Namun setelah berpikir sejenak Celline menatap Morvin tak enak. Senyumnya yang tadinya merekah kini redup.
"Kenapa?" tanya Morvin heran.
"Aku tinggal di kamar kost Kak. Kayaknya gak boleh melihara hewan deh," ucap Celline dengan menyesal. Dia meletakkan kembali kucing yang sejak tadi sudah nyaman di pelukan Celline.
Morvin terkekeh. Dia tahu masalah Celline saat ini.
"Kamu tinggal deket sini 'kan?!" tanya Morvin dibalas anggukan oleh Celline.
"Kalau begitu kamu bisa pelihara di sini. Nanti kamu bisa sering tengokin Boni setiap hari ke sini," ucap Morvin pada Celline, yang membuatnya tentu saja sangat senang.
Boni akhirnya diletakkan kembali pada kandangnya. Mata kucing itu terus mengikuti bayangan Celline pergi. Sepertinya Boni langsung menyukai Celline sejak pertama kali bertemu tadi.
Karena permintaan Morvin, Celline akhirnya mengobrol dengan kakak kelas SMA-nya itu di kafe dekat petshop-nya.
"Gak apa-apa petshop-nya ditinggalin Kak?!" tanya Celline pada Morvin ketika mereka sudah mulai meninggalkan toko hewan milik Morvin tersebut.
"Gak apa-apa. Ada karyawanku kok di sana." Morvin tersenyum, Celline menjadi teringat jika alasan dia menyukai Morvin karena senyumnya itu.
Diantara kakak kelasnya dulu. Hanyalah Morvin yang tidak semena-mena pada adik kelasnya meskipun dia wakil ketua OSIS.
Morvin adalah anak tunggal dari keluarga kaya. Namun entah mengapa dia tidak melanjutkan kuliahnya, namun malah membuka petshop di dekat kampusnya. Celline tak bisa bertanya pada Morvin karena takut akan melukai perasaan lelaki yang sedang berdiri di sampingnya itu.
Karena letak kafe dekat. Jadi mereka berdua memutuskan untuk berjalan saja menuju kafe. Padahal bisa saja Morvin mengeluarkan motornya. Namun Celline menolaknya.
"Jadi kakak sekarang pemilik petshop tadi?" tanya Celline saat sudah duduk di bangku kafe.
Morvin mengangguk. "Aku menyukai binatang, jadi kayaknya bagus kalau punya petshop sendiri." Dia tersenyum lagi, menampakkan gigi putihnya. Ada dua lesung pipi yang seringkali muncul ketika dia tersenyum.
Celline sempat tak berhenti berkedip ketika melihat wajah pria di depannya itu. Apakah cinta Celline bersemi kembali?
"Enak ya. Bisa kerja sesuai dengan keinginan kita," gumamnya sambil menyeruput espresso yang sudah ada di depannya beberapa waktu yang lalu.
"Kalau kamu mau jadi apa?" tanya Morvin kemudian. Tangannya bersidekap di depan dadanya. Nampak seperti bos yang sedang mewawancarai calon karyawannya.
Celline mengulum senyum. Dia kuliah di jurusan manajemen bisnis. Dan belum menentukan karirnya ke depannya.
"Wah, Dokter Morvin. Tumben ketemu di sini. Biasanya cuma di petshop aja," sapa seorang wanita sekitar berumur tiga puluhan. Dia nampak akrab dengan Morvin.
Celline menatap keduanya bergantian. Dokter?! Celline masih mencerna ucapan wanita yang masih berbincang dengan Morvin.
"Gimana keadaan Chiko? Masih sakit?" tanya Morvin, nada yang tak asing di dengar. Jika dilihat lagi memang dia cocok juga menjadi dokter.
Wanita yang menyapa Morvin tadi berlalu setelah mengobrol sebentar dengan dokter yang sudah merawat anjingnya kemarin. Ia memberikan kode pada Morvin yang membuat Celline malu. Karena wanita tadi mengatakan jika dirinya adalah pacar Morvin.
"Jadi kakak sekarang dokter hewan?!" tanya Celline dengan kagum.
Jadi pikirannya tadi tentang Morvin yang tidak meneruskan kuliah itu adalah salah. Laki-laki itu hanya tak ingin menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.
Entah mengapa Celline bertambah kekagumannya pada Morvin.
"Cell..." Suara tak asing itu terdengar dari belakang Celline.
Gadis itu melihat ekspresi Morvin yang mendadak berubah. Dan matanya melihat bayangan yang ada di belakang Celline.
Dia adalah Daniel. Suasana canggung menyelimuti mereka bertiga. Sedangkan Celline mulai tak nyaman ketika ada Nancy di belakang punggung Daniel.
**
Canggung.
Itu adalah apa yang dirasakan ketika Celline menyadari bahwa dia tidak hanya duduk dengan Morvin, namun ada juga pasangan yang tidak ingin dia temui. Ya, itu adalah Daniel dan Nancy. Mereka berdua memutuskan untuk bergabung di mejanya.
