Chereads / Pernikahan Pahit / Chapter 2 - Mimpi Terakhir

Chapter 2 - Mimpi Terakhir

"Ada apa dengan kalian? Apa kalian nggak punya TV di rumah? Mata kalian masih berfungsi dengan baik kan? Iklan seperti ini sudah banyak beredar!" Christian menggebrak meja karena tidak puas dengan kinerja tim kreatif saat ini.

Grace, ketua dari tim kreatif hanya bisa diam dan menunduk setelah gagasan dari timnya ditolak oleh pimpinanya tersebut.

"Kalian nggak sedang menginginkan kenaikan gaji kan?" tanya Christian kemudian.

"Tidak pak," jawab semua tim kreatif serempak.

"Lakukan lagi dengan benar. Saya beri waktu sampai jam dua siang. Jika kalian belum menemukan ide yang bagus untuk proyek iklan ini, maka nggak ada yang boleh pulang hari ini," kata Christian kemudian berdiri dan pergi meninggalkan ruangan rapat.

Para tim kreatif bernapas lega setelah Christian keluar dari ruangan.

"Bukannya sebentar lagi pak Christian mau menikah? Aku kira dia akan sedikit berubah. Ternyata masih sama aja," desis salah seorang tim kreatif yang langsung di senggol lengannya oleh Grace.

"Jaga bicaramu," bisik Grace tidak enak karena mendapatkan tatapan sinis dari Astrid.

Akhirnya mereka semua pergi meninggalkan ruangan rapat untuk kembali bekerja. Dan Astrid adalah orang terakhir yang meninggalkan ruangan.

Dia kemudian mengejar langkah Christian hingga berhasil mensejajarkan kakinya di sebelah pria itu.

"Mereka membicarakanmu lagi," ucap Astrid sambil memperhatikan reaksi dari wajah Christian.

"Bukannya udah biasa," jawab Christian dengan santai.

"Apa kamu benar-benar mau menikah dengan wanita asing itu?"

"Iya. Memangnya kenapa?"

"Apa kamu mencintainya?"

"Aku akan mencobanya."

"Aku tahu dia mirip dengan Luna. Tapi mereka tetap dua orang yang berbeda."

Christian menghentikan langkahnya dan menatap Astrid dari samping.

"Aku bilang aku akan mencobanya." Setelah mengucapkan hal itu Christian meninggalkan Astrid dan masuk ke dalam ruangannya.

Astrid hanya bisa terdiam melihat punggung Christian yang kemudian menghilang di balik pintu.

"Kenapa kamu nggak mau mencoba buat menyukaiku?" gumamnya.

Astrid adalah seorang Account Executive di perusahaan Christian. Dia juga teman baik pria itu saat masih kuliah. Astrid bahkan sudah menyimpan perasaannya sejak kuliah hingga sekarang.

Bahkan saat Christian memutuskan menikah dengan Luna, Astrid masih memendam perasaannya untuk pria itu. Dan setelah kepergian Luna, dia pikir dengan pelan ia akan bisa mengambil hati Christian. Namun ternyata tidak.

Dia harus menerima kenyataan pahit kembali saat Christian memutuskan menikah dengan wanita lain yang bahkan belum lama dia kenal.

***

"Kamu yakin mau menikah dengan pak Christian?" tanya Rizal yang mencemaskan keputusan anaknya untuk menerima permintaan dari Christian. Rizal berpikir jika semua ini terjadi karena dirinya.

Jika dirinya tidak sakit, mungkin Laura tidak harus berhutang budi pada Christian yang tidak lain adalah atasannya di kantor.

"Laura yakin yah. Sepertinya dia orang yang baik. Laura yakin saat dia mau mendonorkan ginjalnya buat ayah," jawab Laura berusaha menenangkan perasaan ayahnya.

"Ayah harap kamu akan bahagia dengan pernikahanmu nanti. Kalau nggak, ayah nggak akan memaafkan diri ayah sendiri karena udah menyebabkan kamu harus seperti ini."

Laura memeluk ayahnya dan tersenyum agar ayahnya tidak perlu mencemaskannya lagi.

"Ayah nggak usah khawatir. Karena apapun yang terjadi, Laura akan tetap bahagia asalkan ayah hidup lebih lama."

"Ayah juga berharap, semoga pak Christian bisa kembali seperti dirinya yang dulu setelah dia menikah denganmu," batin Rizal sambil mengelus rambut anak kesayangannya itu.

