Axel dengan kesal berjalan keluar dari Skylar sambil menggerutu di dalam hatinya. Ia berjalan cepat dengan sebuah ransel yang tercantel di bahu kirinya.
"Aku tak akan mau magang di tempat seperti itu. Yang benar saja!" gerutunya makin kesal. Axel terus berjalan dan berencana kembali ke apartemen. Ia belum tahu apa yang harus dilakukannya.
Di perjalanan hendak ke halte bus, Axel lantas berhenti di depan sebuah gerai kopi. Ia menghela napas dan akhirnya memilih masuk ke dalam. Lebih baik ia membeli kopi dan menenangkan diri. Terlalu cepat baginya pulang sekarang. Setelah mengantre dan mengambil posisi yang pas untuk duduk, Axel pun menikmati Ice Americano yang sudah ia pesan.
Matanya lantas melihat pada televisi yang dipasang di gerai itu. Orang-orang sibuk dengan kegiatannya sampai sebuah talk show diperlihatkan. Beberapa orang mulai memperhatikan dan akhirnya semuanya jadi menonton.
"Hei, lihat itu The Midas!" tunjuk seorang pengunjung. Axel yang awalnya acuh lantas melihat pada televisi dan The Midas muncul di sana sebagai bintang tamu. Wawancara itu dilakukan secara live di sebuah ruangan kerja.
Axel lantas mulai menonton wawancara dari seorang presenter talk show terkenal, Deborah Moss. Setelah sedikit berbasa basi, The Midas memang terlihat berbeda dan ramah dari pada satu jam yang lalu saat Axel melihat perilaku bar-barnya pada pegawainya sendiri.
"Rumor yang beredar saat ini tentang perjanjian pra pernikahan milikmu dengan seorang wanita. Apakah aku boleh mengkonfirmasi bahwa kamu sedang merencanakan pernikahan atau malah sudah menikah?" tanya presenter Deb sambil tersenyum pada The Midas. The Midas tersenyum dan sedikit mengangguk.
"Aku belum resmi menikah dan sedang dalam taraf persiapan pernikahan. Ah, aku tidak menyangka jika semuanya malah bocor ke publik seperti ini," jawab The Midas dengan tenang dan senyuman yang ramah.
"Benarkah? Jadi kamu berniat menyembunyikan pernikahanmu?" The Midas tampak seperti berpikir dan mengangguk.
"Aku harus melakukannya. Aku tidak ingin wanita yang aku cintai jadi terbebani dan stres. Dia hanya seseorang biasa bukan dari kalangan selebriti. Aku sangat mencintainya dan tak ingin ia tersentuh oleh gosip dan media," ungkap The Midas langsung membuat penonton acara itu jadi terenyuh. Itu termasuk yang berada di sekitar Axel yang ikut menonton acara itu layaknya pertandingan bola.
"Itu jawaban yang ingin kita dengar. Pria seperti itu bisa membuat pria lain jadi tak berdaya!" celetuk salah seorang pengunjung cafe yang duduk di dekat Axel. Axel hanya mendengar saja celotehan orang-orang di dekatnya dan memperhatikan acara itu lagi.
"Jarang ada selebriti yang melakukan hal ini. Tapi mengapa kamu tidak ingin memperkenalkan pasanganmu di depan umum?" tanya Deb lagi dengan wajah mulai serius. The Midas jadi agak sendu dan tersenyum tipis. Ia memasang wajah rendah hati dan tak angkuh sama sekali.
"Sekarang saja aku sedang ditimpa gosip yang tak benar tentang orientasi seksualku. Apa jadinya jika aku membawanya berkenalan dengan dunia showbiz dan semua orang membicarakan hal tak baik tentangnya? Aku tak akan tahan melihat hal itu." Deb mengangguk lagi pada jawaban The Midas yang terdengar begitu tulus.
"Aku hidup di dunia hiburan dan semua hal buruk sudah dibicarakan orang untukku. Aku tak ingin privasi pasanganku jadi terganggu jika aku memperkenalkannya. Aku ingin dia tetap bisa melakukan pekerjaannya dengan baik tanpa dikenali oleh publik. Aku hanya ingin dia hidup dengan tenang," ujar The Midas memberikan alasannya.
Axel mengernyitkan keningnya saat mendengar The Midas berbicara seperti itu. Ia lalu menoleh ke semua orang yang menonton. Semuanya tampak terenyuh dan mengangguk setuju.
"Jika aku jadi dia, aku juga tak akan memperkenalkan pasanganku ke publik. Jika semua media isinya adalah gosip dan sampah, maka dia pasti akan sulit melakukan pekerjaan apa pun!" celetuk salah seorang pengunjung pria. Dan yang lainnya ikut mengangguk setuju.
