Chereads / Lelaki Bayaran dari Saudara Ku / Chapter 4 - Bertemu Ryou dan melihat Lukisan nya

Chapter 4 - Bertemu Ryou dan melihat Lukisan nya

Setelah menjalani Cortland Street selama lima menit, Elisio dapat menemukan sosok pelukis yang ia cari tersebut. Memang tak sulit mencari sosok orang asia di tengah Cortland Street yang tidak sepadat Brooklyn kalau sore hari.

"Berhenti di sana," perintah Elisio.

"Baik Tuan," ujar sang supir.

Mobil Audi itu berhenti tepat di dekat Ryou yang sedang melukis. Dia nampak sangat menikmati aktivitasnya tersebut. Tangan putih khas kulit orang jepang dengan santai namun teliti menggerakkan kuasnya di atas kanvas putih itu. Elisio tak bisa melihat apa yang sedang digambar oleh Ryou.

Perlahan Elisio mendekati Ryou dan mengajak Ryou berbicara.

"Permisi," ujar Elisio menyapa Ryou yang sedang melukis.

Tak ada jawaban. Ryou memang sedang berada dalam titik fokus terdalamnya. Dia tidak bisa diganggu dengan mudah bila dalam tingkatan seperti ini. Para seniman dan ilmuwan menyebut tingkatan itu dengan sebutan Flow State.

"Ekhem," dehem Elisio. "Saya tertarik dengan lukisan anda, bolehkah saya membelinya? saya mengetahui anda dari kenalan saya."

Tak ada jawaban, Ryou terlihat sudah tenggelam dalam pikirannya. Tangannya masih dengan lancar tanpa hambatan menorehkan cat dan kuas itu di atas kanvas. Sebuah senyuman tipis yang mewakili perasaan Ryou sekarang terukir manis di wajahnya. Dengan tatapan penuh kasih, rasanya Ryou seperti sedang menatap kekasihnya sendiri.

Elisio tidak marah, dia orang yang punya toleransi tinggi. Dia juga pernah mendengar bahwa para seniman bisa mencapai tingkatan seperti yang dialami Ryou sekarang. Malah Elisio terpana dengan konsentrasi tingkat tinggi dari orang yang ada di hadapannya sekarang ini.

Karena tidak mendapat jawaban, ia memilih untuk melihat-lihat lukisan Ryou yang lainnya. Ia melihat satu persatu lukisan yang sudah dipajang Ryou. Dan dari situ pula Elisio tahu bahwa Ryou merupakan pelukis dengan multi aliran. Cukup langka, karena biasanya seorang pelukis hanya punya satu atau dua aliran yang begitu mendasari corak lukisannya. Tapi Ryou berbeda, dia bisa membuat beberapa lukisan dengan corak aliran yang berbeda-beda. Seperti aliran romantisme, aliran realisme, dan aliran abstraksionisme ditambah dengan aliran ekspresionisme.

Tapi atensi Elisio kini tertuju pada lukisan yang masih Ryou kerjakan sekarang. Sosok wanita dengan rambut oranye terang, dagu lancipnya, bibir bawahnya yang tebal dengan hidung yang benar-benar mancung, matanya yang berwarna kebiruan dan warna kulit yang eksotis. Tubuh wanita itu sangatlah terbentuk, bak gitar spanyol yang menggoda mata setiap lelaki yang melihatnya. Namun Ryou tidak membuat wanita itu menggunakan pakaian yang tipis, malah wanita pada lukisan itu memakai setelan jas kantoran berwarna hitam. Cukup eksentrik dan antimainstream. Yeah, wajar karena dia adalah seorang seniman. Ribuan ide segar melintas di dalam otak jeniusnya.

Tapi tak hanya dari segi keindahan lukisan tersebut. Lukisan itu sangat mirip dengan seseorang yang Elisio kenal seumur hidupnya sampai sekarang. Semua ciri-ciri wanita yang dilukiskan Ryou sangatlah persis, persis sekali dengan kakaknya. Ya, Ryou seperti sedang melukis Alyosha secara langsung.

Elisio menatap tak percaya. Bagaimana bisa Ryou melukis sosok yang sangat mirip dengan kakaknya tersebut. Bahkan rasanya seperti melihat foto kakaknya sendiri.

Ia tak bisa pulang. Rasa penasaran telah memuncak di dalam pikirannya. Dia tak akan bisa tenang kalau belum mengutarakan seluruh pertanyaan yang ada di pikirannya sekarang. Ia akan menunggu walau sampai berjam-jam sekalipun.

