"Kenapa tiba-tiba begitu?" tanya Alyosha heran. "Wah! jangan-jangan kau sebentar lagi meninggal ya? sampai-sampai punya permintaan begitu."
Elisio menghela nafas lelah, ia bersandar pada sofa tua kesukaan ayahnya tersebut. Meski sudah tua namun tetao dirawat dengan baik. Dulu setelah selesai membuat spagetti ayah mereka selalu mengistirahatkan diri selama dua puluh menit di sofa itu sebelum lanjut bekerja lagi.
"Apa salah seorang adik meminta waktu lebih untuk bersama kakaknya? sudah hampir sepuluh tahun kita selalu bergelut dengan waktu. Mengejar dollar demi wine dan setelan mewah. Sampai kita lupa bagaimana kita menghabiskan waktu bersama didekat perapian sederhana dengan dua buah cangkir coklat panas yang manis," ucap Elisio dengan mata yang menggambarkan kerinduan mendalam. Meski Alyosha tak menatap mata itu, namun dia bisa merasakan perasaan adiknya saat mengucapkan itu semua.
Alyosha mendenguskan tawa, tak lama setelah itu ia merangkul adiknya tersebut dan menjepitnya dengan lengan mulusnya tersebut. Elisio tidak menolak, meski ia agak malu diperlakukan seperti itu.
"Besok aku ingin mengajak kakak ke salah satu pusat hiburan dan perbelanjaan milikku. Di sana ada pagelaran karya seni. Bukan hanya seni biasa, namun ada benda yang masuk dalam jenis terapan seperti model pakaian terbaru yang digabung dengan unsur seni yang menarik. Pokoknya kau ikut saja nanti, kau pasti akan terhibur. Ada salah satu teman ku yang ikut mengadakan pameran di sana," ucap Elisio pada Alyosha.
"Yeah, baiklah. Kau nampaknya bersemangat sekali. Aku suka karya seni, bisa jadi ada beberapa benda yang ingin aku koleksi dari sana," balas Alyosha sembari tersenyum simpul.
'Besok kau akan menemuinya kakak,' batin Elisio sembari menatap kakaknya itu penuh arti.
"Kenapa kau menatap ku begitu?" tanya Alyosha heran.
"Tidak apa-apa, tadi aku melihat jerawat di wajah mu. Rupanya hanya pantulan bayangan saja. Salahkan ruangan ini yang pencahayaannya selalu redup," ujar Elisio dengan wajah tak bersalah.
Alyosha hanya mengernyit heran. Tapi ia tidak peduli dan hanya mengendikkan bahunya. Malam itu mereka berdua lalui dengan santai layaknya kakak beradik pada umumnya menghabiskan malam mereka.
Alyosha dan Elisio mempunyai kulit yang ekostis, tapi tidak terlalu coklat dan juga tidak terlalu putih. Meski berasal dari italia dan besar di daerah amerika, namun tubuh mereka sering terpapar sinar matahari. Ditambah Chicago juga mempunyai beberapa wilayah yang cukup hangat.
Mereka berdua terpaut umur empat tahun, kini Alyosha berusia 32 tahun sedangkan adiknya berumur 28 tahun. Dengan hidung mancung, wajah tirus dan kulit mulus bak porselen. Tinggi Alyosha berkisar 169 cm dan Elisio berkisar 182 cm, tinggi yang sangat ideal untuk ukuran orang eropa.
Wajah mereka tetap terlihat awet muda bak orang-orang yang masih berumur dua puluh tahun awal. Sangat menawan, tapi sayangnya mereka berdua sampai sekarang belum terpikir untuk mencari pasangan. Alibinya hanya satu, terlalu sibuk mencari uang. Begitulah ucap mereka santai bila ditanya perihal mencari pasangan hidup. Dan tentu saja yang selalu menanyakan itu adalah kedua orang tua mereka.
