Selama sebulan itu Elisio sering mengamati Ryou dari kejauhan, dia merasa kepribadian Ryou cocok untuk kakaknya. Sosok yang ramah, penyuka seni, baik dan penyayang terhadap anak-anak, dan bukan lelaki yang suka menjalin hubungan dengan banyak wanita.
Sejauh ini yang Elisio ketahui dari tim intel miliknya, Ryou hanya punya satu kekasih dan sudah lama putus. Dia tak pernah menjalin hubungan lagi sampai sekarang dan menyibukkan diri dengan kegiatan keterampilan seninya.
Elisio juga sering mengintai Ryou melalui tim intelnya. Dari kamera perekam yang dihubungkan siarannya secara langsung seperti video call, terlihat aktivitas Ryou yang baik dan suka menolong orang setiap hari. Elisio juga tahu kalau Ryou punya saudari berumur 27 tahun. Mereka hanya tinggal berdua, karena orang tua mereka sudah meninggal sejak lama. Jadi mereka hidup mandiri berdua selama bertahun-tahun.
Dan akhir-akhir ini Elisio mendapat berita dari orang suruhannya kalau Ryou tengah dalam kondisi terhimpit, karena adiknya mengalami kecelakaan. Yang mengharuskan adiknya menjalani operasi, dan tranplantasi organ dalam. Nominal yang harus dibayar pun tidak sedikit, uang yang Ryou dapat selama ini pasti tidak akan cukup untuk membayar biaya rumah sakit tersebut. Dan disitulah saat yang tepat bagi Elisio untuk membuat sebuah kesepakatan dengan Ryou.
Pada hari yang sama saat adiknya Ryou mengalami kecelakaan, Elisio menghubungi Ryou dan menanyakan lokasi dia sekaarng berada. Hanya basa-basi, walau sebenarnya dia sudah tahu dimana dan sedang apa Ryou sekarang dari orang bawahannya.
"Selamat siang Ryou, bagaimana kabarmu sekarang?" tanya Elisio. Dia menghubungi Ryou melalui smartphone nya.
"Saya sedang berada di rumah sakit Tuan Vermigoun. Ada apa ya Tuan?" tanya Ryou, meski sekarang dia sedang dalam kondisi panik dan pusing memikirkan adiknya. Tapi ia tetap berusaha seramah dan setenang mungkin menjawab panggilan telepon dari orang lain termasuk panggilan dari Elisio.
"Apa? rumah sakit? memangnya siapa yang sedang sakit?" tanya Elisio pura-pura tidak tahu.
"Adik saya Tuan, dia baru saja mengalami kecelakaan," jawab Ryou dari seberang sana.
"Baiklah, di mana rumah sakit tempat adik mu dirawat?" tanya Elisio.
"Hospital Centre Belleveu, k-kenapa Tuan menanyakan ten---"
Belum sempat Ryou menyelesaikan perkataannya, Elisio sudah memutuskan panggilan telpon tersebut. Tentunya dia sudah berada tidak jauh dari lokasi rumah sakit tersebut, dengan sebuah map berisi surat yang harus ditandatangani oleh Ryou tentunya.
Sesampainya di rumah sakit, Elisio langsung menemui Ryou yang tengah berada di ruang tunggu. Di sana ia nampak sangat gusar dan berkali-kali melakukan panggilan melalui ponselnya. Nampaknya ia sedang menghubungi orang-orang yang ie kenal untuk meminta tolong. Tentunya pertolongan finansial untuk biaya rumah sakit adiknya. Elisio tersenyum simpul, ia datang pada saat yang tepat.
"Ryou," panggil Elisio.
"Tuan Vermigoun? anda...anda datang ke sini? ada apa Tuan?" balas Ryou, dia nampak berantakan.
"Saya sangat mengkhawatirkan kondisi adik mu. Maka dari itu saya datang ke sini. Bagaimana keadaan dia sekarang?" tanya Elisio.
"Dia masih ada di ruang operasi, sebentar lagi para dokter akan mengoperasinya. Tapi...tadi saya baru mengurus administrasinya dan mendapati biaya operasinya yang sangat mahal. Sebesar 180 ribu dollar," ucap Ryou tanpa menatap Elisio. "Saya sudah punya dana sebesar 60 ribu dollar. Tapi kemana lagi saya harus mencari dana tambahan untuk melunasi semua biaya rumah sakit tersebut?"
