mu?!" tanya Elisio dengan mimik yang heboh.
Ryou yang sudah terjungkal dan terbaring lemas di lantai hanya bisa menatap Elisio dengan tatapan datar bercampur sebal. Andai biaya pengobatan adiknya itu bukan berasal dari Elisio, mungkin Elisio sudah ia tebas dengan katana yang masih ia genggam itu.
"Aku di sini, Elisio," sahut Ryou dengan suara pelan. "Ini baru jam 8 pagi, dan kau sudah mau membunuhku. Sepertinya orang yang harus ku waspadai itu bukannya Alyosha. Melainkan dirimu. Sebab bila kau mendekati aku, maka kematian juga sepertinya ingin menempel pada ku."
Elisio menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia meringis pelan dan sedikit merasa bersalah ketika tahu dahi Ryou memar akibat ulahnya tadi. Dengan sigap Elisio membantu Ryou bangkit dari lantai dan duduk.
Sebenarnya Ryou bukan tipe orang yang mudah marah, malah ia bersikap biasa saja pada setiap kejahilan yang Elisio perbuat setiap hari.
Hanya saja bila setiap hari ia mendapat masalah karena Elisio, itu sedikit memancing emosinya. Ryou benar-benar diuji kesabarannya oleh Elisio.
"Ada apa hingga kau berteriak heboh di pagi hari seperti ini? kalau ada rekan bisnis mu yang tiba-tiba bertamu, kau pasti akan ditertawakan oleh mereka," ucap Ryou dengan tenang. Kalem sekali.
"Err itu...." Ucapan Elisio menggantung, sebelum ia sempat menyelesaikan ucapannya. Manik matanya sudah lebih dulu menangkap sebuah katana yang memiliki sarung berwarna biru mengkilap yang sangat menawan. "Jadi rupanya dia memberikannya? aku kira dia berniat untuk membunuh mu."
Ryou menaikkan sebelah alisnya tanda ia sedang bertanya. "Jadi kau ke sini dengan begitu hebohnya, membuka pintu secara keras sampai hendak membunuhku hanya karena kau melihat Alyosha pergi membawa katana ke sini?"
"Ya. Sebab aku pikir tak ada alasan lain bagi Alyosha untuk menemui mu sambil membawa senjata selain ingin membunuh dirimu," jawab Elisio dengan ekspresi polos.
Ryou mengerjapkan matanya pelan, mulutnya ternganga mendengar jawaban Elisio itu.
Secara tak langsung itu memberitahu Ryou bahwa Elisio sudah tahu bahwa Alyosha berdekatan dengan Ryou hanay untuk membunuhnya, bukan menjalin cinta. Namun Elisio sampai sekarang terus menjadikan Ryou sebagai kelinci percobaan dengan mendekatkannya ke Alyosha.
Miris.
Kalau bukan karena adiknya, maka Ryou akan berhenti sekarang.
"Tidak, dia malah memberikan ini padaku," balas Ryou sembari menunjukkan katana itu dan meletakkan katana itu di atas pangkuannya.
Elisio terkesan dengan perkembangan yang terjadi pada saudarinya itu. Sebab, Alyosha bukan tipe ornag yang perhatian dan akan memberikan hadiah begitu sjaa kalau bukan atas dasar keuntungan tertentu.
Kecuali untuk tujuan kebaikan dan menolong orang yang membutuhkan.
Elisio sempat hampir kelepasan tertawa, tidak mungkin bukan kalau Alyosha menganggap Ryou seperti seorang gembel?
Tolong jangan buat Elisio tertawa.
Tidak, Elisio tahu tujuan Alyosha bukan itu. Dia tidak ingin banyak berteori, jadi ia dengan sederhana nya menyimpulkan bahwa saudarinya itu sekarang...
Sudah mulai jatuh cinta.