"Kenapa tiba-tiba ingin melakukan pameran kak? biasanya kakak paling malas kalau melakukan pameran secara langsung," ujar seorang gadis manis bersurai karamel yang masih berbaring di ranjang dalam sebuah bangsal rumah sakit.
Ya, Kin baru saja dalam waktu beberapa hari ini siuman pasca dioperasi.
"Tidak ada apa-apa Kin, aku....Aku hanya ingin melakukan pameran saja. Mengingat, sampai umur sekarang ini aku belum memublikasikan karya ku pada khalayak luas," jawab seorang pria tampan bersurai hitam.
Mereka adalah Ryou dan Kin. Dua kakak beradik yatim piatu keturunan jepang. Mereka hidup secara tidak menetap mulai dari tujuh belas tahun yang lalu. Bukan hanya karena masalah finansial, tapi mereka memang suka berkeliling negara untuk mencari hiburan dan pengalaman.
Ryou adalah pelukis. Dia sudah menggeluti hobinya mulai dari sekolah menengah pertama. Sampai sekarang, semua lukisannya benar-benar menakjubkan dan memukau penglihatan. Berbeda lagi dengan Kin yang lebih menggeluti dunia seni tari. Dia bisa melakukan tarian dari berbagai macam daerah, baik itu tarian klasik, tradisional kontemporer hingga tarian modern. Mereka berdua memang punya jiwa seni yang tinggi. Sayangnya kehidupan finansial mereka hanya cukup untuk keperluan sehari-hari. Itupun mereka masih sering bekerja serabutan untuk mencukupi keperluan mereka yang lain.
Mereka berdua lahir di jepang tepatnya di Hokkaido. Ryou adalah pria kelahiran 1986, sedangkan Kin kelahiran 1994. Terpaut cukup jauh.
Meski sudah berumur 35 tahun, tapi wajah dan perawakan Ryou layaknya seorang remaja berumur 19 tahun. Dia sangat tampan sekaligus manis, kulit putih khas orang negri matahari ditambah dengan wajah orientalnya bak aktor drama korea membuat dia menjadi sesosok lelaki yang sangat sempurna. Pastinya banyak gadis yang luluh hatinya bila melihat ketampanan dari sosok Ryou tersebut.
Tak jauh berbeda dari sang kakak, Kin juga punya paras mempesona. Ditambah umurnya yang memang masih terbilang muda membuat dia terlihat manis dan menggemaskan. Tanpa pakaian dari brand merk ternama pun sudah membuat mereka terlihat mempesona secara alami. Apalagi kalau mereka diberikan setelan mahal sedemikian rupa pastinya akan membuat mereka terlihat seperti super star keturunan konglomerat.
Sebenarnya ada maksud lain dari seorang Ryou hingga dia tiba-tiba melakukan pagelaran karya seni seperti itu setelah sekian tahun tidak melakukan kegiatan tersebut.
Dan maksud tersembunyi Ryou yang tak ia beritahukan ke adiknya itu merupakan benang merah yang berhubungan dengan keinginan Elisio untuk mengajak kakaknya ke pusat perbelanjaan miliknya tersebut.
Elisio berniat untuk mempertemukan Ryou dengan Alyosha. Kenapa? tentu saja Elisio berniat menjodohkan mereka berdua. Walau sebenarnya hubungan itu berlandaskan uang bayaran semata.
Ryou melihat adiknya, Kin ingin sekali punya sanggar tari miliknya sendiri. Kin juga punya penyakit amandel dan vertigo yang sewaktu-waktu bisa kambuh. Ryou ingin memberikan kehidupan yang lebih layak, serta mewujudkan cita-cita saudara satu-satunya tersebut. Dia tak ingin Kin terus terusan berada di jalanan untuk menunjukkan bakatnya. Ryou ingin adiknya itu punya sanggar tari dimana Kin bisa unjuk bakat di depan publik.
Semua bayangan tentang kebahagiaan adiknya menjadi dorongan Ryou untuk menerima kesepakatan bersama Elisio.
Elisio sendiri tentunya melakukan kesepakatan ini karena merasa cemas dengan saudarinya yang sampai sekarang belum mempunyai seorang pendamping hidup. Padahal umurnya sekarang sudah mencapai 32 tahun. Meski bagi orang barat itu adalah hal yang wajar, namun Elisio ingin kakaknya merasakan indahnya cinta dalam hubungan yang harmonis bersama seorang pria. Dan tentunya pria itu harus orang yang baik-baik.
