Celline sudah berada di depan counter pembelian tiket. Dua tiket sudah dipegangnya tinggal menunggu Desi datang menemuinya.
Ada sedikit perasaan kecewa dalam hati Celline. Mungkin karena Daniel mendadak tak bisa menepati janjinya. Namun ia harus kembali mengingat pada status yang mereka jalani. Jika mereka hanyalah teman. Ya, hanya teman.
"Cell!" seru Desi dari kejauhan, dia nampak setengah berlari menuju tempat Celline berdiri.
"Sorry aku telat. Tadi kehabisan bensin motornya.",
"Oh ya udah nggak apa-apa." Celline nampak memaklumi, dia mengedarkan matanya untuk mencari tempat duduk sebelum film dimulai.
"Cell...," ucap Desi pelan. Dia nampak ragu melanjutkan kalimatnya.
"Kenapa Des?!"
"Emang bener ya, Daniel sama Nancy pacaran?"
Pertanyaan yang cukup membuat ekspresi Celline berubah 180 derajat. Bagaimana Desi bisa berpikir seperti itu?
"Setahuku, enggak Des."
"Oh, tadi aku salah lihat kali ya. Soalnya tadi nggak sengaja ketemu sama orang yang wajahnya mirip banget Daniel sama Nancy di toko baju lantai bawah."
"..."
"Berarti mataku yang salah."
"Eh, Des. Kamu nanti masuk duluan ya. Aku mau ke toilet sebentar. Nanti takutnya aku lama." Celline berdiri memberikan satu tiketnya padanya. Ia langsung berjalan menuju lantai pertama seperti yang dikatakan oleh Desi barusan.
Dia sangat penasaran. Apakah itu benar Daniel dan Nancy atau Desi yang salah melihatnya.
Dalam hati Celline dia sangat berharap jika dirinya salah. Ia tak ingin Daniel membohonginya demi jalan berdua demi Nancy.
Celline mencari-cari bayangan Daniel dan Nancy. Ada rasa ketakutan dalam dirinya. Bagaimana jika benar dia melihat mereka berdua sedang berada di sana?
Cemburu tiba-tiba menyergap hatinya. Perasaan aneh yang menyesakkan dadanya menyerangnya, begitu melihat dua bayangan yang tak asing di depan matanya.
Dia adalah Daniel dan Nancy. Mereka nampak sedang memilih-milih baju. Meski Daniel bersama Nancy tanpa ekspresi, tapi tetap saja Celline merasa kesal melihat pemandangan itu.
Celline membalikkan badannya tanpa menyapa mereka berdua. Dia langsung beranjak dari sana menuju lantai dua kembali. Langkahnya gontai mengingat Daniel membohonginya lagi.
Studio sudah gelap, mungkin film sudah dimulai. Celline mencari tempat duduknya diantar oleh petugas yang memandunya.
Meskipun filmnya ber-genre komedi. Tapi tetap saja dia tak bisa tertawa. Bahkan untuk tersenyum saja nampak berat. Pikirannya jauh melayang menuju tempat Daniel dan Celline.
**
"Mau pulang bareng nggak?" tanya Desi pada Celline yang sejak tadi nampak murung.
"Duluan aja Des. Aku nanti naik ojek online aja. Mau jalan-jalan dulu soalnya."
"Ya udah aku duluan ya," pamit Desi dibalas anggukan oleh Celline.
Dia berjalan di trotoar. Menatap kendaraan yang lalu lalang di sampingnya. Dia masih ingat jelas kenangan manisnya dengan Daniel kemarin pagi.
Bagaimana dia mengecup bibirnya dengan lembut untuk pertama kalinya. Celline menyukainya. Ya, Celline juga menyukai Daniel. Dia nampak berpikir, apakah dia bisa menjilat ludahnya sendiri? Dan mengatakan pada Daniel jika dia juga menyukainya dan mengajaknya untuk berpacaran?
Sebuah motor dengan plat motor yang dikenalnya melaju di sampingnya. Celline menghentikan langkahnya demi menatap bayangan itu. Dia adalah Daniel dan Nancy.
Nancy begitu erat melingkarkan tangannya di pinggang Daniel. Dan sepertinya Daniel tak bisa menolaknya.
Biasanya yang bersama Daniel dengan motor itu adalah dia, bukan Nancy.
Daniel tak pernah mengajak gadis lain untuk naik motor selain dirinya. Tak tahu apa alasannya, namun Daniel memang seperti itu.
"Kamu harusnya bangga, soalnya cuma kamu yang naik motor ini," ungkapnya waktu itu dengan bangga. Senyum gummy menghias bibirnya.
"Masa' sih?!" ledek Celline, dia separuh percaya pada Daniel.
Daniel mengangguk lalu mengajak Celline jalan-jalan dengan motornya, mengitari kota Jogja waktu itu.
Dan kini, tiba-tiba air sudah mengambang di mata Celline. Dia sudah bersiap untuk menangis.
**
Pukul sepuluh malam. Daniel nampak duduk di sepeda motornya. Ia menunggu Celline di depan kost-annya.
Masih sama dengan baju saat dia pergi bersama dengan Nancy waktu itu. Dia sedang asik dengan ponselnya.
Celline sengaja turun dari kejauhan. Dia ingin melihat Daniel di sana.
Dan benar, Daniel mengiriminya sebuah pesan untuknya.
Daniel: Kata Nadine lagi pergi, mau pulang jam berapa?
Celline: Aku nggak pulang.
Daniel: Kenapa?
Celline: Nggak apa-apa.
Daniel langsung menghubungi Celline. Namun panggilannya diabaikan, Celline langsung mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam tasnya.
Dia berjalan menuju kost-nya seakan tak melihat jika ada Daniel di sana.
"Cell," lirih Daniel ketika wanita itu berjalan begitu saja melewatinya.
Tangannya ia raih untuk menghentikan langkahnya. Ada ekspresi penuh dengan rasa bersalah pada wajah Daniel.
Celline menatap kedua bola mata Daniel bergantian. Ingin sekali ia mengatakan jika dirinya tadi sempat melihatnya di Mall bersama dengan Nancy. Namun ia urungkan, ia masih tahu batasannya.
Keduanya hanya diam saling menunggu siapa yang akan mengatakan duluan.
"Dan."
"Cell."
Ucap mereka secara bersamaan. Ingin sekali Celline mengakhiri pertemanan selama ini dengan Daniel dan meruntuhkan tembok diantara mereka berdua.
Sedangkan Daniel, ingin sekali mengatakan sebuah hal yang penting untuknya.
Celline memegang kedua pipi Daniel, dia menariknya ke depan. Menatapnya tak lama, lalu membulatkan tekad untuk mendaratkan sebuah kecupan di bibirnya.
Mata Daniel membulat. Dia tak percaya jika Celline akan melakukan hal tersebut padanya.
"Ayo kita pacaran Dan!" ucap Celline mantap.
Namun wajah Daniel tidak begitu senang dengan apa yang diucapkan oleh Celline barusan.
"Kenapa Dan?"
"Cell, maafin aku."
"..."
"Aku tadi jadian sama Nancy,"