Ryou tergagap, mulutnya yang masih menganga terlihat ingin mengucapkan sesuatu namun dihalangi oleh keraguan. Berakhir dengan alis Alyosha yang saling bertautan, menandakan rasa kesal Alyosha yang menyeruak kembali di dadanya.
Ia muak dengan kehadiran Ryou, ia teringat dengan ungkapan perasaan Ryou waktu itu yang membuat luka di hatinya terbuka kembali.
Memang bukan salah Ryou, ia pun tak tahu tentang masalah hidup dan masalalu Alyosha. Elisio pun juga tidak memberitahunya akan hal itu, tapi Alyosha tak mau tahu tentang itu. Hatinya sudah terlanjur muak dibuatnya.
"Kau menyebalkan, seperti hantu. Selalu ada di mana-mana. Bisakah kau tidak muncul di tempatku berada sekali saja?" tanya Alyosha. Ia bersedekap, menatap tajam Ryou sebagai bentuk protesnya.
"Aku tidak akan menyerah Alyosha. Mendekatimu dan ditolak adalah dua hal yang berkaitan dengan dirimu. Kalaupun aku ditolak dan disuruh menjauh puluhan kali, aku takkan menyerah. Asalkan aku bisa terus mengobrol denganmu, maka meski kau memaki aku itu tak masalah," balas Ryou.
Alyosha mendengus kesal, ia tak habis pikir dengan orang yang ada di depannya ini. Apa yang membuat Ryou begitu keras kepala seperti ini?
"Sudahlah, kau hanya menghancurkan mood ku saja," ucap Alyosha.
Aneh sekali, padahal dirinya sendiri yang mendekati Ryou. Tapi dirinya sendiri yang pergi menjauh dan menyalahkan Ryou atas segala macam perasaan kesalnya sekarang ini. Inikah yang dinamakan perempuan selalu benar?
Ryou jadi pusing sendiri, padahal ia tidak melakukan apa-apa. Tapi nyatanya ia yang disalahkan sekarang, tapi ia tidak boleh membiarkan Alyosha marah begitu saja padanya. Ia harus mencari cara dan terus berusaha agar Alyosha mau membuka hati padanya.
Demi kesembuhan adiknya.
Terdengar jahat memang, tapi begitulah adanya. Ia sendiripun tak berniat untuk mempermainkan Alyosha. Bahkan bila ia dan Alyosha sampai ke jenjang pernikahan, maka ia akan membangun hubungan yang bahagia sebisa mungkin bersama Alyosha nanti.
Ia tidak akan menyakiti wanita manapun yang menjadi pasangannya nanti, entah itu Alyosha atau siapapun.
Karena ia sudah pernah merasakan hal yang sama.
Ditinggalkan begitu saja oleh sosok yang sudah memberikan harapan besar yang indah, membuat ia sempat takut untuk mendekati seorang wanita.
Dan sampai takdir memaksakannya untuk mendekati seorang wanita lagi. Yaitu Alyosha. Ia berharap hubungan ini bukan sekedar tugas dalam perjanjian. Tapi juga menjadi jalan hidup yang membawa kebahagiaan untuknya dan Alyosha.
Maka dari itu, ia tidak berniat untuk mempermainkan Alyosha.
"Tunggu! Alyosha!" seru Ryou. Ia berlari mengejar Alyosha. Pasir yang seakan menghisap kakinya itu membuat ia sedikit lambat mengejar Alyosha.
Alyosha tetap melangkah dengan cepat. Tidak mempedulikan seruan Ryou yang semakin nyaring terdengar.
Ia tidak mau terjebak dalam asmara bersama lelaki mana pun. Dari sekian banyaknya manusia di bumi ini termasuk orang tuanya sendiri, hanya ia dan saudaranya yang tahu tentang masa lalu menyakitkan dalam hubungan asmaranya.
Ia benci dengan lelaki yang menatapnya dengan tatapan yang berbeda, ia tak suka bila ada lelaki yang meliriknya dengan tatapan tersipu ataupun suara yang berat dan menggoda. Ia tidak suka dengan lelaki yang mencoba mencari perhatian padanya, mencari kesempatan agar Alyosha jatuh dalam dekapan cintanya. Tidak, Alyosha benci dengan itu semua.
Tapi nyatanya, Tuhan melalui Elisio sebagai perantara kedua membuat rencana konyol dengan mengirimkan Ryou sebagai orang baru dalam kehidupan spesial Alyosha. Seakan Elisio menjadi jembatan penghubung antara kelangsungan hubungan mereka berdua.
