Chereads / Lelaki Bayaran dari Saudara Ku / Chapter 8 - Harapan Ibunya

Chapter 8 - Harapan Ibunya

"Ah, akhirnya aku bisa merasa tenang. Berada jauh dari adikku yang suka mengganggu itu memang membuatku merindukannya. Tapi kelakuannya juga membuat aku geram setengah mati. Ada-ada saja dia itu," ucap Alyosha bermonolog. Ia sibuk dengan laporan yang diberikan bawahannya tentang pemasukan bisnis perhotelan miliknya.

Ya, selain bisnis ilegal seperti menjual narkotika dan senjata ilegal. Alyosha juga punya bisnis yang legal, ia memilih membangun hotel dan resort mewah. Di sana ia bisa mendapatkan penghasilan yang sangat besar, sekaligus menambah relasinya. Tak ayal kalau dirinya terhubung dengan 180 orang penting yang memudahkannya memasukkan barang dagangan miliknya ke setiap negara besar di dunia. Nama Alyosha memang tidak disebar ke publik secara luas. Namun orang-orang terpandang pasti tahu akan namanya, sosok wanita yang sangat sukses. Dan tentu saja kuat dan berkuasa.

Orang tuanya pasti sangat bangga, gadis kecil mereka yang dulu selalu membawa boneka singa usang yang memiliki impian menjadi seorang wanita yang dipandang dan dihormati banyak lelaki, kini menjadi wanita yang punya ribuan anak buah serta relasi yang menghormatinya seperti seorang ratu.

Kriiinggg

Dering di telepon kantornya menandakan ada panggilan masuk. Tumben sekali, karena biasanya panggilan dari perusahaan lain atau rekan bisnis akan masuk lewat telefon sekretaris pribadinya. Tapi tak ada salahnya mengangkat telepon nya bukan?

"Halo," jawab Alyosha singkat. Memastikan siapa yang ada di seberang panggilan sana. Ia sengaja tak banyak bicara, agar orang itu tak dapat menduga siapa yang menjawab panggilan telepon tersebut.

"Kenapa kau tidak membaca pesan dari ibu, Nak?"

Alyosha menghela nafas pelan. Rupanya itu ibunya, bisa-bisanya beliau menelepon ke telepon kantor seperti ini.

Alyosha menggigit bibirnya pelan, ia baru teringat kalau ia tak memeriksa ponselnya sedari pagi tadi. Ia terlalu sibuk dengan segala macam pekerjaannya. Dan sekarang sudah jam 3 siang. Tentu saja ibunya cemas karena pesan darinya tak dibaca selama itu.

"Maaf Ibu, aku tadi sibuk dan belum membuka pesan sampai sekarang," jawab Alyosha dengan lembut dan sopan. Ia tak mau membuat ibunya tersinggung ataupun sakit hati dengan ucapannya.

Ya, meskipun ia adalah seorang mafia yang tak segan membunuh orang. Tapi dia tetap seorang anak, seorang anak yang harus berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia paham betul bagaimana ibunya mengasihi dan membesarkannya dengan penuh kaish sayang. Ibunya lah yang selalu menyambut dirinya dengan senyum lembut dengan segelas coklat panas kesukaan Alyosha. Tak peduli meskipun beliau lelah karena mengurus rumah tangga dan juga ikut membantu suaminya yang bekerja, beliau tetap bersikap lembut meskipun seringkali anaknya melakukan kesalahan dan bersikap nakal.

"Sibuk? kau bisa mengurus bisnis mu tapi tidak dengan hubungan asmara mu? maksud ibu... carilah pasangan secepat mungkin. Kalau kau hanya berkutat dengan uang, kau akan lupa kalau kau perlu kehidupan bersuami dan punya anak. Ibu tak ingin kau terus melajang seperti ini," ucap ibunya Alyosha. Alyosha dapat mendengar nada kesal namun khawatir di saat yang bersamaan melalui cara bicara ibunya tersebut.

Alyosha menyunggingkan senyum, di wajah wanita khas Italia terlihat perasaan tergelitik sekaligus bingung. Tergelitik karena sikap ibunya yang khawatir akan jodoh Alyosha, dan bingung harus menjawab bagaimana agar ibunya berhenti mendesaknya terus menerus agar cepat menikah.