"Ada di sampingmu. Dengan menandatangani surat yang saya bawa ini," ujar Elisio seraya menyerahkan sebuah map biru mengkilap berisi lembaran-lembaran surat.
"Surat apa ini?" tanya Ryou heran.
"Baca saja, kalau kamu mau adik mu segera dioperasi. Lebih baik kau menandatangani surat yang ada dalam map itu. Tapi tolong baca terlebih dahulu agar kau memahami surat ini," ujar Elisio seraya menyodorkan map yang ada di tangannya.
Ryou lalu perlahan menerima map itu dengan sedikit ragu-ragu. Ia lalu membuka map tersebut dan membaca kata demi kata yang tertera di sana.
"Saya harap kamu sudah mengerti isi dari surat perjanjian ini." Elisio melirik Ryou sejenak lalu menghela nafas pelan.
Ryou terdiam sejenak. Adiknya dalam kondisi gawat, untuk mendapat puluhan ribu dollar dalam waktu beberala menit pastinya bukan hal mungkin dilakukan apalagi untuk orang seperti dirinya. Tak ada jalan lagi selain menyetujui perjanjian ini dan menandatangani surat yang diberikan oleh Elisio tersebut.
"Baiklah, saya paham dengan isi surat ini. Dan saya....Menyetujuinya," ujar Ryou.
Elisio mengulum senyum, "Baiklah, silakan tanda tangan di sini dan di sini," ujar Elisio seraya menunjuk beberapa bagian dalam surat itu yang harus Ryou tandatangani.
Begitulah jalan singkat dari pertemuan Ryou dengan Elisio yang berhujung pada perjanjian antara mereka berdua yang menyangkut tentang Alyosha.
Flashback Off
"Tumben mengadakannya di sini. Kenapa tidak di galeria milik mu saja? bukankah kau punya tempat sejenis itu?" tanya Alyosha.
"Supaya tidak terlalu jauh dari sini. Ini musim dingin kak, dan rasanya bepergian terlalu jauh membuat ku malas. Setelah mengejar dirimu sejauh ini selama berbulan-bulan," cibir Elisio.
"Hee?" Alyosha mengangkat sebelah alisnya. "Sampai seperti itu dirimu sampai mengejar ku berbulan-bulan hanya untuk berlibur bersama? hahaha."
"Ya, karena kau itu sangat sulit diam di satu tempat. Bisa kah kau menetap di satu kota selama sebulan penuh?" tanya Elisio. Kini dia tidak menanyakannya dalam nada kesal.
"Kau ini tidak mengerti atau pura-pura lupa kalau aku harus menguru kartel opium ku? Ekstasi ku? ratusan kotak berisi senjata yang harus aku kirim ke Miami dan Rusia?" Alyosha berjengit menatap Elision. Adiknya menunduk, bukan karena takut tapi ia menghormati saudarinya tersebut.
"Baiklah, aku mengerti. Dan sekarang berhentilah emosi. Kita nikmati saja kegiatan melihat karya seni di sini. Aku sudah menyiapkannya untukmu." Elisio lalu melihat-lihat ke arah karya seni yang terpajang di sana.
Ada pengunjung lain selain mereka berdua yang nampak antusias dengan karya-karya di sana. Namun setelah beberapa saat, Elisio melotot karena menyadari ucapannya barusan. Ia melihat ke arah Alyosha yang sudah tersenyum miring dan menatapnya dengan tatapan mengejek.
"Jadi kau sengaja?"
"Ini murni untuk kegiatan refreshing, aku rasa kau selalu bepergian ke mana-mana dan kekurangan waktu untuk menikmati maha karya dari para seniman. Dan seharusnya kau berterima kasih karena aku sudah memberimu kesempatan untuk menikmati pemandangan karya seni hari ini," ujar Elisio berusaha menutupi maksud aslinya. Tentu saja ia tidak ingin Alyosha mengetahui maksud sebenarnya di balik terjadinya pagelaran karya seni hari ini.
Alyosha memandang ekspresi wajah adiknya tersebut dengan teliti. Berusaha mencari kebenaran di sana, ia tidak suka dibohongi terutama oleh saudara satu-satunya tersebut. Namun Elisio terlalu lihai, wajahnya begitu tenang dan membuat Alyosha tak curiga. Bagi ia, wajah Elisio yang tenang dan nafasnya yang teratur adalah sebuah bukti bahwa itu adalah kejujuran.
Alyosha lalu mengalihkan pandangannya ke depan lagi.