Keputusan Elisio untuk menjalin kesepakatan itu dikarenakan juga ia sudah lelah berulang kalimenyuruh kakaknya untuk mencari seorang kekasih. Kakaknya ini sudah terlalu kaku dalam urusan cinta, lalu ditambah dengan tidak adanya keinginan untuk menjalin hubungan. Bisa-bisa seumur hidup kakaknya itu hanya akan menjadi penjilat dolar yang sudah buta dan mati rasa akan perasaan cinta. Meskipun Elisio tidak sadar kalau dirinya tidak jauh berbeda dengan kakanya tersebut.
Elisio memilih Ryou sebagai pasangan bayaran untuk kakaknya karena ia rasa Ryou adalah orang yang baik-baik. Bukan seorang bajingan yang hobi menghabiskan malam bersama para gadis atau membuang-buang harta untuk hal tidak berguna. Ryou juga orang yang baik hati dan penolong.
Pertemuan mereka berdua pertama kali terjadi ketika Elisio tengah berada dalam urusan bisnis di daerah Chicago. Tepatnya pada Manhattan, sebulan yang lalu. Cukup lama? bagi Elisio itu adalah waktu yang singkat, ditambah menentukkan waktu yang sesuai untuk kakanya yang tidak bisa diam disatu tempat dalam waktu yang lama membuat waktu satu bulan tidaklah terasa lama.
Elisio melihat ada salah satu karyawan di perusahaannya yang membeli sebuah lukisan. Lukisan yang bersifat aliran ekpresionisme. Lukisan itu mempunyai corak warna yang kuat dan berani. Elisio tertarik untuk membeli lukisan setelah melihat salah satu karyawannya membeli lukisan tersebut.
Lukisan dengan corak aliran ekspresionisme itu menggambarkan tikus yang sedang duduk di meja, dengan potongan keju mahal dan teh hangat yang memanjakan tikus tersebut. Dan lucunya tikus itu memakai dasi.
Sebuah kritik yang nyata. Aliran ekspresionisme memang menunjukkan ekspresi dan curahan hati dari sang pelukis yang paling dalam. Corak warna, lekuk garis semuanya begitu berani dan nyata. Menyatu begitu utuhnya.
"Dimana kau membeli lukisan seindah ini?" tanya Elisio pada salah satu karyawannya tersebut.
"Di Cortland Street Tuan. Dia sering menjajakan lukisannya di sana. Kalau mau menunggu juga kita bisa memesan langsung bentuk lukisan yang kita mau," ujar si karyawan tersebut. "Dan harganya terjangkau, hanya berkisar 27,56 dollar sampai 80 dollar Tuan."
"Bagaimana ciri-ciri si pelukis ini?" tanya Elisio lagi.
"Dia berperawakan tinggi kurus, dengan bahu yang lebar. Dia selalu memakai syal abu-abu bercorak kubus dengan rambut berwarna hitam pekat. Tak sulit menemukan wajah orang asia di Cortland Street Tuan," jelas si karyawan tersebut.
"Orang asia?" tanya Elisio antusias. "Dengan corak lukisan ini....Aku mengira dia orang eropa. Baiklah, terima kasih atas infonya."
"Baik Tuan, sama-sama. Saya permisi dulu."
Sebelum si karyawan beralih dari sana. Elisio menanyakan suatu hal lagi. "Siapa nama pelukis itu?" tanyanya.
"Dia hanya menyebutkan bahwa namanya adalah Ryou Tuan, selebihnya saya tidak tahu," jawab si karyawan.
Elisio sudah mengetahui ciri-ciri dari si pelukis tersebut. Ditemani sang supir menggunakan Audi A8 T FSI Quattro, mereka membelah luasnya jalanan Cortland di sore hari.
Cortland Street merupakan jalan lurus di daerah Manhattan dengan terdapat banyak gedung pencakar langit. Warna krem mendominasi gedung-gedung di sana. Dengan taman pohon hijau sederhana sepanjang jalan tersebut membuat Cortland Street.
Elisio memicingkan matanya, dari dalam mobil tersebut ia mencari dengan teliti sosok pelukis yang membuatnya penasaran tersebut.
"Pelan-pelan saja menyetirnya. Saya sedang mencari seseorang," ujar Elisio memerintah supirnya.
"Baik Tuan," ujar sang supir dengan patuh.