"Siapa ayahnya?"
Seisi ruangan terdiam, menatap satu sama lain. Dan hanya ada ekspresi konyol dan bodoh yang ada di wajah mereka. Pertanyaan yang keluar begitu saja dari mulut si dokter membuat semua orang yang ada di ruangan itu bertanya-tanya.
"Apa maksudmu?" tanya Alyosha. Ia menarik lengan jas putih yang dipakai oleh dokter pribadinya tersebut.
"Anda masih belum mengerti?" tanya dokter itu. "Di dalam perut anda, ada orang lain. Itulah yang membuat anda merasa mual dan tidak enak badan.
Prok prok prok
Alyosha dan dokter pribadinya langsung menoleh ketika seorang lelaki berambut panjang tengah bertepuk tangan penuh antusias. Alyosha mengerutkan keningnya heran. Dia tahu adiknya itu emmang selalu usil, dan sekarang otaknya yang mendadak pragmatis itu semakin tidak bisa mencerna keadaan ketika melihat adiknya yang bertepuk tangan itu.
"Sebentar lagi aku akan dipanggil paman. Senang sekali rasanya, kalau begitu kau harus mengurangi kegiatan mu, Alyosha. Kalau kau terlalu lelah, itu bisa membahayakan calon keponakan ku. Jadi tetap diam di situ, aku rasa anak buah mu masih mau menurut di bawah perintah ku," ucap Elisio dengan senyum penuh arti.
Tatapan mata yang tajam dan penuh aura membunuh langsung tertuju ke arah Elisio. "Jangan bercanda, apa maksudmu?"
Dokter berusia empat puluh lima tahun itu hanya bisa menghela nafas. Dia harus segera pergi dari tempat itu kalau tidak ingin kena imbas dari perkelahian dua saudara penuh intrik tersebut.
"Dokter, nampaknya kakak saya mulai menjadi bodoh. Anda harus menjelaskan keadaannya dengan lebih singkat dan sederhana. Kehamilannya membuat dia kehilangan sebagian fungsi otaknya, mungkin. Upss, aku keceplosan berbicara." Elisio menutup mulutnya sendiri dengan ekspreis pura-pura cemas. "Ya sudah kalau begitu, anda tidak perlu menjelaskannya lagi."
Awalnya Alyosha awalnya hanya memasang ekspresi datar. Jemari telunjuknya mengetuk-ngetuk pahanya sendiri yang ditutupi selimut tebal berwarna merah maroon miliknya. Sedang berpikir lebih lanjut, dan semenit kemudian ia baru tahu maksud dari perkataan adiknya itu. Ia langsung berseru heboh.
"Apa?! aku hamil?!!!"
"Saya permisi dulu, semua vitamin dan suplemen penunjang kesehatan janinnya sudah saya siapkan di sini. Saya tidak mau wajah saya babak-belur kalau masih ada di sini. Terimakasih, selamat siang."
Dokter itu berlalu, keluar dari ruangan itu dengan tergesa-gesa, itu membuat Elisio menggelengkan kepalanya. Merasa lucu sekaligus tergelitik dengan perilaku dokter andalan Alyosha itu. Elisio tahu orang itu memang penakut dan sedikit pengecut, sangat menghindari yang namanya perkelahian karena ia takut terluka.
Dokter yang aneh, mengobati orang yang terluka namun dirinya sendiri takut sekali bila terluka.
"Sejak kapan di bawa ranjang mu ada senapan laras panjang? aku kira kau hanya menyimpan revolver di sana," ucap Elisio. "Kau mau apa? membunuh ayah dari calon bayimu? padahal yang memicu hubungan intim di antara kalian itu adalah kau sendiri. Dasar wanita yang tidak berpendirian tetap."
Elisio terus mencibir Alyosha. Membuat amarah dari wanita yang berprofesi sebagai mafia itu hendak mencekik Elisio.
"Diam, kau bisa membahayakan kandungan mu. Aku sebagai calon paman yang baik akan terus mengawasi pergerakan mu. Wanita yang tidak tahu kata diam seperti dirimu itu pasti akan terus bergerak seperti seekor beruang ganas, jadi aku akan terus mewanti-wanti dirimu agar tetap ingat kondisi. Mengerti?" ujar Elisio.
"Jangan mengatur hidupku, selama ini yang menyusahkan itu kau bukan aku!" seru Alyosha dengan sengit. "Arghh, aku belum siap jadi ibu. Bagaimana caranya menggendong bayi? bagaimana caranya menidurkan bayi dengan baik? bagaimana cara memandikan bayi? aku... aku... bahkan kucing peliharaan ku saja takut ketika melihat ku."
"Tidak perlu cemas seperti itu. Soal bagaimana cara mengurus bayi kan bisa dipelajari pelan-pelan. Aku juga bisa kok mengurus bayi, aku pernah menjadi baby sitter selama tiga bulan. Selain itu aku juga pernah jadi baby sitter selama enam bulan."
Elisio dan Alyosha terkejut ketika mendengar Ryou nyeletuk begitu saja di antara mereka bertiga. Untung saja Alyosha Tidka menembakkan senapannya itu ke arah Ryou. Kalau tidak, bisa jadi Alyosha akan jadi janda sebelum menikah. Ehh?
"Enak saja kau bicara. Pria bodoh yang tidak berguna seperti dirimu itu hanya bisa membuang-buang benih lalu bertingkah laku seperti orang bodoh."
"Alyosha, kau tidak boleh marah-marah. Ingat! di dalam perut mu ada calon keponakan ku," ujar Elisio. Ia tidak habis pikir kenapa Alyosha sensitif sekali ketika bertemu dengan Ryou. Apakah karena bawaan bayi di dalam perutnya?
"Tapi aku---"
"Kalau kau tidak suka dengannya. Baiklah, aku akan melaksanakan keinginan mu itu agar dia bisa pergi jauh dari hadapan mu," ancam Elisio.
DORR