"Tapi Bu, aku masih ingin fokus pada pekerjaan ku. Apalagi beberapa minggu ke depan aku akan mengirim banyak barang ke Norwegia, Belanda, dan Paris. Terlalu banyak yang harus ku urus dulu. Untuk urusan pasangan, aku serahkan pada waktu saja yang akan mempertemukan aku dengan orang yang akan menjadi pasangan ku nanti. Kalau memang belum waktunya, meskipun dicari juga tidak akan didapat."

"Pintar sekali dirimu ini, Nak." Terdengar balasan yang semakin kesal, namun tetap bernada rendah dan lembut. . "Sejak kapan kau bisa membawa-bawa waktu sebagai alasanmu untuk tidak mencari pasangan hm? kalau calon suami mu tidak kunjung datang juga, seharusnya kau berpikir untuk mencarinya. Uang saja bisa kau cari sampai jutaan dolar, apalagi hanya mencari seorang suami?"

Rupanya ibunya ini tidak punya kata memaki dalam kamus hidupnya. Dapat dibuktika dengan nadanya yang begitu lembut meskipun sebenarnya jauh di dalam hati beliau terdapat amarah yang besar. Beliau sudah lelah berulangkali menyuruh anaknya untuk mencari pasangan hidup. Kalau Alyosha pasti sudah meledak-ledak jika ia yang berada di posisi ibunya itu. Berbeda sekali dengan Alyosha yang hampir setiap hari memaki anak buahnya yang tidak becus bekerja.

Memangnya mencari suami itu seperti mencari selembar dolar? menjual sepotong roti pun juga bisa membuat kita mendapatkan uang, tapi kalau mencari pasangan hidup tidak semudah itu caranya. Alyosha tak habis pikir ibunya bisa menjadikan itu sebagai perumpamaan dalam mencari pasangan. Terkadang ia juga berpikir kalau ibunya dan Elisio itu sangat mirip, mereka terlalu sederhana dalam menanggapi sebuah masalah. Asalkan selesai dengan cepat, maka akan mereka buat sesederhana mungkin urusan tersebut.

Tapi nyatanya sampai detik ini pun, Elisio juga belum punya istri. Lalu kenapa hanya dirinya saja yang didesak oleh ibunya? apa karena ia seorang wanita?

Alyosha sering ke Asia, terutama ke daerah Vietnam dan Thailand. Ia juga pernah singgah ke Indonesia. Yang ia tahu di sana ada tradisi atau sebuah paham yang membuat mereka berpikir bahwa anak gadis tidak boleh melajang dalam waktu yang lama. Karena akan menimbulkan rasa malu dalam masyarakat bila anak gadis mereka masih belum menikah ketika mencapai usia yang sudah matang. Bahkan ada juga orang tua yang sudah menikahkan anak gadis mereka ketika baru berumur yang masih sangat muda.

Tapi ini berbeda. Ia dan mereka tidak sama. Setiap orang punya prioritas masing-masing. Bukankah orang-orang di sana sudah mulai menyontoh prinsip 'hidul dimulai dari umur 30'. Bagi Alyosha, umur 32 tahun adalah sebuah awal. Ia sama sekali belum tertarik untuk menjalin hubungan asmara. Karena ia sama sekali tidak memahami tentang hal itu.

Baginya asmara itu lebih membingungkan dari mengurus ratusan paket ekspedisi senjata ilegal miliknya. Lebih rumit daripada menghadapi pengawasan aparatur negara terhadap senjata ilegal yang ia kirimkan. Lebih menyusahkan daripada mengatur bisnis perhotelan miliknya yang sudah tersebar di 20 negara megapolitan di dunia.

"T-tapi memang begitu bukan?" jawab Alyosha terbata-bata. "Terburu-buru mencari bukan malah mendapatkan yang sesuai. Malah hanya akan membuat diri sendiri pusing. Dan bisa-bisa kalau salah pilih, aku sendiri yang akan kecewa."

Ibunya terdiam, Alyosha juga tidak berani melanjutkan perkataannya. Ia khawatir ibunya kecewa dengan ucapannya.

"Alyosha, aku harap kau segera menemukan pasangan hidup. Ibu sudah tua, dan tak tahu kapan akan meninggalkan dunia ini. Ibu tidak mau kalau ibu tidak sempat melihat mu menikah dan menimang bayimu."