Tawa ayah Daniel meledak begitu mendengar ucapan dari anaknya tersebut. "Siapa calonnya?" tanya ayah Daniel masih dengan tawanya. "Celline bukan?" lanjutnya.
Daniel langsung membisu begitu mendengar nama Celline disebut. Mungkin selama ini ayahnya berpikir jika hanya Celline lah yang dekat dengan Daniel.
"Bukan Yah." Terdengar helaan yang panjang dari napas Daniel. Ayahnya yang mendengarnya langsung tahu maksud dari helaan tersebut.
"Lalu siapa?"
"Nanti Daniel kenalkan sama ayah. Kalau ... emang semuanya udah siap."
"Kamu yang ngabarin sama ayah tapi malah kamu yang kedengaran ragu gitu sih Dan."
Daniel terkekeh. Hanya itu yang bisa dilakukannya. Dia tak tahu harus bagaimana lagi. Apakah dia harus mengakui saja rahasia antara dia dan Nancy. Mungkin saja dia akan mengerti.
**
Ponsel Daniel berdering usai dia selesai mandi malam itu. Di lihatnya pada layar ponselnya jika ada nama Nancy di sana.
Hatinya selalu berharap jika Celline akan meneleponnya. Setidaknya berikan dia sebuah harapan kecil untuknya. Maka dia akan menolak tawaran menikah dari Nancy.
"Coba kamu aja yang jawab." Daniel memberikan ponselnya pada Aaron. Dia benar-benar tak ingin berbicara pada Nancy malam itu.
"Mau bilang apa?" tanya Aaron bingung.
"Bilang aja kalau aku udah tidur."
"Gak apa-apa nih bohong?"
"Iya gak apa-apa demi kebaikan jiwa saat ini." Daniel memakai bajunya kemudian keluar dari kamarnya.
Ia ingin mencari udara segar malam itu. Turun dari kamar kost-nya kemudian duduk di beranda.
Daniel menatap langit-langit yang menampakkan banyak bintang malam itu. Ia tersenyum kecut. Hidupnya berubah hanya dalam satu bulan saat ia tak sengaja bertemu dengan Nancy.
Hidupnya tak sebebas dulu saat hari-harinya hanya diisi dengannya dan Celline. Daniel menghela napas panjang. Hingga ia tak sadar jika sudah ada Aaron di belakangnya.
"Pacarmu gak gampang percaya ya ternyata," tutur Aaron dia duduk di samping Daniel.
"Kenapa emang?"
"Iya, tadi dia nanya ribet banget. Masa minta kirimin foto kamu lagi tidur. Ya udah aku bilang aja kalau kamu tidur gak pake baju."
"Terus kata dia apa?"
"Dia mau ke sini katanya," ucap Aaron pelan.
"Sekarang?" Daniel langsung bangkit dari duduknya karena terkejut.
"Gak kok becanda yang terakhir itu." Aaron terkekeh namun setelah itu ia mendapatkan tinjuan pelan dari Daniel.
"Gimana ya biar bisa lepas dari Nancy. Malahan dia sekarang mau ngajak nikah," ucap Daniel pelan.
Aaron hanya memandang teman satu kost-nya itu. Ia juga tak tahu harus bagaimana karena dia belum pernah merasakan hal seperti tersebut.
"Kabur aja kalau gitu," jawab Aaron asal. Ia tahu jika Daniel sudah pusing dengan Nancy.
**
Nancy pagi-pagi sekali sudah datang ke petshop milik Morvin. Entah darimana dia tahu tempat itu, Morvin yang melihat bayangan tak asing langsung menyambutnya dengan senyumnya.
"Maaf, ada yang bisa dibantu?" tanya Morvin sopan.
"Masih inget sama aku kan Kak?" Nancy membuka kacamata hitamnya. Dan berlagak sok paling cantik hingga membuat Morvin menatap aneh padanya.
"Iya inget kok. Yang ketemu pas di kafe itu 'kan?"
Nancy mengangguk. "Aku mau minta bantuan dari Kakak aja sih."
Morvin masih memandang bingung Nancy. Perempuan yang tidak dekat dengannya tiba-tiba minta tolong padanya.
"Tolong bantu Celline jauhi Daniel ya Kak. Soalnya aku bentar lagi mau nikah sama dia."
