Daniel mematung, ketika melihat bayangan Celline pergi bersama dengan Morvin beberapa saat yang lalu.
Dia penasaran mengapa secepat itu mereka berdua nampak akrab. Daniel sendiri sudah tahu jika gadis itu memang menyukainya sejak lama. Akan tetapi, jika melihat mereka menjadi sedekat itu. Sepertinya mustahil jika Morvin tidak memiliki perasaan khusus pada Celline.
"Dan!" panggil Desi mengejutkan Daniel. Lelaki itu langsung menoleh ke arah Desi.
Desi yang memang kepo dengan kabar bahagia Daniel, langsung menanyakan perihal pernikahannya dengan Nancy tanpa tedeng aling-aling.
"Ciee yang mau nikah sama Nancy...," goda Desi padanya. Namun bukannya senang tapi ekspresi wajah Daniel malah tak suka.
"Nikah? Sama Nancy? Kamu dapet kabar darimana Non?!" Daniel terkekeh, karena mendengar omong kosong dari Desi.
"Kamu gak tahu kalo lagi heboh? Coba lihat ini sebentar." Desi menunjukkan postingan Instatoon milik Nancy. Dan benar, dengan percaya dirinya dia menyebarkan berita hoax jika ia akan menikah dengan Daniel.
Desi menangkap ekspresi Daniel yang tak biasa. Lelaki itu terlihat menahan emosinya dengan menggeretakan giginya.
"Itu gak bener 'kan, Dan?" tanya Desi pelan.
"Kamu percaya sama aku kan Des?" jawab Daniel sambil tersenyum terpaksa. "Aku mau pergi dulu," imbuhnya lalu dia pergi dari hadapan Desi.
Desi menghela napasnya, menatap punggung Daniel dengan kasihan. Lelaki itu sudah menjadi korban Nancy. Akan tetapi sepertinya kali ini berbeda. Nancy nampak serius dengan Daniel tak seperti pada lelaki-lelaki sebelumnya.
**
Daniel mencari keberadaan Nancy di seluruh penjuru kampus. Namun tidak menemukan wanita itu. Bahkan telepon darinya tak diangkat olehnya seakan tahu jika Daniel pasti akan mencarinya.
Skenario Nancy berhasil, untuk memancing Daniel datang kepadanya.
Ini sudah usahanya ke tujuh saat Daniel mencoba menelepon Nancy. Dan akhirnya diangkat juga oleh wanita itu. Dengan nada yang seakan tidak ada rasa bersalah, dia menjawab teleponnya dengan tenang.
"Wah, ini baru pertama kalinya kamu nelepon aku lho?!" Suara di ujung telepon berdecak senang. Karena memang baru kali itu Daniel menelpon dirinya. Terpaksa.
"Lagi ada di mana?" tanya Daniel buru-buru.
"Ehm, kenapa? Jangan-jangan kamu sudah lihat postinganku ya?"
"Jawab pertanyaanku!" Daniel meninggikan nadanya, dia sudah tak bisa menahan emosinya kali ini.
"Di rumah, kalau mau ketemu sama aku. Temui aku di rumahku." Nancy langsung menutup teleponnya. Membiarkan Daniel yang masih gusar karena rumor yang Nancy buat.
**
Nancy yang termasuk populer di kampusnya membuat Daniel menjadi ikut populer karenanya.
Sepanjang ia mencari Nancy tadi, banyak gunjingan tentangnya. Bahkan dengan asumsi mereka sendiri, Daniel malah dituduh sudah membuat Nancy hamil. Makanya mereka cepat-cepat untuk segera menikah.
Daniel menunjukkan senyum miringnya. Menghamili Nancy? Bahkan lelaki itu tak pernah menyentuhnya. Hubungan mereka berdua hanyalah keterpaksaan saja. Mereka semua hanya melihat dari sisi luarnya, tapi merasa sudah yang paling tahu melebihi Daniel.
"Jangan-jangan si Nancy hamil," celetuk seorang mahasiswi dengan sengaja saat Daniel lewat di depan mereka.
"Kayaknya gitu. Masa' tiba-tiba nikah? Kasihan si Celline. Padahal kirain dulu cowok itu pacaran sama Celline," imbuh salah satu mahasiswi lagi.
"Sayang banget ya. Ganteng-ganteng kok bejat."
Daniel tetap diam. Dia mengatur napasnya dan juga emosinya. Ia tak ingin menampar mulut kedua gadis itu saat ini, karna tidak penting. Yang terpenting sekarang adalah untuk menemui Nancy dan meminta penjelasannya.
**
Daniel menghentikan laju motornya di depan sebuah rumah yang sudah beberapa kali dia kunjungi. Rumah itu terlihat besar dan mewah. Sentuhan klasik sangat terasa mendominasi ketika melihatnya.