*****
Pagi menjelang, kicauan burung menyapa indra pendengaran. Derap langkah kaki serta hiruk pikuk orang yang beraktivitas entah pergi ke sekolah, tempat kerja, atau sekedar berlibur memenuhi setiap penjuru kota brooklyn. Salah satu destinasi wisata paling diminati bila para turis datang ke daerah chicago. Tempat yang gelap namun juga bersinar dalam waktu yang bersamaan. Sejarah kelam yang berkaitan dengan kontribusi mafia dalam urusan politik dan ekonomi wilayah itu membuat Chicago penuh dengan banyak kisah yang terlalu panjang untuk diceritakan.
Dan salah satu penerus kisah itu adalah Alyosha Vermigoun. Bukan, ia bukanlah putri dari keturunan mafia. Melainkan hanyalah seorang wanita dari keluarga biasa. Namun setelah ia dewasa, ia mulai menguasai ranah perekonomian dunia bawah. Juga bersama saudaranya, Elisio Vermigoun yang merupakan pengusaha sukses yang memiliki perusahaan raksasa.
Kembali pada kisah Alyosha dan Elisio. Kini para maid sudah menyiapkan air hangat untuk mereka mandi. Setelan pakaian santai yang sesuai untuk dipakai saat musim dingin.
Alyosha memakai pakaian turtleneck warna merah maron dengan jaket tebal sepanjang lutut berwarna hitam. Dia memakai jeans hitam bermerk Hermes, dengan tas tangan bermerk Louis Vuitton.
Elisio sendiri juga tak jauh berbeda dengan Alyosha, pakaian turtle neck berwarna coklat dengan jaket musim dingin berwarna putih. Dengan celana jeans berwarna senada fengan jaketnya.
Mereka berdua memakai kupluk berwarna abu-abu yang dibagian luarnya terdapat sulaman bertuliskan nama mereka sendiri. Kupluk itu spesial dibuat oleh sang ibunda. Tak ada yang bisa mengalahkan sesuatu buatan tangan seorang ibu, bahkan produk dari sebuah perusahaan pakaian mahal sekalipun.
Mereka lalu pergi ke pusat swalayan milik Elisio tersebut. Dengan menggunakan sebuah limusin hitam, mereka sampai ditempat tujuan pukul sembilan pagi.
"Selamat siang Tuan Elisio," sambut seorang pria bersurai pirang klimis.
Sebagai orang paling penting di sana, Elisio dan Alyosha langsung disambut dengan begitu ramah dan penuh hormat.
"Ya, selamat siang juga Holland," balas Elisio. "Tak perlu seperti itu. Saya dan saudari saya hanya ingin berlibur seperti biasa. Jadi berikan kami ruang," titah Elisio.
"Baik Tuan," ujar salah satu staf bernama Holand tersebut.
Elisio tersenyum simpul, tanpa diketahui kakaknya dia sudah menyiapkan rencananya untuk sang kakak. Dia akan mempertemukan kakaknya dengan orang yang sudah ia siapkan tersebut.
Meskipun Alyosha adalah seorang pemimpin sindikat mafia, berlibur di pusat perbelanjaan bukanlah hal yang sulit baginya. Sebagai mafia bukan berarti selamanya ia harus bergelut dengan dunia bawah, senjata, dan darah. Mafia juga seorang manusia, justru dengan kekayaannya tersebut dia sudah mengatur orang-orang tertentu yang mempermudah dirinya untuk leluasa ke sana ke mari tanpa hambatan. Baik itu tentang keamanan ataupun tentang aksesibilitas.
"Dimana tempat pagelaran itu? aku tidak berniat untuk berbelanja atau berkeliling ke tempat lain terlebih dahulu. Karena aku tak ingin melewatkan salah satu karya seni berharga yang bisa aku koleksi nantinya," ujar Alyosha pada adiknya tersebut.
"Di lantai tiga kakak, di sana sepertiga wilayahnya dipakai untuk pagelaran. Agar terasa lebih nyaman dan luas. Karena sesuai perhitungan pelaksana pagelaran, akan banyak tamu yang datang dari sana dari berbagai kalangan," ujar Elisio.