**
Celline menyesap kopinya. Dia melihat perempuan yang saat ini duduk di depannya. Entahlah. Sudah setahun ini kehidupannya benar-benar berjalan seperti roller coaster saja.
Dan semuanya berakhir seperti sekarang. Duduk berdua dengan Nancy hanya untuk menghabiskan waktu senggang di sore hari. Bukankah ini lucu?
"Kamu gimana kabarnya sama Morvin?" tanya Nancy membuyarkan pikiran Celline.
"Masih seperti biasa. Sekarang dia agak sibuk, jadi kita jarang ketemu," jawab Celline.
Ya, asal kalian tahu saja. Dia sekarang sudah menjalin hubungan dengan Morvin. Iya, pria yang telah menyandang status duda itu sekarang tengah menjadi kekasihnya.
Lalu bagaimana dengan perasaannya pada Daniel? Dan bagaimana sekarang dia bisa akrab dengan Nancy?
Dulu dia sudah memutuskan untuk melepaskan Daniel. Dan semuanya berjalan seperti itu. Sebenarnya dia juga tidak tahu bagaimana Nancy bisa tiba-tiba berubah.
Ya, gadis itu telah kembali menjadi Nancy yang dulu. Nancy yang waktu itu belum jatuh cinta pada Daniel. Bedanya, sekarang mereka sudah masuk ke jenjang yang lebih serius. Sebentar lagi bahkan mereka akan menikah, haha.
Lalu Morvin, pria itu selalu baik padanya. Menjaganya dan memberi perhatian lebih. Celline tidak bisa membiarkan Morvin melakukan hal-hal seperti itu hanya untuk seorang teman biasa.
Pada akhirnya hatinya luluh. Dia menerima Morvin ketika tiba-tiba pria itu menyatakan perasaannya. Malam itu di bukit berbintang, tempat yang sama dengan saat pertama kali Morvin membawanya untuk melepaskan kegundahannya.
"Cell, aku nggak mau ngomong berlebihan. Kita udah bukan anak SMA lagi," ucap Morvin dengan serius.
"Aku cuma mau bilang kalau aku bersedia jadi sandaran buat kamu, aku siap jadi orang yang kamu panggil ketika butuh, aku siap jadi orang yang kamu pukul ketika kamu marah atau yang diajak tertawa saat kamu bahagia. Ini sangat sederhana. Aku pikir aku telah menyukaimu."
Di bawah langit yang bertabur bintang, pria itu menyunggingkan senyum manis yang membuat wajahnya terlihat lebih tampan.
Saat itu Celline merasa tersentuh. Sejak hatinya hancur karena Daniel, mungkin malam itu adalah waktu di mana dia memulai sesuatu yang baru. Memutar roda ke arah yang berbeda.
***
"Kamu tahu nggak? Besok aku mau fitting gaun," ucap Nancy dengan senang. Dia hanya melihat Celline yang tersenyum menanggapi ucapannya.
Sebenarnya bergaul dengan Celline mungkin bukan hal yang buruk. Semua berawal karena Daniel yang memintanya untuk memperlakukan Celline dengan baik.
"Sekali ini aja. Kamu nggak kasihan sama dia? Lagian kalian dulu emang udah temenan," ucap Daniel dengan nada permohonan.
"Tapi kamu beneran 'kan setuju nikah sama aku?"
"Ya, apa aku punya pilihan lain?"
"Ok. Aku pasti bakal baikan lagi sama Celline."
Dia tahu Daniel sudah ada di genggamannya. Mungkin bukan masalah besar jika dia harus berteman lagi dengan Celline. Lagipula dia juga tahu kedekatan Morvin dengan Celline.
Ya. Semua sudah berjalan seperti yang dia mau. Tidak ada lagi yang perlu dia takutkan.
"Pulang yuk. Udah sore," ucap Nancy.
"Kamu duluan aja, Nan."
Nancy tampak memeriksa ponselnya. "Oh, Daniel udah sampe. Kalau gitu aku duluan ya."
Celline mengangguk. "Hati-hati."
Dia menatap kepergian Nancy yang berakhir di sebuah mobil di depan kafe. Ketika kaca mobil terbuka, dia melihat pria yang kini terasa begitu jauh.
Tatapan mata mereka bertemu. Tanpa sadar Celline memalingkan wajahnya. Biarkan saja. Mungkin dia sekarang sudah bahagia.