"Jadi kamu tetap mau mengajukan cuti?" Seorang perempuan berkacamata membaca isi tulisan pada selembar kertas di tangannya.
"Iya, Mbak. Tahun lalu saya tidak ambil cuti, boleh kan jika ijin cutinya dipakai sekarang?" tanya perempuan berambut lurus yang duduk di kursi seberangnya.
"Boleh saja, tapi kamu tahu, sekarang ini perusahaan sedang struggle, kinerja perusahaan kita merosot jauh. Nyaris jatuh sampai ke dasar." Perempuan berkacamata menggosok-gosok matanya.
"Mau bagaimana lagi, Mbak Gina? Efek pandemi dirasakan oleh semua orang. Apalagi perusahaan properti seperti kita. Orang lebih memilih menyimpan uangnya untuk makan daripada membeli rumah."
"Iya, kamu benar juga sih. Eh, tapi benar? Kamu mau cuti karena sedang jenuh atau karena baru putus?" tanya Gina. Staf HRD itu mencoba mengorek keterangan.
"Iih, Mbak Gina mau tau aja. Gosip darimana? Pacar saja belum punya, kok udah putus? Hahaha …" perempuan berambut lurus itu tertawa geli.
"Ya, siapa tau ... kebanyakan yang mengajukan ijin cuti selama dua minggu itu kalau bukan karena putus ya karena mau menikah. Kamu tidak mengedarkan undangan pernikahan, berarti karena alasan satunya," ucap Gina.
"Kesimpulan yang aneh," ujar gadis itu. "Jadi kapan, ijin cuti saya diapproved, Mbak?" tanyanya.
"Kamu tunggu dalam tiga hari ini. Nanti kalau boss ada di ruangannya, saya ajukan kesana."
"Terima kasih, Mbak Gina yang cantik dan baik hati …"
"Ya, sama-sama Nona Gayatri yang ayu, pintar dan gemar menabuuung! " balas Gina sambil memonyongkan bibirnya dengan lucu.
"Ish, apaan sih Mbak Gina. Okey, saya balik ke kerjaan ya?" pamit Gayatri.
"Monggo …" balas Gina masih berusaha melucu.
Gina, staf HRD paling senior di kantor itu memang dikenal sebagai pribadi yang pandai melucu dan gemar membuat senang semua orang.
Gayatri melambaikan tangan dan segera berlalu dari ruangan.
Gayatri, gadis berusia 27 tahun itu dikenal sebagai manajer marketing yang handal di perusahaan properti tempatnya bekerja. Semenjak lulus kuliah, dia langsung diterima bekerja di sana, jadi terhitung sudah 5 tahun sampai hari ini.
Berbekal pendidikan arsitektur dan mengambil spesialisasi desain interior, bukan perkara sulit baginya untuk mendapatkan pekerjaan 'tak bergengsi', hanya sebagai tim marketing.
Bukan, bukan karena Gayatri tak cakap bekerja sesuai dengan keahlian yang dimilikinya, namun ia membutuhkan lebih banyak gaji dan bonus dari pekerjaannya. Dengan kemampuannya, Gayatri menyulap rumah-rumah yang dijualnya menjadi menarik dan nyaman, sesuai dengan permintaan pembeli, maka penjualan PT. Rumah Gemilang selalu tinggi, sebelum terdampak pandemik Covid 19.
Pak Doddy, Direktur perusahaan itu bahkan menjadikan Gayatri sebagai karyawan teladan. Maka Gayatri yakin, ijin cutinya kali ini pun akan disetujui.
Jadi, sebenarnya bukan karena alasan pekerjaan yang membuat Gayatri ingin pergi sejenak ke tempat yang sepi. Melainkan suasana hatinya yang sedang kacaulah yang menjadi penyebab utamanya.
Gayatri teringat percakapannya dengan ibunya pagi tadi.
"Umurmu sudah 27 tahun, Gaya. Lihat, teman-temanmu semuanya sudah menikah. Apalagi kamu anak sulung di keluarga ini. Adik-adikmu yang laki-laki itu justru sudah bergonta-ganti pacar. Kamu ada masalah apa sih?"
"Nggak ada masalah apa-apa, Ma. Belum ketemu jodoh aja," Gayatri berusaha menjawab dengan tenang, meskipun di dalam hatinya bergemuruh. Sejujurnya dia tidak suka jika sudah disinggung urusan jodoh dan kawin.
"Tapi Mama terus kepikiran … atau kamu benci dengan Mama dan Papamu?" Suara ibu Gayatri melemah.
Sebagai seorang ibu dia sebenarnya paham, anak sulungnya bekerja keras untuk menghidupi keluarga mereka.
Setelah kematian ayah kandungnya, Ibu Gayatri mengambil alih tanggung jawab membesarkan 3 orang anaknya. Gayatri dan 2 adik lelakinya. Semua pekerjaan berat pernah dilakoninya, mulai dari buruh pabrik hingga tukang laundry, demi keluarga mereka bisa bertahan hidup.
Meski hidup dalam keterbatasan, mereka tetap berbahagia dalam kebersamaan. Hingga pada suatu hari ibunya mengenalkan anak-anaknya pada Om Agus, dan tak lama kemudian mereka pun menikah.
Om Agus, seorang duda dengan 2 anak dari istri pertamanya. Usianya beberapa tahun lebih muda dari usia ibunya. Dari luar tampak mentereng, apalagi ia juga mengaku memiliki pekerjaan yang bagus. Namun dibalik itu, ternyata dia adalah seorang yang tidak bisa bertanggung jawab pada keluarganya.
Setelah berstatus sebagai ayah tirinya, Gayatri dan ibunya baru mengetahui kebiasaan buruk Om Agus yang suka menghamburkan uangnya di meja judi, hingga akhirnya terjerat hutang ratusan juta.
Tentu saja keluarga mereka menjadi kalang kabut saat preman suruhan orang seringkali mendatangi rumah untuk menagih uang yang di pinjam Om Agus. Atas nama cinta dan untuk menjaga nama baik suaminya, Ibu Gayatri terpaksa sedikit demi sedikit menjual aset keluarga mereka.
Gayatri dan adik-adiknya sering protes dengan kelakuan Om Agus, namun ibunya selalu membela suami barunya itu. Entah apa yang membuat ibunya itu berubah. Ia jadi begitu patuh dan menurut pada semua permintaan Om Agus, seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.
Maka di posisi itulah Gayatri kini terjebak, ia harus bekerja keras karena tak tega melihat ibunya yang sudah semakin tua tapi masih pontang panting membanting tulang. Kedua adik lelakinya belum bisa diandalkan, mereka masing-masing masih bersekolah dan kuliah. Segala keperluan mereka juga menjadi tanggungan Gayatri.
***