Tesha memberikan resep obat, sertraline, salah satu antidepresan jenis SSRI dengan dosis 25-50 mg perhari untuk Cleo. Gadis itu memang terlihat tak sampai depresi berat namun tetap tergolong depresi karena terbentuk dari ingatannya.
"Kamu harus minum ini sebulan, jangan dilewatkan." Tesha memberikan petunjuk penggunaan obat.
"Lama-lama aku menjadi pecandu." Cleo merasa bosan bila harus meminum obat, apalgi obat psikis seperti ini.
"Ngga kok, you'll be ok." Ucap Laksa yang mendampinginya.
Sore ini Cleo diperbolehkan keluar dari rumah sakit, selebihnya istirahat tiga hari dirumah. Besok Laksa akan pergi ke Amsterdam, ia mencoba menghubungi Nara untuk merawat Cleo.
Laksa keluar dari Jeepnya, berputar menuju pintu sebelah kiri. Ia menggendong Cleo menuju kamarnya di lantai lima belas. Cleo tertidur, efek mengantuk setelah meminum sertraline miliknya.
Ia membaringkan Cleo perlahan, menyalakan Ac dan menutup pintu kamar. Laksa mencoba menghubungi Yudith, karena Nara tak menjawab panggilannya.
���Halo, dit. Nara dimana?" Ucap Laksa ketika panggilannya tersambung.
"Lagi rapat, bentar lagi kelar. Ada apa?" Tanya Yudith.
"Nanti anterin Nara ke apartemen gue ya? Cleo sakit gue ga bisa cancel penerbangan soalnya."
"Ya, sans. Tunggu aja dulu," Yudith memutus panggilannya.
Laksa kembali ke kamar, duduk dipinggir ranjang dan mengelus kepala Cleo perlahan seakan sosok itu rapuh dan mudah goyah. Ditatapnya wajah tenang yang sedang tertidur itu. Gadisnya, sewaktu-waktu menjadi seperti ini saat sosok masa lalunya masih mengganggunya.
Ia mengecek ponsel Cleo, dibukanya akun instagram milik Cleo. Ia membuat instastory.
Sleep well, get well soon my princess.
Tak berapa lama, muncul notifikasi DM milik Cleo. Dibukanya dan ia tak bisa menahan emosinya. Buku-buku tangannya memutih, saat tangannya terkepal erat, menahan luapan emosinya. Dadanya sudah naik turun dengan urat leher yang terpampang saat membaca tulisan dari Anggara.
Gue kangen sama elo, lo ga kangen sama gue?papa mama udah maafin lo Cleo. Sesekali berkunjung kesini sayang.
Laksa segera mengetik balasannya.
Ayo ketemu di kafe Jeju flower, hari ini jam delapan. Saya tunggu.
Laksa masih menahan amarahnya sampai tak menyadari sosok Nara dan Yudith yang memasuki apartemennya.
"Ada apa sama Cleo, Sa?" Pertanyaan nara membuat ekspresinya mengendur.
"PTSD nya kambuh, kalian bisa jagain Senja dulu? Gue ada urusan bentar." Laksa beranjak memakai jaket bombernya, sambil membawa ponsel Cleo.
"Hati-hati, lo lagi emosi. Jangan buat masalah," Yudith menegurnya, lelaki itu tau bagaimana ekspresi Laksa sekarang. Tapi ia tak bisa menemani Laksa, karena di apartemen hanya ada Nara yang mengawasi Cleo.
Laksa memutar kendali jeepnya keluar parkir, ia menuju tempat dimana akan bertemu Anggara. Ia bertemu dengan Anggara dua tahun lalu, dan sekarang ia akan bertemu dengan pengusik gadisnya.
Laksa mencoba menahan emosinya yang siap meledak. Ia tak tega melihat Cleo menderita, di usir oleh orang tua angkatnya yang tak berbelas kasihan dan malah membela putra semata wayangnya. Sungguh ironis hidupnya, bahkan psikisnya ikut tertekan di umur yang begitu muda.
Ia memandang sosok yang memasuki kafe, lelaki berbadan besar dengan hoodie membalut tubuhnya, orang tak akan tahu bahwa dirinya maniak bahkan mungkin psikopat.
Ponsel Cleo berdering di genggamannya, panggilan masuk dari Anggara.
"Meja nomor sepuluh." Laksa mengakhiri panggilannya, ketika Anggara berjalan menghampirinya.
"Hah, gue kira bener Cleo dateng, taunya anjingnya yang dateng." Anggara memprovokasi lelaki yang menahan amarah di depannya.
