Pria dengan jaket denim yang membalut tubuh tegapnya mengambil duduk di hadapan Cleo begitu saja. Tanpa meminta izin terlebih dahulu, seperti biasa dia melakukannya sesuka hati.
Cleo mengangkat pandangannya dan terkejut. Bola matanya membulat penuh begitu melihat siapa yang bertanya padanya.
"Kamu…?"
Laksa terkekeh, dia bahkan mencomot camilan stik lidi yang ada di stoples mini milik Cleo.
"Gue minta ya?"
Sudah dimakan, barulah dia izin. Cleo mengangguk, tanpa bicara dan masih keheranan dengan pria itu. Duduk di hadapannya namun terasa seperti sedang mengintai dirinya dengan mata elangnya.
"Jadi, kenapa lo kabur begitu aja? Kita belum kenalan, siapa nama lo?" todong Laksa tanpa merasa canggung sedikit pun.
Cleo menunduk, merasa disudutkan karena dia memang kemarin diajak kabur Tatu. Lalu dia mengangkat pandangannya kembali dan tersenyum.
"Maaf, itu Tatu menyeret aku sih, jadi aku tidak bisa mengenalkan diri," tuturnya penuh sesal.
"So, whats your name?" Kembali Laksa bertanya.
"Aku Cleopatra Senja, bebas panggilnya apa aja," ucapnya.
"Berarti boleh dong gue panggil Sayang?"
"Eh?" Seketika gadis itu ternganga, mendengarnya. Dia bahkan sampai membuka mulutnya terlalu lebar karena reaksi spontan.
Laksa terkekeh. Dia malah menarik laptop Tatu menghadap ke samping agar dia bisa melihatnya lebih jelas.
"Lo sendirian aja?" tanyanya kembali.
Tanpa dipinta menjawab pun, Cleo menganggukkan kepalanya.
"Terus cuma nonton? Enggak ada kegiatan? Lo kuliah di mana?" Laksa kembali bertanya, kali ini beruntun.
Cleo kali ini terkekeh geli mendengarnya sampai membuat Laksa mengarahkan netranya pada gadis mungil itu. Merasa aneh dengan reaksi yang dilontarkan Cleo kepadanya.
"Euhm … tanyanya satu-satu dong, kayak akunya mau lari aja," kekehnya, memandang pria tampan di hadapannya dengan jenaka.
Laksa menyeringai, dia tak tahu kalau Cleo tak merasa was-was karenanya. Biasanya tatapan gadis itu akan berubah menjadi waspada jika berdekatan dengannya.
"Iya, takut lo kabur lagi padahal belum PDKT." Telak. Laksa membuatnya tak bisa bersuara lagi. Bibirnya terkunci begitu mendengar ucapan Laksa. Dia menjadi salah tingkah, seolah Laksa sedang mengulitinya dengan tatapan tajamnya.
"Hehe, maaf …." Dia meringis, merasa malu karena pada akhirnya Laksa tahu soal kemarin.
"So?" Laksa kembali menuntut jawaban.
Cleo menarik laptop Tatu mendekat. Terpaksa menyudahi sesi menonton film dan fokus menghadap Laksa. Dia paling tak bisa jika mengobrol tanpa melihat ke wajah yang diajak berbincang dengannya nanti.
"Jadi … aku memang enggak ada kegiatan, menunggu Tatu dulu. Aku enggak berkuliah." Gadis itu kembali tersenyum.
Senyuman yang membuat Laksa tertegun setelahnya. Darahnya berdesir halus saat melihat garis tipis merah milik Cleo tertarik sampai menyudut dan juga matanya membentuk sabit karena tertutup. Satu kata yang tepat menggambarkan senyum gadis itu. Manis.
"Sorry, gue enggak maksud," sesal Laksa karena bertanya hal yang tak tahu kondisi lain di setiap orang.
Cleo hanya menggeleng saja. Wajahnya masih tetap ramah.
Kembali Laksa mencomot lidi-lidian di stoples, tanpa izin lagi. Kali ini Cleo protes.