Malam harinya Laura tidak bisa memejamkan matanya. Dia sibuk menata hati untuk menghadapi pernikahannya yang akan dilaksanakan besok. Semoga keputusannya ini tidak salah dan dia juga berharap semua berjalan dengan lancar dan dirinya bisa menjadi seorang istri yang baik untuk Christian.

Sementara itu Christian masih berada di ruang rapatnya bersama dengan Astrid dan tim kreatifnya. Dia memijit keningnya karena lelah dengan pekerjaan hari ini.

"Kamu harus pulang, bukannya besok hari pernikahanmu?" bisik Astrid yang mendekatkan tubuhnya pada Christian yang duduk di sebelahnya.

"Tapi ini semua belum selesai."

"Besok bisa lanjutkan lagi. Lagipula mereka udah lelah." Astrid membujuk Christian agar bisa sedikit memberi kelonggaran untuk hari ini.

Christian memperhatikan para karyawannya yang tampak lesu. Mungkin memang ada benarnya perkataan dari Astrid.

"Baiklah, untuk hari ini kita sudahi sampai di sini. Kita lanjutkan lagi besok," kata Christian di hadapan karyawannya. Sontak mereka yang tadinya lesu akhirnya bisa bernapas lega karena sudah diijinkan untuk pulang.

***

"Kamu mau pulang bareng?" tanya Christian saat berpapasan dengan Astrid yang masih menunggu taksi di depan kantor.

Astrid menjawab dengan senyum kemudian menggeleng.

"Mana mungkin aku berduaan dengan pria yang besok mau menikah," jawabnya.

"Oke kalau itu maumu. Aku pergi duluan," kata Christian.

"Oh iya, selamat buat pernikahanmu," ucap Astrid tiba-tiba berhasil membuat Christian berhenti melangkah.

"Seharusnya kamu ngucapin itu besok kan?"

"Maaf aku nggak bisa dateng besok." Astrid masih mencoba tersenyum tegar di hadapan lelaki yang sangat ia sukai itu.

"Lagi? Pernikahanku yang dulu kamu juga nggak dateng. Kenapa?"

"Karena aku nggak bisa melihatmu bersanding dengan wanita lain," jawab Astrid dalam hati.

Christian menunggu jawaban dari Astrid yang masih terdiam.

"Tentu saja karena aku ada urusan lain," jawab Astrid pada akhirnya.

"Walaupun aku nggak bisa datang, tapi aku tetap mendoakan yang terbaik buat kamu. Semoga kamu bisa bahagia dengan pilihanmu."

"Makasih Astrid. Kamu emang temen baikku." Christian akhirnya meninggalkan Astrid seorang diri di depan kantor.

Tetapi sebenarnya dia tidak benar-benar pergi dari sana. Christian menunggu di dalam mobil sampai Astrid mendapatkan taksi untuk pulang. Karena sebenarnya dia adalah orang yang hangat.

Dia tidak mungkin meninggalkan temannya yang seorang wanita sendirian di tengah malam.

Setelah memastikan Astrid sudah masuk ke dalam taksi. Christian menyalakan mobilnya dan pergi dari sana.

Dia sampai di rumah hampir pukul dua belas malam. Setelah selesai membersihkan diri, Christian berbaring di tempat tidurnya. Matanya menerawang ke atas langit-langit kamar. Memikirkan pernikahannya besok.

Apa dia bisa membuat Laura bahagia meskipun ia belum sepenuhnya melupakan Luna? Christian terus mencemaskan hal itu. Bagaimana jika Laura tidak bahagia menikah dengannya?

"Christ..." Suara seorang wanita terdengar di telinganya. Sontak saja Christian menoleh ke samping tubuhnya. Dan di sana ia melihat Luna yang tengah berbaring di sebelahnya.

"Aku senang kamu bisa menemukan seseorang yang bisa mencuri perhatianmu. Aku baik-baik saja Christ.. Kamu nggak perlu khawatir, karena aku bahagia kalau kamu juga bahagia."

Christian membelai wajah Luna dengan lembut. Dia berharap malam ini akan lebih panjang agar dia bisa lebih lama berada di samping Luna.

Dia tidak ingin terbangun dari mimpi indah ini. Mimpi yang mungkin tidak akan dia dapatkan lagi setelah dia menikah dengan wanita lain.