"Anjingnya ini lebih setia buat melindungi tuannya. Ga usah bertele-tele, mau lo apa." Ucap Laksa mendesis menahan amarahnya yang membara.
Anggara mencondongkan tubuhnya, "mau gue? Bawa Cleo kerumah, gue dulu ga berhasil tapi kali ini gue yakin berhasil." Bisiknya ditelinga Laksa.
Amarah Laksa sudah tak bisa dibendung, bogem mentah ia berikan pada pipi lelaki dihadapannya, sampai terjatuh. Membuat penghuni kafe menjerit.
Laksa jago dalam beladiri, bukan berarti ia tak bisa menghabisi lawan didepannya. Tapi, yang diinginkan gadisnya adalah bukti dan keadilan, membuat Anggara mendekam dibalik jeruji.
"Perusahaan lo lagi down, berani berulah sama pacar gue, ga Cuma badan lo yang remuk, tapi bisa jadi gue lumpuhin perusahaan bokap lo." Bisik Laksa segera berlalu, usai memberi peringatan pada Anggara.
Sedang Anggara menggeram kesal, ia di ancam oleh lelaki itu. Sudah diniatkan untuknya mengambil kembali Cleo. Obsesinya pada Cleo tak pernah padam. Bahkan, tubuh gadis itu semakin seksi untuk dicicipi.
Laksa sudah bertekad, ia akan mengambil alih kekuasaan demi menjatuhkan orang yang menyakiti Senjanya. Pikirannya sudah tak lagi bisa berkompromi. Sudah berkali-kali, Anggara berbuat ulah.
Ia mengendarai Jeepnya menuju perbukitan, diparkirkannya Jeep di area lapangan luas. Ia menduduki kap mobil sembari menyalakan punting rokok dijarinya. Dihisapnya benda berasap itu kuat-kuat, mengisi penuh paru-parunya. Nikotin membuatnya tenang walau sesaat. Angin malam tak membuatnya bisa meredam amarahnya. Kali ini ia menmati batang demi batang makanan setan. Padahal, Senjanya akan marah bila tahu.
Setelah tiga jam merenung, memandangi langit hitam, ia beranjak untuk kembali ke apartemennya. Setelah mencoba menghilangkan bekas bau rokok yang dibakarnya.
Tak butuh waktu lama untuk sampai di apartemennya, ia memencet tombol lift menuju lantai dimana apartemennya berada. Dering ponselnya terdengar nyaring, Nara menelfonnya.
"Cleo nyariin lo dari tadi, cepet balik." Rupanya itu suara Yudith.
"Hem."
Ia memasuki apartemen, melihat Yuditt tengah menonton televisi menoleh. Dilihatnya wajah Laksa yang letih, seakan menahan beban berat dipundaknya.
"Ga berbuat aneh-aneh kan?" Yudith berantisipasi, agar masalah yang dibuat Laksa tak merebak sampai ke telinga ayah Laksa.
"Cuma nonjok doing, tenang aja."
Laksa berlalu menuju kamar, dilihatnya Cleo yang sedang memainkan ponsel Yudith dan Nara yang focus pada laptopnya.
"Kamu abis darimana?" Tanya Cleo, ketika Laksa menghampirinya dan memberikan ponsel miliknya.
"Cari angin yang," Laksa mengecup pipi Cleo, ia memerika dahi Cleo memastkan bahwa Cleo tak mengalami demam.
"Cari anginnya kok sampe bau tembakau gini," Cleo mengendus membaui pakaian yang dikenakan Laksa. Hidungnya termasuk sensitive.
"Mampus lo, dimarahin pacar." Nara membawa laptopnya beranjak meninggalkan dua sejola dihadapannya.
"Peka banget sih kamu," Laksa menjawil hidung mancung Cleo.
"kan kamu yang gak peka,"
"Udah makan?" Tanya Laksa.
"Udah, tadi makan sama kak Yudith dan mba Nara. Kamu emang udah packing buat besok?" Tanya Nara yang beranjak merengkuh Laksa, ia menghisap dalam-dalam aroma khas Laksa.
"Udah, tadi aku ketemu Anggara. Kalau nanti Anggara ganggu kamu, kamu bilang ya sama aku, atau Nara atau Yudith."
"He'em." Cleo menganggukan kepalanya yang masih direngkuh Laksa.
Di saat keadaan tenang, Cleo tak akan mengalami gejala psikisnya. Ia masih bisa bersikap ceria, bahkan sikap nakalnya akan keluar. Tapi kali ini, Cleo hanya diam memainkan ponselnya dipelukan Laksa yang menghangatkan.