"Kamu ambil itu belum izin loh, sudah dilahap juga lagi," seloroh Cleo.
"Oh, hahaha! Gue kira lo enggak akan protes. Sorry, nanti gue ganti ya? Lo ambil aja, bilang aja bayarnya sama Laksa."
"Kok begitu?" tanya Cleo merasa aneh.
"Kenapa?"
"Nanti disangka bohong bagaimana?"
"Enggak. Semua penjual udah hafal sama muka dan nama gue. Enggak ada lagi nama Laksamana di kampus ini selain gue."
Cleo mengangguk-angguk takzim. Merasa ucapan Laksa patut dipercaya.
"Lo sering ya main ke sini?" Kembali Laksa menginterogasi. Dia menjadi harus dominan di sini, agar gadis itu ingat akan kehadirannya nanti. Dia sudah tertarik.
Cleo menggeleng, "enggak, bahkan waktu kamu menolongku juga itu baru pertama kali aku ke sini."
"So, apa yang lo lakukan kalau enggak kuliah? Kerja?" Kembali Laksa bertanya.
Cleo mengangguk, membenarkan ucapan Laksa.
"Model?" Kembali Laksa menebak.
Cleo menggeleng. "Enggak, aku masih part time aja."
"Rumah lo di mana?"
Cleo tersentak, tak menyangka akan ada seseorang yang menanyakan tempat tinggalnya. Dia menunduk, meremas rok yang dipakainya.
Seketika Laksa merasa bersalah, "sorry, enggak maksud. Kayaknya itu juga bukan sesuatu yang bisa gue tanya." Dia sedikit tak enak hati.
Cleo mengangkat pandangannya, menatap Laksa dan tersneyum maklum. "Enggak kok, cuma baru kali ini aja ada yang tanya rumahku hehe."
"Wah, bagus dong, gue jadi yang pertama," timpal Laksa penuh rasa bangga.
Cleo ikut tersenyum mendengarnya. "Kenapa kamu kayaknya bangga banget?"
"Karena siapa tahu gue juga yang akan ngapel ke rumah lo setelah ini."
Deg! Blush! Wajah Cleo memanas, dia tak pernah mendapatkan godaan secara terang-terangan begitu.
Melihat wajah Cleo yang memerah, Laksa mengkhawatirkannya. "Lo sakit?"
Cleo seketika menggeleng cepat.
"Kok muka lo merah? Demam? Coba sini gue pastiin." Pria itu bangun, mencondongkan tubuhnya ke depan dan menempelkan punggung tangannya di dahi gadis itu.
Cleo menepisnya pelan, "ti--tidak kok!" Dia gugup, merasakan sentuhan hangat dari kulit tangan Laksa.
Laksa terdiam. Dia yang melihat Cleo menoleh ke samping pun tahu. Gadis itu tengah malu kepadanya.
"Hahaha! Astaga, gue bercanda. Lo kenapa jadi malu begitu?"
Namun, Cleo yang sudah merasa malu dan wajahnya serasa dipanggang pun hanya bisa menunduk. Dia tak pernah mendapatkan godaan dari pria sejak dia lulus sekolah.
"Hahaha! Lo lucu deh."
Laksa masih tersenyum menyeringai, senang karena ternyata Cleo bisa bereaksi lain di depannya.
Namun, kesenangan Laksa terganggu dengan pekikan nyaring milik orang lain.
"Laksamana!!!"
Keduanya menoleh cepat ke arah sumber suara. Tatu sudah berjalan setengah berlari, merasa khawatir dengan keadaan Cleo.
"Tatu?" gumam Cleo saat melihat sahabatnya datang.
"Kamu sudah selesai kuliahnya?" tanyanya. Namun Tatu tak menggubris pertanyaannya, melainkan malah berdiri garang di depan Laksa.
"Lo ganggu sahabat gue ya?" tuduhnya kepada Laksa.
Laksa berdecak, "ck! Lo tanya deh orangnya, diganggu gue enggak?" Dia merasa bad mood saat Tatu, seorang mahasiswi yang dikenalnya itu mencurigai dirinya.