Dengan langkah yang sedikit ragu, Daniel turun dari motornya dan berjalan mendekat ke rumah Nancy. Ya, siapa lagi jika bukan gadis itu yang memang berasal dari keluarga kaya.
Niat awalnya adalah ingin meminta penjelasan pada Nancy. Namun dia tiba-tiba merasa tidak nyaman. Bagaimana jika Nancy akan melakukan hal gila lainnya? Tapi dia sudah sampai di sana, tidak mungkin dia harus kembali dan mengurungkan niatnya.
Daniel membunyikan bel yang ada di samping pintu. Setelah beberapa saat dia melihat pintu yang dibuka dari dalam. Nancy tampak tersenyum ketika melihat kedatangannya.
"Dan, ayo masuk dulu," ucap Nancy sambil menarik Daniel masuk.
Daniel hanya menurut saja ketika tangan Nancy menariknya. Kepala Daniel langsung menunduk sopan ketika bertemu dengan ayah dan ibu Nancy.
Itu adalah pertama kalinya ia bertemu dengan orang tua Nancy. Meskipun ia sudah pernah ke sana. Namun ia tak pernah melihat keberadaan kedua orang tuanya. Wajar, karena mereka orang kaya jadi jarang berada di rumah.
"Duduk," ucap ayah Nancy ketika melihat Daniel ada di hadapannya.
Daniel dengan gugup langsung duduk. Dia bisa merasakan tatapan ayah dan ibu Daniel seakan meminta penjelasan darinya. Padahal seharusnya itu yang dilakukan Daniel pada Nancy.
"Jadi, kamu mau nikahin Nancy?" tanya ayah Daniel tanpa tedeng aling-aling.
Ibu Nancy tersenyum. Bisa terlihat jelas jika dia menyukai Daniel sejak pandangan pertama. Ya, siapa saja pasti akan menyukai Daniel. Entah ia melihat dari segi fisik atau sisi maskulin yang ia pancarkan.
Daniel tak dapat berkata apa-apa selain menatap Nancy meminta penjelasan darinya.
"Itu ...." Daniel tak bisa berkata apapun. Itu adalah pertanyaan konyol yang tiba-tiba terdengar di telinganya.
"Iya Yah. Jadi gimana boleh 'kan?" tanya Nancy manja pada ayahnya.
Ayahnya hanya mengangguk. Ia merestui hubungan mereka berdua. Prinsipnya adalah selama anaknya bahagia ia akan melakukan apa saja demi Nancy. Termasuk satu ini.
"Kalau kamu beneran serius sama Nancy. Nanti saya beri mobil buat hadiah pernikahan kalian. Dan rumah atas namamu."
Daniel menelan ludahnya sendiri. Penawaran yang sebenarnya sangat menggiurkan. Namun mengapa harus terjadi padanya dan Nancy?
Jika itu terjadi padanya dan Celline. Mungkin ia tak akan meminta apapun sebagai hadiah pernikahan. Bisa hidup bahagia dengan Celline itu sudah merupakan hadiah yang besar bagi Daniel.
"Gimana?" Kali ini ibu Nancy membuka suaranya. Dia terus tersenyum melihat kedekatan antara Daniel dan Nancy. Bahkan ia tak bisa melihat jika hubungan mereka berdua sebagian besar hanyalah keterpaksaan saja.
"Boleh saya berpikir dulu Om, Tante?" tanya Daniel ragu. Ia tersenyum canggung pada mereka berdua.
"Lho, bukannya kamu yang mau nikahin Nancy? Kok sekarang malah kamu yang minta waktu buat mikir?" tanya ayah Nancy sepertinya dia sedikti tersinggung.
Nancy yang tahu situasinya langsung mengedipkan matanya pada ayahnya. Sebagai kode agar tidak berlaku kasar pada Daniel.
Ayah Nancy berdehem. Dia menahan emosinya kali ini.
"Ya sudah. Nanti beri kabar pada kami. Kami berdua berharap, keputusanmu tidak mengecewakan kami dan Nancy."
Daniel mengangguk canggung. Bukankah itu pernyataan yang menyudutkannya? Bukankah sudah sangat jelas jika ada kalimat yang secara tidak langsung memaksa Daniel agar mengiyakan pernikahan mereka berdua?
Daniel ke luar rumah dengan wajah yang kusut. Ucapan dari Nancy sama sekali tak ia gubris.
"Daniel!" teriakan kesal dari Nancy dilirik kesal oleh Daniel.
"Aku mau pulang. Jangan ganggu aku dulu." Daniel langsung menyalakan mesin motornya dan meninggalkan rumah Nancy.
Nancy berdecak kesal. Ia sudah berpikir jika Daniel akan menerima iming-iming dari ayahnya. Terlebih lagi rumah dan mobil. Apa Daniel bodoh?