Tentu saja kedua orang itu memiliki tujuan tersendiri. Daniel bergabung karena tidak mau melihat Celline dan Morvin duduk berdua. Tidak mau dan tidak akan mau melihat orang yang dicintai duduk bersama dengan pria lain.
Terutama karena dia sangat tahu tentang masa lalu Celline. Gadis itu pernah menyukai Morvin, bagaimana jika tiba-tiba rasa itu kembali muncul karena bertemu kembali dengan Morvin? Tidak, dia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.
Sebenarnya dia cukup jengkel. Kenapa Morvin harus hadir di saat hubungannya dengan Celline sedang dalam masa yang kritis? Jika seperti ini maka peluang bagi Celline untuk berpaling akan lebih besar.
Jika itu adalah apa yang dipikirkan oleh Daniel, maka pikiran Nancy tentu saja berbeda dengan apa yang dipikirkan Daniel. Gadis itu ingin menunjukkan bahwa Daniel telah menjadi miliknya. Bukan milik Celline atau orang lain.
Tentu saja ada alasan yang membuatnya melakukan itu. Walaupun Daniel telah menjadi miliknya di atas status, namun dia masih tidak merasa aman. Itu karena dia tahu kedua insan itu sebelumnya saling mencintai. Jika hubungan suami istri saja sering ada yang namanya perselingkuhan, lalu bagaimana dengan hubungannya yang hanya sebatas pacar?
Dia melihat Morvin dan Celline secara bergantian. Dia bisa merasakan tatapan Morvin yang sedikit berbeda ketika melihat kepada Celline. Sepertinya dia memiliki perasaan khusus yang disimpan.
Sudut bibirnya sedikit terangkat. Ini adalah peluang yang sangat bagus. Kenapa dia tidak memanfaatkannya? Meskipun Morvin tidak setampan Daniel, namun dia masih di atas rata-rata. Seharusnya Celline akan sedikit tertarik bukan?
Dan juga ... jika dilihat dari ekspresi Celline, gadis itu juga sedikit canggung. Mungkinkah mereka memang memiliki sesuatu yang tidak dikerahuinya?
"Halo, kenalkan namaku Nancy," ucap Nancy sambil menyunggingkan senyum. "Aku teman Celline, dan ini Daniel kekasihku."
Dia mengulurkan tangannya yang disambut dengan hangat oleh Morvin. "Aku Morvin, kakak kelas Celline dulu. Soal Daniel aku juga sedikit tahu tentang dia. Kebetulan kita satu sekolah."
Daniel mengerutkan keningnya tidak suka. Dia tidak mau Morvin mengetahui tentang hubungannya dengan Nancy atau Morvin bisa mendekati Celline. Namun tetap saja dia tidak mungkin membantah fakta jika dia memang kekasih Nancy.
"Oh, jadi kamu kakak kelas Celline. Wah, kenapa kamu nggak ngomong punya kakak kelas yang ganteng ini, Cell?" ucap Nancy yang berpura-pura akrab.
Celline hanya terkekeh. Dia tidak membalas ucapan Nancy. Sepertinya tidak terlalu penting juga. Hanya saja saat ini dia sudah tidak betah dan ingin segera pulang. Makhluk pemangsa teman sendiri sepertinya tidak cocok berdekatan dengannya. Terlalu menjijikkan.
Ternyata Nancy tidak berhenti. "Kalian sudah kenal berapa lama? Kok bisa ketemu di sini? Apa udah janjian ya?"
Morvin menggelengkan kepalanya. Ternyata dia masih tidak menyadari suasana yang menjadi semakin tidak benar. "Kebetulan aku ketemu Celline nggak sengaja tadi."
"Katanya kalau kebetulan itu tandanya berjodoh," ucap Nancy yang di akhiri dengan tawa.
Daniel ingin sekali membekap mulut Nancy agar berhenti berbicara. Apa yang keluar dari mulutnya hanya akan berakhir dengan hal-hal yang tidak menyenangkan. Kenapa gadis itu sangat sulit diatasi?
Dia mendekat ke Nancy dan berbisik tepat di telinganya. "Kamu bisa 'kan berhenti ngomong? Apa lagi sih rencana kotormu?"
Sorot mata Nancy langsung berubah. Mulutnya mencibir namun tidak berkata apa-apa lagi.
Celline melihat bahwa Daniel sepertinya sudah mulai dekat dengan Nancy. Lelaki itu mau berbisik di telinganya meskipun dia tidak tahu apa yang dikatakan, tapi tetap saja dia merasa tidak senang.
"Maaf, kayaknya aku harus pulang sekarang." Celline langsung bangkit tanpa menatap Daniel mau pun Nancy. Dia hanya tersenyum sedikit pada Morvin.
"Aku akan mengantarmu," ucap Morvin yang langsung mendapat pelototan dari Daniel. Sayangnya Morvin tidak memperhatikan Daniel, dia hanya fokus pada Celline saja.
Celline melirik Daniel. Entah kenapa dia juga ingin membuat Daniel merasa tidak senang. "Oke."