"Lalu bagaimana dengan gosip yang menyatakan jika kamu adalah seorang gay?" tanya Deb lagi makin mengorek rasa penasaran penonton.
"Jika aku memang seorang gay, maka aku akan berpasangan dengan seorang pria. Tapi aku mencintai seorang gadis yang sekarang menjadi kekasihku dan kami akan segera menikah. Jadi aku rasa itu tidak relevan sama sekali."
"Apa itu artinya kamu ingin mengatakan jika yang dikatakan oleh mantan asistenmu Travis tentang hubungan seksual rahasia kalian itu adalah kebohongan?" The Midas mengatupkan bibirnya dan mengangguk.
"Aku tidak mengerti kenapa dia mengarang cerita seperti itu. Aku sangat menghormati Travis, dan ketika ia pernah ingin mengundurkan diri, aku terus membujuknya agar ia mengurungkan niatnya. Mungkin hal itu membuatnya salah paham dan berpikir jika aku memiliki perasaan untuknya. Aku hanya ingin berbuat baik saja, aku tidak mengerti mengapa semua orang jadi malah balik menyalahkan aku," ucap The Midas dengan tenang.
"Benar-benar pria yang rendah hati!" Axel jadi sedikit membuka mulut karena terkejut pada dua hal sekaligus. Talk show di depannya plus respons orang di dekatnya. Apa mereka tak bisa melihat seperti apa The Midas memberlakukan permainan dua muka?
"Dasar munafik!" gumam Axel yang terdengar oleh salah satu pengunjung.
"Apa yang kamu katakan?" tanya pengunjung tersebut membuat Axel menoleh. Pria itu sepertinya kesal mendengar Axel bicara.
"Aku tidak mengatakan apa-apa!" jawab Axel tak mau mencari masalah. Axel sudah tak lagi ingin mendengar sisa wawancara itu. The Midas begitu terlihat rendah hati dan ramah, begitu berbeda dengan yang dilihat oleh Axel tadi pagi.
"Aku pasti sudah gila!" ucap Axel dengan nada mengumpat. Ia berjalan keluar dari cafe tersebut dan memilih untuk berbelanja kebutuhan pokok ia dan kakaknya. Ternyata wawancara itu ditayangkan dimana-mana termasuk di layar besar di gedung-gedung kantor berita di Manhattan.
"Gila! Semua orang membicarakannya! Siapa dia!" Axel lalu mengambil ponsel dan mengetikkan nama The Midas dan muncullah berbagai artikel tentang dirinya. The Midas seorang rapper terkenal sekaligus produser dan pemilik label rekaman Skylar.
Axel terus berjalan dan naik ke busnya dan memasukkan kembali ponsel ke dalam saku. Lebih baik ia belanja daripada mencari soal The Midas lagi.
"Aku pulang!" Axel masuk dengan belanjaan yang ia letakkan di atas meja makan.
"Kamu sudah pulang? Aku pikir kamu akan pulang malam!" ujar Honey yang langsung keluar setelah mendengar adiknya masuk.
"Ah, aku tidak jadi melapor!" Honey langsung mendekat dengan wajah keheranan.
"Kenapa?" Axel ikut duduk dan menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak mungkin bekerja untuk pria itu! Lihat ini, ternyata posisiku adalah menjadi asisten pribadi dan sekretaris! Yang benar saja!" Axel separuh melempar ponselnya dan Honey pun memeriksanya. Axel dikirimkan jobdec pekerjaannya melalui email.
"Bagaimana denganmu?" tanya Axel pada Honey. Honey tersenyum manis.
"Aku mendapatkan tempatnya, masalahnya pekerjaannya adalah teknisi sedangkan aku tak mengerti soal kabel apa pun," keluh Honey kemudian. Axel pun menarik napasnya dengan Honey ikut duduk di sebelahnya.
"Coba kulihat!" Axel mengambil kertas cetak email yang diterima oleh Honey.
"Mereka tidak mempermasalahkan jenis kelaminmu? Maksudku kamu kan perempuan apa mereka tidak bertanya?" Honey menggelengkan kepalanya.
"Aku sudah bicara dengan mereka lewat chat, dan mereka bilang mereka hanya perlu teknisi magang baru, tidak peduli apa pun jenis kelaminnya." Axel mendengus kesal.
"Lalu kenapa kamu tidak melapor, Axel?" Axel terseyum sinis dan menggelengkan kepalanya.
"Calon bosku adalah pria paling bermuka dua yang pernah aku kenal. Aku membencinya!"