Elisio sampai memesan minuman untuk menunggu Ryou selesai dengan lukisannya tersebut. Dan setelah tiga puluh menit berlalu akhirnya Ryou meletakkan kuasnya dan meregangkan kedua tangannya. Dia memegang kedua sisi kanvas dengan penuh perasaan. Seperti sedang memegang bahu seorang wanita dengan penuh kelembutan.

Ketika Ryou menoleh ke sampingnya ia pun terkejut. Dia mendapati Elisio yang dengan setia menunggunya sedari tadi.

'Vermigoun....Astaga! dia kan?!' batin Ryou terkejut.

"Maafkan saya Tuan. Maaf membuat anda menunggu terlalu lama," ucap Ryou dengan wajah yang menyesal.

"Maaf? untuk apa? sedari tadi saya sudah dimanjakan dengan mahakarya mu ini," ucap Elisio dengan ekspresi yang cerah. Tapi tiba-tiba ia beringsut mundur, ekspresi wajahnya berubah sebelum ia mengagetkan Ryou karena wajah Elisio tiba-tiba sudah disamping kepalanya. "Siapa wanita dalam lukisan ini?"

Ryou tersentak, wajahnya mendadak heran. Memangnya apa hubungannya orang ini dengan wanita uang menjadi model dalam lukisannya tersebut? hoo, bisa juga dia adalah kenalannya. Begitulah yang dipikirkan oleh Ryou.

"Saya bertemu--bukan, lebih tepatnya melihat dia di Lincoln Terrace. Saat itu saya sedang menjajakan lukisan saya seperti biasanya. Dan di situ saya sering melihat dia bersama beberapa orang yang menyertainya membawa bungkusan berisi makanan untuk anak-anak kecil atau para tunawisma," ujar Ryou menjelaskan apa yang ada diingatannya.

"Kapan itu terjadi?" tanya Elisio langsung ke intinya.

"Sekitar delapan bulan yang lalu," jawab Ryou dengan cepat. "Setelah itu saya tidak pernah bertemu dengan dia lagi. Padahal saya ingin sekali menunjukkan salah satu lukisan saya tentang dirinya padanya langsung."

'Ingatan orang ini bagus sekali,' batin Elisio.

"Saya beli lukisan ini. Berapa harganya?" tanya Elisio.

"Lukisan yang mana Tuan?" tanya Ryou balik.

"Yang sedang kau pegang itu," jawab Ryou seraya menunjuk dengan dagunya.

"Tidak. Saya tidak menjual yang ini," balas Ryou. "Saya membuat lukisan ini dari minggu lalu. Selalu saya bawa sampai hari ini dan baru saja selesai. Lukisan ini akan saya simpan sampai saya bertemu dengan wanita yang saya lihat delapan bulan yang lalu itu."

'Dia mengagumi kakak ku? meskipun hanya melihat dari kejauhan? orang ini....bukan maniak, hanya saja....Dia aneh.' Elisio menatap heran.

"Dua ratus ribu dollar untuk lukisan ini dan akan langsung saya bayar di sini," ujar Elisio memberi penawaran.

"Tidak," tolak Ryou dengan pendiriannya. "Saya mau menjual lukisan yang lain tapi tidak dengan yang ini."

Elisio tertegun. Orang ini tidak perlu harta kekayaan berlimpah, sebuah rasa bangga dan bahagia sudah cukup bagi dirinya.

"Aku menawari mu bertemu dengan wanita ini secara langsung. Tapi mungkin tidak dalam waktu yang dekat. Ini kartu nama saya. Hubungi saja saya bila ada perlu. Nama saya Elisio Vermigoun. Kapan pun kau ingin berbincang dengan saya, hubungi saja dan orang saya akan menjemput kamu nanti. Baiklah selamat sore...."

"Panggil Ryou saja," sambung Ryou.

"Oke, selamat sore Ryou," ucap Elisio seraya masuk ke dalam audinya.

Tak lama setelah itu datang mobil pembawa barang, disusul dengan orang suruhan Elisio yang datang dan meminta nomor rekening Ryou. Tak sampai lima belas menit, rekening Ryou sudah terisi dengan uang sebanyak ratusan ribu dollar.

"Senang bertransaksi dengan anda," ucap orang suruhan Ryou tersebut, bersamaan dengan itu bawahannya membawa seluruh lukisan Ryou ke dalam mobil angkutan barang mereka.