Klik!
Celline menekan touchpad laptopnya. Headphone berwarna hitam terpasang di telinga. Sejak tadi dia sudah memutar puluhan lagu untuk menghilangkan penat. Tetap saja itu tidak berhasil, bahkan lagu kesukaannya sudah tidak bisa lagi mengobatinya.
"Ah, sepertinya aku harus pergi keluar," gumamnya.
Dia segera mematikan laptop dan menutupnya, melepas headphone dan berjalan ke tepi jendela. Kepalanya mendongak ke langit dan menyadari bahwa udara terasa begitu nyaman. Langit nampak biru, hanya ada sedikit gumpalan awan kapas.
Celline mengintip jam dinding. Ternyata sudah jam 5 sore. Sepertinya ini waktu yang tepat untuk olahraga sore. Kebetulan dia juga memiliki sedikit keperluan yang harus dibeli.
Akhirnya setelah sepuluh menit Celline siap dan langsung turun ke bawah. Tidak lupa juga membawa ponsel dan uang yang diperlukan. Dia sempat berpapasan dengan Nadine, namun temannya itu tidak mau ikut dengannya.
Dengan mengenakan sepatu dan topi berwarna putih dia mulai berlari dengan kecepatan yang lambat. Tidak tahu kemana arahnya, dia hanya mencari jalan yang tidak terlalu ramai kendaraan.
Tanpa disadari dia bahkan memutari fakultas tempat dia kuliah. Keringat membasahi punggung dan dahinya, namun ada sensasi yang cukup menyenangkan. Ya, setidaknya dia tidak lagi memikirkan masalahnya untuk saat ini.
"Hah!" Celline mengembuskan napasnya yang cukup tersengal-sengal. Dia melihat bangku yang ada di pinggir jalan dan berakhir duduk di sana. Tangannya mengusap keringat di dahinya tanpa menggunakan handuk karena lupa membawanya.
Dia menunduk dan memeriksa jam di ponsel. Sudah setengah jam sejak dia keluar dari tempat kostnya. Mungkin sudah waktunya dia kembali.
Saat dia hendak pergi, dia melihat petshop yang tidak jauh darinya. Hal yang membuatnya tertarik bukan karena petshop itu yang terlihat rapi, melainkan seekor hewan berbulu yang berada di atas etalase bagian depan.
Itu adalah kucing kecil dengan bulu yang cantik. Memiliki tiga warna yaitu hitam, putih dan oranye. Dia bukan penyuka binatang, tapi saat melihat kucing itu entah kenapa dia merasa tertarik.
Celline berjalan ke petshop itu dan mendekati kucing tersebut. Senyumnya mengembang ketika dia bisa menyentuh bulu-bulunya yang terasa lembut di tangan.
"Ah, kucing siapa ini? Manisnya ...." Celline mulai membawa kucing itu ke dalam pelukannya dan memainkan bulunya dengan senang. Dia tidak menyadari sepasang mata yang sedang mengawasinya.
"Ehm!"
Seseorang berdehem dari arah belakang membuatnya menoleh. Dia mengangkat alisnya ketika mendapati seorang pria yang sedang mengamatinya.
Ketika melihat pria itu Celline merasa sesuatu yang aneh dalam hatinya kembali menyeruak. Entah itu rasa malu atau sesuatu yang lain, wajahnya menjadi salah tingkah.
"Celline? Wah, nggak nyangka kita bisa ketemu di sini," ucap pria itu setelah sedikit terdiam.
"Eh, Kak Morvin?" Celline tersenyum canggung. Tidak menyangka jika dia akan bertemu dengan Morvin, kakak kelasnya dulu saat dia masih sekolah menengah. Jika hanya sekedar kakak kelas biasa mungkin dia tidak akan begitu malu, namun orang di depannya itu berbeda.
Dulu saat awal-awal masuk SMA, dia melihat Morvin dengan sudut pandang yang berbeda. Dia adalah murid yang sangat populer di sekolah, terutama di kalangan para gadis.
Bukan hanya karena wajahnya yang tampan, bahkan dia juga memiliki sejumlah prestasi yang mengagumkan. Memangnya siapa yang tidak akan menyukai lelaki seperti itu? Dan Celline termasuk dalam jajaran gadis yang menyukai Morvin.
Menurutnya Morvin adalah sosok lelaki idaman. Karena ada nilai plus lainnya, yaitu sikapnya yang cukup ramah terhadap orang lain.
Yang membuatnya merasa malu bukan lain karena Morvin telah mengetahui tentang perasaannya, dulu. Itulah kenapa sekarang bertemu lagi dengannya membuat dia merasa sedikit canggung.
"Kamu suka kucing ini?" tanya Morvin padanya.
Celline tersentak dan menunduk menyadari kucing yang masih dia peluk. Dia sedikit menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ah, iya sepertinya aku suka, tapi kayaknya udah ada yang punya."
Morvin tersenyum melihat tingkah Celline. Gadis yang ia ketahui pernah menyukainya ternyata masih terlihat lugu seperti dulu. Bedanya sekarang dia terlihat lebih cantik dan dewasa.
"Nggak papa kalau kamu suka. Kamu boleh membawanya pulang."
Celline tertegun mendengar ucapan Morvin. Kucing itu miliknya? "Nggak usah, Kak. Aku cuma mau gendong aja kok."
Dia buru-buru meletakkan kucing itu ke atas etalase lagi. Dia sedikit malu karena sudah secara sembarangan menyentuh milik orang lain.
Morvin terkekeh dan mengambil kucing itu lalu menggendongnya. "Kucing ini nggak ada yang ngurusin. Kalau kamu mau nggak papa, itung-itung aku minta kamu buat jagain."
Mata Celline langsung berbinar mendengar hal itu. Dia tidak menyangka Morvin akan memberikan kucingnya secara langsung.
"Apa ini serius?"
"Apa aku kelihatan berbohong?" Morvin tersenyum lagi.
Celline menggelengkan kepala dan menyunggingkan senyum manisnya. "Wah, makasih Kak."