Sayangnya, Ryou orang yang bodoh dan berpikiran sempit bila menyangkut urusan perasaan wanita. Terlalu gamblang ia ucapkan semuanya waktu itu. Padahal bertemu baru sekali saja, tapi sudah berani mengucapkan hal seperti itu.
Apa ia tidak memikirkan kalau terlihat begitu mudahnya ia mengatakannya, seakan-akan perasaan cinta itu adalah hal yang sepele bagi dirinya.
Meskipun bukan begitu adanya.
Semakin kuatlah dugaan Alyosha kalau Ryou hanya main-main dengan pernyataan cintanya itu. Walaupun Ryou berulang kali membujuk Alyosha, tapi itu semua tak diindahkan olehnya.
"Berhenti mengikuti ku bodoh!" bentak Alyosha emosi. Ia menepis genggaman tangan yang lembut di lengannya. Ia tidak mau menerima sentuhan apapun dari Ryou.
"Aku takkan berhenti mengikuti mu. Kemana pun kau pergi, bagaimana pun kau menolak kehadiran ku, atau kalau aku harus mengejarmu diatas duri yang menusuk kakiku, maka akan aku lakukan. Asal jarak ku denganmu tidak membesar," balas Ryou. Ia mempertahankan genggamannya di lengan Alyosha. Erat namun tidak menyakitkan.
Seperti seekor singa yang diusik. Alyosha yang dibutakan emosi seketika meninju wajah Ryou hingga pria itu tersungkur. Nafasnya tersengal karena menahan sesak, hembusan nafas yang cepat dan berat mengiringi tetesan keringat yang mengalir dari wajah wanita Italia itu.
"Kalau begitu, jatuhlah ke atas tumpukan duri agar kau cepat mati!" seru Alyosha lalu ia mengungkung Ryou. Meninju lelaki itu berulang kali dengan sekuat tenaga.
DUAGH
DUAGH
DUAGH
Cupp
Mata Alyosha terbelalak, ia mencoba menarik wajah dan bibirnya namu tak bisa. Terlambat sudah, gumpalan daging kenyal miliknya telah dikecup lembut oleh Ryou. Bibir mereka bertemu, menimbulkan suara kecupan yang menambah sensasi menggelitik.
Kupu-kupu seakan terbang di dalam perut mereka berdua. Meski Ryou gugup setengah mati melakukannya, tapi naluri alami liarnya membuat Ryou tidak berhenti di situ saja.
Tangan kokoh Ryou mendorong lembut dan menahan kepala Alyosha agar bibir Alyosha tetap menempel di bibirnya. Wanita itu sudah berusaha untuk melepaskan ciuman tersebut, tapi karena sudah terlanjut larut dalam kecupan memabukkan Ryou, Alyosha kemudian diam saja dan menerima ciuman tersebut.
Bahkan ia membalasnya dengan ciuman yang lebih dalam. Seakan disisipi perasaan yang tulus di dalam ciuman tersebut. Ia menyandarkan kedua tangannya di dada bidang Ryou, membiarkan dirinya tenggelam dalam belaian asmara Ryou yang begitu membius seperti kokain dan heroin. Sangat membuat candu.
'Apa ini? perasaan apa ini?' Alyosha membatin. Ia merasa ada sesuatu yang membuncah di dadanya. Seperti ada ledakan kecil yang menyenangkan di dalam dadanya.
Untung saja pantai sedang sangat sepi, pengunjung resort tak mengunjungi pantai. Kalau tidak, mereka berdua pasti sudah menjadi tontonan massal di sana.
Ciuman itu dilepas, perlahan namun pasti.
Sejenak mereka saling pandang, menelusuri dalamnya lautan dibalik netra indah mereka yang berbeda warna tersebut.
Apa mungkin otak Alyosha sudah diprogram ulang sampai-sampai ia lupa kalau dirinya baru saja berciuman dengan Ryou. Padahal ia sudah yakin ingin meninju wajah Ryou sampai orang itu pingsan, tapi nyatanya ia yang dikuasai oleh Ryou.
Alyosha kalah telak, dalam asmara.
Padahal mereka berdua sama-sama pemula. Pemula yang pernah gagal.
Atau mungkin pada dasarnya Ryou ditakdirkan sebagai sosok yang akan memiliki Alyosha?